Yang penting aku bisa tidur, membaca, mengetik makalah atau tugas laporan, bahkan bisa belajar menulis artikel. Ngekost di situ juga masih sering nombokan atau ngutang, ketimbang lunas. Kadang nunggak satu bulan, dua bulan, tiga bulan, bahkan pernah empat bulan.
Untung saja si pemilik kostan baik. Ia mau mengerti dan sabar ketika datang menagih uang kostan, aku hanya bisa menjawab sasih payun nya bu?. Dan, ia hanya bisa menegur. Selanjutnya pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.
Terbersit dalam benakku untuk nge-kost di Masjid. Tapi, tak leluasa. Bahkan kemarin aku pernah mendengar cerita pengalaman seorang teman yang tinggal di Masjid. Mentalnya down gara-gara ada anggota DKM yang berprofesi sebagai dosen di kampus menghinanya.
Kalau miskin jangan kuliah. Masih untung ada yang ngampihan di Masjid. Pokoknya kamu harus ngajar, mengisi ceramah, dan menjadi muraqqi ketika shalat Jum'atan tiba. Padahal, temanku bolos dari Masjid itu untuk mengerjakan tugas kelompok. Suatu kali pernah dimarahi karena ia bolos lagi, tidak memberitahu kalau pulang kampung. Ah, seperti di pesantren saja. Pake harus izin segala. Emang dunia ini kepunyaan anggota DKM? sanes atuh, kang. ujarku kepada Kang Faat setengah menengok gemas.
***
ENTAH kenapa malam ini aku susah menutupkan mata. Meski rasa kantuk menyergap, aku tak bisa barang sejenak pun tertidur pulas. Tidak seperti si Iwan yang numpang tidur dikamarku malam itu. Ia tertidur pulas sepulas bekicot didalam tempurungnya.
Bayangan si Neneng terus gerayangi otak kananku. Andai orang tuanya memberondong dengan kata-kata, "Ujang teh serius ka si Neneng teh? Upami serius iraha ka bale nyuncungna?".
Wah, cilaka dua belas atuh!
Aku belum juga beres kuliah. Ya, mahasiswa abadi. Nyusun skripsi mandog manyong. Kerja? Itu masalahnya. Aku belum punya pekerjaan tetap. Masih serabutan. Bagaikan tukang ngarit yang mencabuti rerumputan.
Memang aku sudah kerja mulai hari kemarin. Tapi masih dalam status magang, freelance. Belum sepenuhnya jadi karyawan tetap, fulltime. Dengan gaji yang kadang-kadang besar, kadang-kadang kecil, bahkan kadang-kadang tak bergaji. Tergantung ada tidaknya yang harus aku kerjakan. Aku ambil keputusan itu agar tidak diam saja di kamar kostan. Bosan. Suntuk. Stress. Dan defresif.
Lumayan tambah-tambah pengalaman. Daripada hidup nihil pengalaman. Bisa-bisa berabe.Tidak tahu apa yang harus kukerjaan jika tidak memiliki pengalaman hidup. Tak salah jika ada yang pernah berkata, "pengalaman adalah guru yang terbaik".