Mohon tunggu...
Sulastri Amelia Putri
Sulastri Amelia Putri Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi ITSNU Fakultas Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selalu Berusaha dengan Baik dan jangan pernah menyerah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Metode Ijtihad Para Ulama' Nahdiyah dalam Bahtsul Masail Nahdlotul Ulama'

20 April 2020   20:02 Diperbarui: 20 April 2020   20:02 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Konsep bersama-sama (jama'i). Forum bahtsul masail yang diselenggarakan di lingkungan NU pasti melibatkan banyak orang dari berbagai macam disiplin ilmu seperti fiqih, ushul fiqih, hadist, dan lainnya. Di sini, sebuah persoalan dilihat dan ditinjau secara komprehensif.

Tidak mengutip langsung Al-Qur'an dan hadist. Anam mengatakan, adalah sesuatu yang berbahaya kalau merujuk langsung kepada Al-Qur'an. Mengapa? Al-Qur'an itu memiliki makna dan tafsiran yang banyak sekali. Kalau langsung mengutip Al-Qur'an, maka dikhawatirkan akan merujuk arti yang satu yaitu arti terjemahan

Mengutip pendapat ulama secara qouliyah. Di forum-forum bahtsul masail, para peserta seringkali merujuk kepada pendapat ulama terdahulu dalam menyikapi sebuah masalah. Biasanya mereka 'menarik pendapat terdahulu dengan persoalan yang sedang terjadi saat ini. 

Selalu mengutip teks-teks berbahasa Arab. Bagi Anam, ini adalah sesuatu yang problematis karena yang dikutip dalam bahtsul masail hanya kitab-kitab yang berbahasa Arab. Sedangkan, banyak kiai dan ulama NU yang menulis dalam bahasa Indonesia dan pegon. Namun karena karya tersebut ditulis di luar bahasa Arab, maka tidak dikutip. Padahal isinya tidak kalah dengan yang berbahasa Arab. Bahkan bisa saja lebih berisi.

Para anggotanya tidak tetap. Para anggota yang bersidang di sebuah forum bahtsul masail tidak lah tetap. Biasanya mereka berganti-ganti. Namun yang pasti, anggota yang ikut bersidang dalam bahtsul masail memiliki kecakapan dalam bidang keilmuan Islam.

Analisa :

    Berdasarkan teori-teori yang sudah saya pahami,  saya menganalisa bahwasannya Keputusan untuk tetap bermazhab sekalipun dengan mangkaji setidaknya mengindikasikan dua hal: pertama, NU sangat menghormati ulama-ulama masa lalu. Kesadaran akan belum adanya jawaban atas persoalan-persoalan kontemporer pada pendapat masa lalu tidak harus membuang jauh-jauh karya ulama yang memang diyakini memiliki kredibilitas dan komitmen moral yang tinggi. Kedua, secara substansial sebenarnya NU bisa dikatakan telah melakukan ijtihad, namun NU tidak mau terjebak pada prilaku 'ijtihad buta'. Istinbat hukum terhadap kasus baru yang tidak didapatkan jawabanya dalam kitab-kitab rujukan mereka harus dikerjakan dengan metodologi yang jelas dan kualifikasi pelaku ijtihad yang memadai. 

Di NU, ingat dan jelaskan sesuatu yang biasa dan diterima, jangan jarang dengan canda-tawa. Di forum-forum rapat atau bahtsul-masail NU, kiai-kiai bisa berdebat dengan sengit tapi kompilasi sudah sangat panas maka ada saja yang melempar joke / guyonan yang membuat jamaah forum tertawa bersama.

Referensi :

KH. MA Sahal Mahfudh, dalam pengantar buku Ahkamul Fuqaha; Solusi Problematika Aktual Hukum Islam(1926)

Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia :Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia(1975) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun