Di pelosok timur negeri ini, terdapat pulau kecil nan indah alamnya, tanahnya subur oleh aliran air sungai dimana-mana. Namun, pulau ini memiliki julukan yang luar biasa dari sekian banyak orang yang datang mengunjunginya, yaitu ; pulau seribu Masjid. Iya, selain itu pulau ini juga dikatakan sebagai serambi Madinah oleh ulama timur tengah yang telah berkunjung di pulau ini.
Iya, lihat saja indahnya pantai yang terbentang di pulau ini, layaknya sungai Nil di Benua Afrika. Lebih-lebih di kota Alexanderia. Sehingga pulau kecil ini merayu mata telanjang alam nesatapa yang memandangnya.
Di pulau kecil ini, telah banyak memberikan kenangan bagi seorang santri, sebut saja namanya; Kang Gub sapaan akrabnya. Di usia yang masih belia, dia belajar menjadi sosok orang yang sederhana, dengan cara menimba ilmu di pondok pesantren. yaaa,,, kebanyakan orang orang bilang tempat yang amat kumuh dan terbelakang kala itu. Namun bagi Kang Gub itu adalah penjara suci yang akan mengantarkannya menjadi sosok manusia yang sebenarnya.
Dibawah asuhan orang tua yang cinta terhadap nilai-nilai agama, menjadi motivasi tersendiri bagi Kang Gub. Iya maklum saja, kala itu kalau tidak sekolah di bangku sekolah umum belum dikategorikan mampu bersaing dalam hal kecerdasan, dan bahkan yang ironis sekali sering terdengar di telinga adalah pondok pesantren itu kolot, kumuh dan tidak sehat.
Semenjak kecil, dia dimasukkan di Sekolah Dasar (SD), kala itu jarang sekali sekolah yang notabennya Madrasah Ibtidaiyah (MI). Mau tidak mau Kang Gub harus sekolah ditempat tersebut.
Setelah selesai mengeyam pendidikan di Sekolah Dasar (SD), tidak menyurutkan tekadnya untuk nyantri di pondok pesantren. Dia pun melanjutkan sekolah menengah pertama di sebuah pondok pesantren yang lama menjadi keinginannya itu, yaitu ; Madrasah Tsanawiyah (MTs), yaaa,,, setara dengan (SMP)-lah.
Disnilah Kang Gub belajar banyak tentang agama, dari kiyai sepuh di pondok pesantren ini. Mulai belajar tentang ilmu klasik berupa kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan para kiyai sepuh ini. Namun jangan salah kitab-kitab ini dikarang oleh cendikiawan muslim dunia.
Belajar dengan penuh ta'zim, dan tawadhu' terhadap kiyai dan para guru yang mengajarkan ilmu umum pun menjadi hal yang tidak dimiliki oleh sekolah umum (Sekolah Negeri) kala itu. Wajar saja, bila bila pondok pesantren lebih menanamkan nilai kepribadian agamis dan sopan santun yang tinggi. Serta keikhlasan para kiyai dan guru dalam mengamalkan ilmunya. Dengan bekal inilah Kang Gub percaya, suatu saat akan menjadi Nur dalam dirinya dan masyarakat pada umumnya.
**********
Singkat cerita, kecintaannya terhadap ilmu agama, serta kesenangannya belajar kitab-kitab klasik karang para cendikiawan muslim dunia menjadi pola hidup dan kepribadian yang tumbuh pada diri Kang Gub. Rasa ingin tahu membuatnya gila dengan kitab-kitab klasik, hingga dia mampu membacanya dengan baik dan diakui oleh para kiyai pesantren. Begitu seterusnya, sampai Kang Gub menyelasaikan studinya di pondok ini.