Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menumbuhkan Rasa Memiliki yang Sejati di Ruang Kelas: Membina Komunitas Inklusif untuk Keberhasilan Siswa

14 September 2024   09:44 Diperbarui: 14 September 2024   10:17 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kanisius.sch.id

Kebutuhan siswa untuk merasakan rasa memiliki yang kuat dalam lingkungan pendidikan mereka tidak pernah lebih penting dari sebelumnya. Rasa memiliki melampaui dinding ruang kelas individu, membentang di seluruh lingkungan sekolah, saat siswa menghadapi tidak hanya tantangan akademis tetapi juga kompleksitas emosional dan sosial dalam hidup. 

Setiap siswa yang masuk ke ruang kelas harus merasa diperhatikan, dihargai, dan menjadi bagian penting dari komunitas. Jika perasaan ini tidak ada, konsekuensinya bisa sangat besar---mulai dari penurunan prestasi akademis hingga rasa keterasingan yang semakin dalam, yang dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan bahaya.

Mengapa Rasa Memiliki Itu Penting

Merasa terombang-ambing atau tidak terlihat dalam lingkungan pendidikan dapat berdampak buruk pada rasa harga diri seseorang. Rasa memiliki bukanlah keadaan yang statis; rasa memiliki berubah dan berfluktuasi, sering kali dari satu momen ke momen berikutnya. 

Kata-kata yang baik atau senyuman yang hangat dapat membuat siswa merasa diterima, tetapi sikap meremehkan atau pandangan tidak setuju dapat langsung menghancurkan hubungan itu. 

Bagi para pendidik, administrator, dan staf, hal ini menjadikan tugas untuk menciptakan lingkungan yang selalu mendukung dan inklusif menjadi sangat penting. Siswa yang merasa dirinya penting cenderung lebih terlibat, berpartisipasi, dan berhasil.

Peran Pendidik dalam Memupuk Rasa Memiliki

Pendidik berada dalam posisi unik untuk memberikan dampak yang bertahan lama pada kehidupan siswa mereka. Sikap, perilaku, dan praktik yang mereka adopsi dapat secara signifikan memengaruhi cara siswa memandang diri mereka sendiri dan tempat mereka dalam komunitas akademis.

* Keaslian dan Kehangatan: Sejak awal semester, penting untuk menunjukkan perhatian yang tulus terhadap keberhasilan siswa. Bahkan anak-anak kecil dapat membedakan antara kehangatan yang tulus dan kebaikan yang dipaksakan dan bersifat performatif. Tampilan kehangatan yang konsisten membantu menciptakan suasana kepercayaan dan rasa memiliki.

* Pendekatan Kolaboratif: Daripada mengambil sikap otoriter, para pendidik harus merangkul kemitraan kolaboratif dengan siswa mereka. Hal ini memerlukan pengakuan bahwa siswa dan sekolah bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Saling menghormati dan komunikasi terbuka dapat mengubah dinamika guru-siswa tradisional, membuat siswa merasa bahwa suara mereka penting.

* Dorongan Bukan Penghakiman: Salah satu aspek utama dalam menumbuhkan rasa memiliki adalah meyakini bahwa siswa ingin belajar dan berhasil. Mendorong mereka melalui kesempatan untuk berkembang, daripada hanya menilai kinerja mereka, memperkuat gagasan bahwa kehadiran mereka di kelas dihargai. Memberikan umpan balik yang memungkinkan revisi dan perbaikan dapat membantu menanamkan rasa percaya diri.

Memperluas Perspektif: Inklusi di Luar Kelas

Rasa memiliki melampaui kelas-kelas individual---rasa memiliki meresap ke seluruh lingkungan sekolah. Bagi banyak siswa, terutama mereka yang berasal dari latar belakang terpinggirkan, perasaan bahwa mereka adalah orang luar di ruang akademis dapat menyebar luas. Di sinilah lembaga perlu mengatasi masalah yang lebih luas terkait dengan representasi dan identitas.

* Dekolonisasi Kurikulum: Pendidik harus berusaha untuk memastikan bahwa materi pelajaran mereka mencerminkan beragam perspektif dan suara. Menggabungkan karya dari penulis dengan latar belakang, ras, dan budaya yang berbeda membantu siswa melihat diri mereka sendiri dalam kurikulum, memerangi perasaan sindrom penipu. Penting untuk menilai bagaimana konten kelas berbicara tentang identitas siswa, memastikan bahwa tidak ada yang merasa dikucilkan atau "diasingkan."

* Membuat Pembelajaran Relevan: Menghubungkan materi kursus dengan isu-isu sosial atau lingkungan di dunia nyata dapat menunjukkan kepada siswa bahwa pembelajaran mereka tidak terbatas di kelas. Memahami bagaimana pengetahuan mereka dapat memengaruhi dunia memberi mereka rasa memiliki tujuan dan rasa memiliki terhadap sesuatu yang lebih besar daripada sekadar lingkungan akademis langsung.

