Mohon tunggu...
Sukmasih
Sukmasih Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Resmi

Menulis berbagai hal dari sudut pandang kajian ilmu komunikasi. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Daun Terakhir

22 Agustus 2020   08:03 Diperbarui: 22 Agustus 2020   07:55 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Herman khusyuk dengan gelas kopinya. Si mata hitam bangun dan melangkah menjauh dari Herman. Sekali lagi, Herman mendengar hembus nafas yang berkurang.

Si mata hitam pernah berkata bahwa manusia berada dikesempurnaan karena Tuhan sangat dekat dengan manusia. Tak peduli manusia itu suci atau berdosa, katanya Tuhan selalu berada di dekat manusia. Di setiap aliran darah manusia, di setiap tegaknya tulang belakang, di setiap sendi, di setiap nadi, di setiap nafas, di sanalah Tuhan berada.

Betapa tidak tahu dirinya manusia, sehingga mereka di sebut orang-orang, sebab mereka bukan murni manusia lagi, mereka terikat keakuan, hingga Tuhan tertutup oleh aku.

Daun kering baru jatuh dari pohon yang hampir mati, tertinggal tiga helai yang menanti berjatuhan lagi. Si kasir menatap secarik kertas daftar barang yang akan masuk ke minimarket. 

Si mata hitam melangkah menuju pintu keluar minimarket. Dan Herman masih khusyuk dengan kopi dinginnya.

Keakuan para manusia, membuat mereka menjadi orang-orang tak tahu diri. Namun tetap saja Tuhan berada di dekat manusia, bukan di dekat malaikat.

Sekali lagi, Herman mendengar nafas yang berkurang, daun kering yang tersentuh angin terjatuh ke bawah dan tersisa dua daun. Si mata hitam telah berada di luar minimarket, si kasir mengawasi kuli panggul yang menurunkan barang, sesekali belulang tangannya membantu si kuli panggul. Dan daun kering kembali jatuh dan tersisa satu.

Herman memejamkan matanya dan daun terakhir jatuh. Jeritan mengiringi, luka menganga, namun sakit tak dapat dikatakan, daun terakhir telah jatuh digugat angin, nafas si kasir telah habis, dan si mata hitam telah pergi. Raga si kasir telah kosong, di kerumuni orang-orang sekitar minimarket. Luka dalam terlihay di kepala si kasir, dan Tuhan telah jauh dari raga si kasir.

Begitulah hidup manusia, keakuan akan hilang ketika kata inna lillahi telah terucap, dan Tuhan telah jauh. Roh menunggu waktu untuk digugat.
Begitulah keseharian Herman, membaca kapan daun terakhir dari orang-orang akan jatuh. Kelak, ia akan membaca daun terakhir pohon kehidupannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun