Mohon tunggu...
Sukmawati
Sukmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Bukan siapa-siapa

Suka melancong

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Horor dalam Tradisi

3 Agustus 2024   05:46 Diperbarui: 3 Agustus 2024   09:41 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Penampilan Seniman Boyke Sulaiman dalam Berpuisi

Ketika malam semakin larut dan kegelapan mulai merayap, kadang kita merasa  ada sesuatu yang tak kasat mata sedang mengintai.

Di sudut-sudut gelap, suara-suara samar pun bergema, seakan ada sosok yang berbisik dari dunia lain.

Pernahkah kamu merasakan ada sepasang mata yang mengawasi dari balik tirai atau mendengar langkah kaki di lorong rumah kita ketika kamu sendirian?

Nah, saya pernah merasakan ini, bahkan mungkin sering manakala saya sedang  sendirian di rumah, apalagi kalau rumah itu besar. Sepertinya ada sesuatu yang sedang mengintai saya, tentu saja saya tidak akan bisa tenang dengan situasi seperti itu. 

Ada orang yang bilang, seseorang yang memiliki ketakutan, berarti tidak punya Tuhan. Saya tidak setuju dengan statement tersebut, karena menurut saya, rasa takut yang dimiliki seseorang itu adalah manusiawi. Dan ini horor banget sih....

Ngomongin soal horor, akhir-akhir ini cerita horor memang menjadi topik pembicaraan di mana-mana. Entah apa sebabnya, bagaimana cerita ini mendapat perhatian luas padahal cerita horor boleh dikatakan bukan "barang" baru.

Seperti film di era 70 hingga 80-an yang dibintangi Suzanna banyak mengangkat tema horor. 

Termasuk dalam sastra modern Indonesia pun kita sering menjumpai cerpen-cerpen Riyono Paktikto yang menampilkan kisah horor yang digali dari dunia gaib.

Dokpri Litkom
Dokpri Litkom
Dan hingga kini masih banyak orang memperbincangkan cerita horor, termasuk menyukainya.  Bahkan dalam popularitas film, acara TV horor dan buku soal horor meningkat, ini menunjukkan bahwa genre horor memiliki banyak penggemar.

Pasalnya, cerita horor menarik perhatian dimana dapat memicu adrenalin dan memberikan sensasi ketakutan yang aman. 

Selain itu cerita horor dianggap menarik karena mengeksplorasi tema-tema psikologis, supranatural dan misteri yang memancing rasa penasaran.

"Bagi masyarakat Jawa, horor yang berasal dari dunia gaib tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan dunia gaib, juga digunakan untuk meraih dan melegitimasi kekuasaan saja serta pengobatan psikis maupun fisik karena dilakukan secara turun temurun selama ratusan tahun. Horor mestinya ditempatkan sebagai sebuah budaya yang sejajar dengan budaya-budaya lain" Jelas  Yon Bayu Wahyono dalam Diskusi Meja Panjang di Aula PDS HB Jassin, Kompleks Taman Ismail Marzuki, pada Jumat, 26 Juli 2024.

Dalam diskusi yang dihadiri lebih dari 100 peserta tersebut, atau di luar ekspektasi karena perkiraan sekitar 50 peserta, Yon Bayu menyatakan, bahwa raja-raja di Jawa membutuhkan makhluk gaib untuk menopang kekuasaannya. 

Seperti  cerita tentang Wahyu keprabon, di mana jika seseorang mendapat Wahyu tersebut maka sah menjadi penguasa atau raja dan ini sudah ada sejak zaman Ken Arok pendiri kerajaan Tumpel (Singhari) hingga penembahan Senopati pendiri Kerajaan Mataram Islam . 

"Wahyu bersifat gaib. Wahyu yang diterima Ken Arok melalui perantara betis Ken Dedes, sementara Wahyu burung Gagak Enprit yang menjadi legitimasi keturunan Ki Ageng Pemanahan menjadi penguasa Tanah Jawa, dan diturunkan melalui buah kelapa.

Baik Wahyu yang diterima Ken Arok, maupun raja-raja Jawa lainnya tidak perlu pembuktian karena bersifat gaib", Kata Yon Bayu, penulis novel prasa, Operasi Tanpa Nama.

Dokpri Yon Bayu Pembicara Utama
Dokpri Yon Bayu Pembicara Utama
Lanjut Yon Bayu Selaku Pembicara Utama pada Diskusi Meja Panjang tersebut, bahwa makhluk gaib juga menjadi sarana pengobatan hingga kini dan  jasa paranormal atau dukun gaya baru masih dipercaya bahkan menjadi junjungan tokoh-tokoh ternama,  yang rela mengeluarkan uang ratusan juta hingga miliaran rupiah demi pengobatan sampai bantuan secara gaib untuk meraih kedudukan politik. 

Sementara dalam seni hiburan hampir semuanya berhubungan dengan makhluk gaib baik secara langsung atau hanya sarana. Seperti sintren dan kuda kepang, permainan yang melibatkan makhluk gaib secara langsung. Termasuk pengelaran wayang kulit juga membutuhkan bantuan makhluk gaib untuk menunda hujan.

Tanpa disadari sejak lahir sampai mati manusia Jawa hidup bersisian dan berkelindan dengan makhluk gaib. Bahkan saat lahir sudah membawa makhluk gaib yang disebut sedulur pancer. Seperti mempercayai ari-ari dan orok bersaudara. ari-ari hidup di alam gaib dan orok hidup di alam fana.

