Lalu bagaimana kebutuhan rakyat? Rakyat membutuhkan hal yang sederhana saja, kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan bagi anak-anak mereka. Itu saja. Bagi kelompok buruh, kesejahteraan ada pada upah yang seimbang dengan tenaga yang mereka keluarkan saat bekerja.Â
Kesehatan terletak saat perusahaan memberi jaminan kesehatan dan keselamatan bekerja, dan terjaminnya pendidikan anak-anak mereka terletak pada kejelasan masa kerja mereka yang berdampak pada perencanaan dana pendidikan anak-anak mereka.
Tiga aktor dalam konflik Omnibus Law Cipta Kerja menunjukan pada tiga konteks posisi, kepentingan dan kebutuhan yang berbeda. Kendalinya ada pada pemerintah.
Saat regulasi pemerintah dinilai memihak tanpa menunjukkan keseimbangan antara kepentingan pemodal asing dengan kepentingan rakyat, maka konflik pun akan terjadi.
Hubungan antara pemodal, pemerintah dan rakyat (khususnya kalangan buruh) merupakan suatu hubungan yang disebut hubungan industrial. Dr. Cosman Batubara, sosok mantan Menteri Tenaga Kerja pada era Presiden Soeharto menuliskan bahwa setiap pelaku dalam hubungan industrial selalu berusaha mempertahankan kepentingannya.Â
Ini menyebabkan konflik dalam hubungan industrial atau yang disebut oleh Karl Marx sebagai konflik antar kelas proletar dengan kelas borjuis. Ini juga yang terjadi dalam konflik UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Karena para pemodal asing, pemerintah dan rakyat (khususnya kelompok buruh) berusaha mempertahankan kepentingannya, maka yang terjadi adalah pemodal asing akan menuntut kebutuhannya terpenuhi seperti upah murah dan kemudahan memperoleh izin mengeksplorasi SDA.
Pemerintah tetap pada kepentingannya yaitu menarik investor asing untuk menanamkan modal, maka tidak heran jika kemudian praktik kooptasi (pemaksaan diterimanya aturan baru untuk menggantikan aturan lama) dilakukan oleh pemerintah.
Pemerintah akan menjadi keras kepala dan tetap melakukan pengesahan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Sementara itu rakyat dari kelompok buruh mempertahankan kepentingannya untuk mendapatkan kepastian masa kerja, kepastian jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dan kepastian kesejahteraan.
Karena sikap yang mempertahankan kepentingan masing-masing inilah tercipta persepsi-persepsi di antara pihak-pihak yang bertikai. Rakyat baik dari kelompok buruh, petani maupun mahasiswa memandang pemerintah telah mencederai amanat demokrasi dan berpihak pada kapitalis.Â
Sementara pemerintah menganggap perlawanan masyarakat terhadap UU Omnimbus Law tidak memiliki dasar dan ditunggangi kelompok kepentingan politis (oposisi pemerintah).