TAHUKAH ANDA? Menjadi konsumen cerdas merupakan kewajiban masyarakat Indonesia. Media digital merupakan sarana yang efektif untuk menjalin komunikasi global guna menumbuhkan budaya 'konsumen cerdas'.Â
Konsumen cerdas dapat diartikan sebagai sikap konsumen yang menjadikan konsumsi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Konsumen cerdas mengerti dan memahami hak dan kewajiban konsumen sesuai Undang Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Kewajiban menjadi konsumen cerdas dipicu perlindungan konsumen masih relatif rendah di Indonesia. Tidak sedikit pelaku usaha yang melakukan penipuan, manipulasi, atau eksploitasi konsumen. Tidak hanya rugi materi, sebagian konsumen mengalami kerugian psikologis atau berujung kematian. Â
Undang Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen belum diimplementasikan dengan efektif dan efisien. Kemajuan industri dan perdagangan belum selaras dengan tingkat keberdayaan konsumen. Terbukanya pintu gerbang era ekonomi ASEAN dan pasar global semakin memperuncing keretanan konsumen untuk menjadi korban konsumsi. Â
Pemerintah telah menetapkan lembaga-lembaga yang mengakomodasi perlindungan konsumen seperti: Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (DJPKTN), Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Tetapi, kinerja lembaga-lembaga ini tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif masyarakat.
Permasalahan Konsumsi
Di Indonesia, tidak mudah menjadi konsumen cerdas. Hal ini disebabkan peran konsumen dalam praktik konsumsi masih bersifat konvensional. Pada konteks ini, konsumen merupakan seseorang membeli dan/atau menggunakan produk barang dan/atau jasa.
Tujuan pelaku usaha cenderung berorientasi pada keuntungan finansial. Hak konsumen untuk memperoleh barang dan jasa yang aman, sehat, dan ramah lingkungan menjadi terabaikan. Implikasinya, konsumen sangat rentan menjadi korban pelaku usaha dalam praktik konsumsi. Â Â
Kasus penipuan calon umroh yang dilakukan PT First Travel atau biro perjalanan haji dan umroh Abu Tours merupakan cerminan betapa rendahnya keamanan pada sektor 'produk jasa'. Meskipun sudah melaporkan pada Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) dan menjalani proses hukum, konsumen tidak kunjung memperoleh haknya.