* Mengakui Perjuangan: Memanusiakan pendidik dengan berbagi perjuangan akademis pribadi dapat menjadi cara yang ampuh untuk membantu siswa menyadari bahwa kesempurnaan bukanlah standar. Ketika instruktur berbagi perjalanan mereka sendiri, siswa yang mungkin merasa tidak sesuai dengan citra "siswa teladan" dapat menemukan kepastian bahwa mereka juga termasuk.

Strategi Praktis untuk Membangun Komunitas Rasa Memiliki

Selain perubahan sikap dan perspektif, strategi praktis dapat lebih jauh menanamkan rasa kebersamaan di dalam kelas.

* Pelajari Nama Siswa: Menggunakan nama siswa tidak hanya mengakui kehadiran mereka tetapi juga memberi sinyal bahwa mereka adalah individu yang diakui di kelas. Mungkin ini tampak seperti hal kecil, tetapi mendengar nama sendiri dapat berdampak besar pada rasa memiliki seseorang.

* Pikirkan Ulang Tugas Berisiko Tinggi: Pertimbangkan untuk menawarkan lebih banyak penilaian berisiko rendah atau formatif yang memungkinkan revisi berdasarkan umpan balik. Pendekatan ini memberi isyarat kepada siswa bahwa fokusnya adalah pada pertumbuhan dan pembelajaran mereka, bukan penilaian satu kali atas kemampuan mereka.

* Pertemuan Pribadi: Di awal semester, bertemu sebentar dengan setiap siswa dapat menumbuhkan hubungan yang lebih dalam. Pertemuan ini tidak harus lama, tetapi dapat mengomunikasikan bahwa pendidik ingin memahami siapa siswa mereka dan apa yang memotivasi mereka. Hubungan pribadi dapat menjadi sangat penting dalam membuat siswa merasa dihargai.

Membangun Komunitas Kelas

Menciptakan lingkungan yang inklusif berarti mengajak siswa ke dalam proses membangun komunitas yang ingin mereka ikuti.

* Pedoman Komunitas: Di awal tahun ajaran atau semester, undang siswa untuk bersama-sama membuat serangkaian "Peraturan Komunitas." Pedoman ini dapat membantu mengatur interaksi dengan instruktur, sesama siswa, dan selama diskusi kelompok. Proses kolaboratif ini dapat membuat siswa merasa terlibat dalam lingkungan tersebut dan lebih bertanggung jawab satu sama lain.

* Pertemuan Kelas: Menggelar pertemuan mingguan atau dua mingguan yang singkat seperti pertemuan keluarga memungkinkan siswa untuk mendiskusikan perasaan mereka tentang kelas, kemajuan mereka, dan masalah apa pun yang mungkin mereka miliki. Hal ini juga memberi mereka wadah untuk mendengar dari orang lain, menumbuhkan rasa memiliki bersama dan saling mendukung.

* Membina Sudut Pandang yang Beragam: Mendorong dialog terbuka dan menerima berbagai perspektif sangatlah penting. Siswa harus merasa nyaman dalam mengungkapkan sudut pandang mereka tanpa takut dihakimi. Mencontohkan rasa ingin tahu daripada kritik dapat membantu siswa merasa lebih aman untuk berbagi pemikiran mereka.

Hindari Mengkategorikan Siswa

Memberikan label kepada siswa sebagai "berisiko", "generasi pertama", atau "non-tradisional" secara tidak sengaja dapat menciptakan hambatan untuk menjadi bagian dari kelompok. Meskipun kategori-kategori ini sering digunakan dengan maksud baik, kategori-kategori ini dapat mengisolasi individu dan memperkuat gagasan bahwa mereka berbeda dari siswa lainnya. Sebaliknya, fokuslah pada kesamaan yang mengikat siswa, sambil mengakui dan menghargai pengalaman unik mereka tanpa mengucilkannya.

Kesimpulan: Menjadi Bagian dari Kelompok Adalah Proses yang Berkelanjutan

Pada akhirnya, menciptakan rasa memiliki di kelas dan di sekolah adalah proses yang berkelanjutan. Hal ini dibangun melalui tindakan, sikap, dan praktik kolektif para pendidik, administrator, dan siswa. Hal ini memerlukan kesengajaan, empati, dan komitmen berkelanjutan untuk menciptakan ruang inklusif di mana setiap siswa merasa bahwa mereka adalah bagian penting dari komunitas. Rasa memiliki bukanlah sesuatu yang dapat dibuat-buat---rasa memiliki dipupuk melalui hubungan yang tulus, kepedulian, dan penegasan yang konsisten bahwa kehadiran setiap orang itu penting.

***
Solo, Sabtu, 14 September 2024. 9:19 am
Suko Waspodo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun