NU juga dikenal sebagai organisasi yang tak mempertentangkan antara kebangsaan dan keislaman. Di Indonesia, menyadari kebhinekaan yang ada, NU menerima Pancasila, dan tak menuntut syariat Islam diterapkan secara formal. Maka tak heran NU sering disebut salah satu soko guru negara-bangsa Indonesia.
         Dilihat dari Anggaran Dasar NU, munculnya forum bahtsul masail dilatari atas dasar kebutuhan masyarakat (Nahdliyin) tentang persoalan-persoalan yang berkembang dan membutuhkan jawaban keagamaan. Dari persoalan-persoalan yang mengemuka tersebut kemudian direspons melalui musyawarah di kalangan intelektual dan kiai-kiai NU.
    Sejarah singkat berdirinya Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama'.
Nahdlatul  Ulama (NU) didirikan  pada tanggal  31 Januari 1926 oleh K.H. Hasyim Asy'ari di Surabaya. Latarbelakang berdirinya NU berkaitan  erat  dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu.  Dalam Anggaran Dasarnya yang pertama (1927), dinyatakan  bahwa  Nahdlatul  Ulama   bertujuan  untuk  memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu madzhab empat.
Bahtsul  Masail  secara  harfiah  berarti  pembahasan  berbagai masalah yang berfungsi sebagai forum resmi untuk membicarakan al- masa'il ad-diniyah (masalah-masalah keagamaan) terutama berkaitan dengan al-masa'il al-fiqhiyah (masalah-masalah fiqh). Dari perspektif ini al-masa'il al-fiqhiyah termasuk masalah-masalah yang khilafiah (kontroversial) karena jawabannya bisa berbeda pendapat.
Nahdlatul Ulama dalam stuktur organisasinya memiliki suatu Lembaga  Bahtsul  Masail  (LBM).  Sesuai  dengan  namanya,  Bahtsul Masail, yang berarti pengkajian terhadap masalah-masalah agama, LBM berfungsi  sebagai  forum  pengkajian  hukum  yang  membahas  berbagai
masalah keagamaan.
Tugas LBM adalah menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang menuntut kepastian hukum1. Oleh karena itu lembaga ini merupakan bagian terpenting  dalam organisasi NU, sebagai forum diskusi alim ulama (Syuriah) dalam menetapkan hukum suatu masalah yang keputusannya merupakan fatwa dan berfungsi sebagai bimbingan warga NU dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham ahlusunnah wal jamaah sebagai dasarnya.
K.H. Syansuri Badawi, salah seorang kiai NU, mengatakan bahwa ijtihad  yang  dilakukan  para  ulama  NU  dalam  Bahtsul  Masail  adalah bentuk qiyas. Tetapi ijtihad yang seperti itu dilakukan sejauh tidak ada qaul (pendapat)  para ulama yang dapat menjelaskan masalah itu.Qiyas dilakukan sejauh tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan al-Hadis. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam as-Syafi'i bahwa ijtihad itu qiyas.
Tradisi bahstul masail sudah berlangsung sejak lama di kalangan pesantren, bahkan sebelum NU sebagai organisasi resmi didirikan (1926). KH. MA Sahal Mahfudh, dalam pengantar buku Ahkamul Fuqaha; Solusi Problematika Aktual Hukum Islam mengatakan bahwa secara historis forum bahtsul masail telah ada sebelum Nahdlatul Ulama berdiri.
Menurut Anam, bahtsul masail memiliki lima keunikan atau kekhasan.Â