Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perangkap yang Dibungkus Gula: Mengenali dan Mengatasi Sikap Positif Palsu

13 Agustus 2024   19:50 Diperbarui: 13 Agustus 2024   19:55 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Newsweek

Skenario Sehari-hari yang Menyorot Kepositifan Palsu

* Pengabaian Akibat Patah Hati: Setelah putus dengan Joe, Khalil mencari pelipur lara dari sahabatnya, tetapi dia malah ditanggapi dengan, "Baguslah! Lagipula, kamu lebih tampan daripada Joe." Alih-alih menanggapi rasa sakit Khalil, komentar sahabatnya justru meremehkan emosinya.

* Meminimalkan Kesedihan: Andi berduka atas meninggalnya ibunya setelah lama berjuang melawan kanker. Di pemakamannya, para hadirin berkomentar, "Dia memang sudah tua, dan setidaknya kamu tidak perlu merawatnya lagi." Pernyataan seperti itu tidak hanya membatalkan kesedihan Andi, tetapi juga mengurangi perjalanannya sebagai pengasuh menjadi tugas yang memberatkan.

* Mengabaikan Kekerasan Emosional: Tatiana merasa diremehkan oleh komentar merendahkan dari suaminya. Tanggapan ibunya? "Bisa jadi lebih buruk; dia bisa jadi salah satu pria yang memukuli istrinya." Perbandingan ini melemahkan perasaan Tatiana dan menormalkan kekerasan emosional.

* Klise Kehilangan Pekerjaan: Frida, setelah kehilangan pekerjaannya, mengungkapkan ketakutannya di media sosial. Respons seperti "Tetaplah positif," "Kamu bisa melakukannya," atau "Hanya getaran positif!" membanjiri komentarnya, tidak menawarkan banyak dukungan atau solusi yang tulus.

Skenario-skenario ini menggarisbawahi bagaimana kepositifan palsu, bahkan ketika dimaksudkan dengan baik, dapat mengabaikan perasaan yang tulus, menghambat pemrosesan emosi, dan melanggengkan situasi yang tidak sehat.

Bahaya Tersembunyi dari Kepositifan Palsu

Meskipun kepositifan sering dipuji sebagai landasan ketahanan mental, kepositifan yang dipaksakan atau palsu dapat memiliki efek yang merugikan:

* Penekanan Emosional: Terus-menerus menutupi perasaan yang tulus dengan kepura-puraan positif dapat menyebabkan emosi yang tidak terproses, yang mengakibatkan peningkatan stres dan potensi masalah kesehatan mental.

* Pengabaian: Ketika orang lain memaksakan kepositifan pada perjuangan kita, kita dapat merasa seperti pengalaman dan perasaan kita diabaikan, yang mengarah pada perasaan terisolasi dan kesalahpahaman.

* Stagnasi: Dengan menutup-nutupi masalah, kita mungkin menghindari penanganan akar penyebabnya, yang berujung pada masalah yang berkepanjangan dan menghambat pertumbuhan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun