"Siap ndan," jawabku sambil menganggkat tanganku dalam sikap hormat.
Kemudian letnan Gunadi menyuruhku mengenakan seragam militer. Seragam militer yang baru saja diterima. Dengan tanda pangkat kopral satu aku bangga dengannya. Letnan dua Gunadi juga berseragam lengkap.
Kemudian dia menyuruh aku mengambil jeep di garasi asrama. Pukul tujuh malam kami berdua meninggalkan Benteng Van De Brug. Kusetir Jeep itu menuju ke timur melewati Puro Paku Alam lalu ke selatan menuju Tungkak. Dari Tungkak ke timur dan jeep menuju kampung Pakel.
Kami berhenti di sebuah rumah dengan halaman yang agak luas. Aku terkejut ketika pintu depan rumah itu terbuka dan seorang gadis cantik muncul dari balik pintu. Ternyata gadis itu si Aminah, gadis palang merah pujaanku. Gadis yang kuimpikan.
Perasaan cemburu membuatku gemetar. Apa lagi ketika letnan Gunadi mengeluarkan kotak kecil dari sakunya. Kotak itu dibukanya. Kulihat dalam kotak itu sebuah cincin emas dengan mata berlian.
Hatiku hancur berkeping-keping ketika letnan Gunadi menyerahkan kotak itu kepada Aminah.
"Maukah dhik Aminah menjadi isteriku?" ucap letnan Gunadi.
Gadis itu menganguk.
Sekilas pandanganku menjadi gelap.
..................................
"Donya kuwi ora mung sak godong kelor, pral," Abu Sujak menghiburku.