Kajian pemikiran bermuara pada anggapan bahwa pemerintah yang menjadi pemangku kebijakan justru menjelma menjadi pemerintahan yang menegakkan nila-nilai kapitalisme bahkan terdapat anggapan bahwa pemerintahan saat ini telah mencederai amanat demokrasi.
Konflik antara tiga elemen masyarakat (akademisi, organisasi buruh, dan pengusaha) tidak berhenti pada adu argumentasi. Puncak konflik terjadi usai DPR RI mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
Demonstrasi besar-besaran terjadi di ibu kota maupun daerah-daerah. Masyarakat dari kalangan buruh dan mahasiswa menilai bahwa pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja terkesan terburu-buru dan menutup pintu masukan aspirasi dari kalangan buruh.
Pandangan Mazhab Positivisme
Dalam artikel ilmiah berjudul Ketimpangan Sebagai Penyebab Konflik: Kajian Atas Teori Sosial Kontemporer (Zuldin, 2019) menyebutkan bahwa mazhab positivis didasarkan pada pemikiran dua tokoh, yaitu Ralph Dahrendorf dan Lewis Coser. Mazhab ini memiliki fokus analisa pada dinamika dalam struktur sosial.
Sederhananya, mazhab positivis memandang bahwa tidak ada masyarakat yang tidak terlepas dari konflik, terlebih masyarakat membentuk struktur. Dalam pandangan Marxis, hal ini disebut kelas sosial.
Mazhab positivis memandang bahwa adanya konflik menunjukkan masyarakat dapat dipersatukan melalui kooptasi atau pemaksaan diterimanya aturan baru untuk menggantikan aturan lama, atau secara eksplisit kita dapat menyebutnya sebagai upaya penundukan.
Pemetaan Konflik
Dalam konflik UU Omnibus Law Cipta Kerja melibatkan dua pihak yang menjadi pihak-pihak inti yang bertikai, yaitu pemerintah dan buruh. Namun, di balik dua pihak inti yang saling bertikai terdapat subkelompok yang turut mengambil peran sebagai pendukung masing-masing pihak yang saling bertikai.
Dua kelompok yang saling bertikai adalah pemerintah dan rakyat. Subkelompok yang berada di pihak pemerintah sebagai pemegang kendali kuasa dalam memutuskan kebijakan adalah presiden, DPR RI, pengusaha, dan sebagian akademisi. Sementara subkelompok yang berada di pihak rakyat adalah mahasiswa, kelompok tani, LSM, dan sebagian akademisi.
Konflik yang terjadi pada dasarnya disebabkan karena perbedaan posisi, kepentingan, dan kebutuhan antara pihak-pihak yang bertikai. Pemerintahan saat ini memandang pentingnya mempertahankan eksistensi di kancah internasional dengan turut serta dalam gelombang industrialisasi.Â
Meskipun pada dasarnya, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi kemandirian yang besar karena kekayaan atas sumber daya alam baik di darat maupun di laut, namun sepertinya pemerintah enggan memaksimalkan pemberdayaan sumber-sumber alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Indonesia.
Konteks kapitalisme telah menghiasi wajah industrialisasi, terutama kegiatan industri yang berasal dan modal asing.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!