Horor pun hanya untuk mengeksploitasi ketakutan dan sensualitas tubuh perempuan berdasarkan pada cerita kaum urban atau urban legend.

Namun  dampaknya semua budaya Jawa yang berkelindan  dengan makhluk gaib atau horor mendapat stigma yang sama.

Makanya sudah saatnya horor yang berasal dari kebiasaan dan tradisi masyarakat Jawa, diakui sebagai budaya.

 Dengan demikian karya fiksi yang berlatar budaya mistis Jawa, sepanjang ditulis dengan kaidah-kaidah sastra yang benar adalah sastra horor" Tegas Yon Bayu, yang punya hobi menyanyi juga, tapi kalau soal suka berdendang tidak banyak yang tau.

Diskusi Meja Panjang Sastra Horor, meski bertema horor, namun sangat menarik apalagi dihadiri dari berbagai profesi, seperti, ada Ketua DSJ Remmy novaris DM, perwakilan PDS HB jassin Dini Dwi Utari, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Mujizah,  mantan kepala pelaksana PDS HB Jassin  Ariany Isnamurti, Ketua JSM Riri Satria, Sastrawan  Kurnia Effendi, Sutradara teater Arief Akbar Bsa, penulis cerita horor Ikhwanul Halim, cerpenis Fanny Jonathan Poyk, Budayawan Bambang  Widiatmoko, penggiat literasi sekolah yang juga penyair Ujang Kasarung.

Dokpri Bersama Sutradara Guntoro Sulung
Dokpri Bersama Sutradara Guntoro Sulung
Juga ada Sutradara film Guntoro Sulung dan Budi Maryono, para kompasianer, anggota komunitas Pelestari Budaya Nusantara,  para sastrawan, budayawan hingga pelajar dan mahasiswa, dengan dipandu oleh Piet Yuliakhansa,  dan moderator penyair Nanang R Supriatin, yang juga dengan pembacaan puisi yang sangat memukau dari Boyke Sulaiman dan Elisa Koraag.

Dokpri, Ni Made Sri Andani, saat menjelaskan tentang horor 
Dokpri, Ni Made Sri Andani, saat menjelaskan tentang horor 
Sementara menurut Ni Made Andani Selaku Pendamping pada Diskusi Meja Panjang tersebut, lebih menyoroti tentang fungsi cerita horor sebagai motivasi.

 Contohnya, cerita tentang orang yang bangkrut karena memelihara burung perkutut dan setelah melepas burung itu ekonominya kembali membaik.

"Secara simbolis kita diajak untuk tidak mengekang burung dalam sebuah sangkar karena alamnya hidup di alam bebas.

Bukankah aneh ketika kita ada yang mengklaim pecinta binatang tetapi mengekang burung dalam sangkar" ujar Andani yang juga seorang dokter hewan.

Sementara menurut Sunu Wasono Selaku Pembanding pada Diskusi Meja Panjang tersebut, selain sebagai penulis senior yang tulisannya tersebar di Kompas, Republik, Jawa Pos dan masih banyak media lain, juga pensiunan Dosen, mengakui, kalau dirinya tidak pada posisi berseberangan dengan Yon Bayu menyoal cerita horor.

"Memang demikianlah latar belakang budaya yang mendasari munculnya kisah-kisah horor yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh supranatural, dan kalau ditelusur ke belakang orientasi ke dunia gaib niscaya berkaitan dengan sistem kepercayaan yang telah lama berakar pada masyarakat kita, dan sesuatu yang telah lama mengakar dan menjadi kepercayaan rasanya tidak akan hilang begitu saja," ujar Sunu Wasono yang pernah dosen tamu di La Trobe University Melbourne Australia tahun 1992.

Beliau juga mengatakan, bawa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dengan sendirinya menghilangkan kepercayaan orang kepada hal yang gaib, justru produk teknologi dapat digunakan untuk memperkukuh kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib.

"Jadi keberadaan cerita horor yang idenya digali dari atau terinspirasi oleh kepercayaan orang tentang dunia gaib sah-sah  saja, kalau ada sesuatu yang perlu dipersoalkan dari gagasan yang disampaikan Yon Bayu, barangkali adalah pernyataannya bahwa cerita horor harus dapat diterima oleh semua kalangan.

Dokpri 
Dokpri 
Ini harus  diskusikan yaitu kalimat harus dapat diterima semua kalangan, karena sebuah karya yang dianggap berkualitas sekalipun,   belum tentu dapat dikatakan atau bahkan sudah dipastikan tidak dapat diterima semua kalangan,  karena setiap jenis karya termasuk cerita horor memiliki pembacanya sendiri.

Karena penerimaan karya oleh pembaca sangat dipengaruhi banyak hal,  bisa karena di luar selera, karena usia, jenis kelamin, pengalaman, termasuk pendidikan, dan ini turut menentukan diterima tidaknya suatu karya.

Jadi kita tidak perlu mengharuskan semua kalangan dapat menerima keberadaan cerita horor, biarlah masyarakat yang memiliki jenis karya sastra apa yang disukainya," lanjut Sunu Wasono.

Namun cerita horor banyak manfaatnya, cerita horor punya hak hidup, sedikit banyaknya cerita horor juga mencerminkan budaya Nusantara, yang pastinya di setiap budaya memiliki tradisinya masing-masing termasuk jejak Horor.

Salam HOROR -sukma-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun