Dalam konteks ini, kita dapat memahami ada beberapa hal yang dapat dikendalikan manusia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak dapat mengendalikan keadaan.
Covid-19 menjadi keadaan yang menekan berbagai kalangan, baik masyarakat umum maupun pemerintah.
Keadaan buruk akibat pandemi Covid-19 tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Yang dapat dikendalikan manusia adalah sikap kita saat menghadapi keadaan yang menekan.
Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) seperti memakai masker, menjaga jarak fisik, menghindari keramaian, dll adalah reaksi kita terhadap maraknya penularan Covid-19.
Kita tidak dapat mengendalikan Covid-19 yang sudah terlanjur menyebar tanpa diketahui obatnya. Saya rasa bukan sikap yang bijak jika kita memilih untuk tidak mempercayai keberadaan Covid-19.
Meskipun terdapat beberapa masyarakat yang tidak mempercayai keberadaan Covid-19, hal ini justru menjadi PR tambahan bagi pemerintah. Karena sikap masyarakat yang tidak percaya dengan keberadaan Covid-19 justru akan memperparah kondisi saat ini.
Perspektif Komunikasi
Pada dasarnya, kebijakan pemerintah mengenai protokol kesehatan dan wajib Masker tak dapat lepas dari peran komunikasi. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menekan angka kasus Covid-19 di tengah pemulihan ekonomi, sebenarnya menghasilkan sebuah perubahan sosial secara masif.
Masyarakat yang sebelumnya tidak terbiasa menggunakan masker kini dituntut keras untuk menggunakan masker.
Namun,.manusia tetaplah manusia. Terkadang sisi keras kepala dan egois menjadi tantangan tersendiri dalam menerapkan regulasi ini.
Bidang ilmu komunikasi melalui teori Health Believe Model (Rosenstock) menjelaskan bahwa perubahan perilaku sosial terhadap pandangannya tentang kesehatan merupakan hasil dari keyakinan individu terhadap kerentanan terhadap penyakit, tingkat keparahan penyakit, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perilaku yang dapat mencegah penyakit tersebut, dan manfaat dari melakukan perilaku yang dapat mencegah perilaku tersebut.