Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buket Bunga Mawar

8 Agustus 2021   20:02 Diperbarui: 8 Agustus 2021   20:30 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BUKET BUNGA MAWAR 

Sukir Santoso

"Kau harus segera menikah, Harni,"kata ibuku." Semua temanmu sudah menikah, sudah punya anak. Jangan hanya memikirkan karir saja. Carilah suami."Itu kata ibuku setahun yang lalu di pernikahan Sumi teman akrabku di SMP.

Sumi sudah dapat menanggalkan predikatnya sebagai perawan kaseb. Perawan kaseb atau perawan tua. Itu adalah sebutan yang menyakitkan bagi perempuan seusiaku yang belum mendapatkan suami. Itu di desaku. Dan itu menyakitkan bagi orang tuaku, karena memiliki anak perawan yang tidak laku seperti aku.

"Bila kamu tidak dapat mencari suami sendiri, apa ibu dan ayahmu yang harus mencarikanya?"

Sore itu aku merenungkan kata-kata ibuku. Yah, perawan kaseb atau perawan tua. Bagiku memang tidak begitu menyakitkan. Dengan kesibukanku sebagai dosen dan berbagai kegiatan aku tak begitu memikirkan. Namun bagi ibuku?

Kasihan beliau. Aku anak perempuan satu-satunya. Semua saudaraku sudah menikah. Mas Herman sudah punya 3 anak dan sudah memiliki cucu. Mas Harjanto dan mas Harjuno juga sudah punya anak. Bahkan adikku bungsuku Tito anaknya sudah kelas 5 SD. Tinggal aku yang belum menikah. Dan aku adalah perempuan.

Deringan Whatsapp Call menghentikan lamunanku. Bayu mengundangku untuk datang di ulang tahunnya nanti malam.

"Mbak Harni harus datang, harus!"suara di seberang.

"Kok memaksa?"kataku.

Bayu adalah mahasiswaku di semester akhir. Kebetulan aku sebagai pembimbing skripsinya. Dia mahasiswa cerdas. Tulisan-tulisannya di media sangat bagus untuk ukuran seorang mahasiswa. Wajahnya tampan. Bentuk tubuhnya mesomorfik menurut somatotype William Herbert Sheldon. Posturnya bagus, kekar berotot dengan pinggang sempit.

Aku membuka wardrobe dan memilih gaun yang akan kukenakan nanti malam. Beberapa gaun muslim yang baru saja aku beli nampaknya kurang cocok. Akhirnya aku tertarik pada Kanaya dress lamaku. Gaun model gamis brokat itu kurasa cocok untuk menghadiri pesta si Bayu.

Aku menelpon karyawan Carwash untuk mencuci Civic hatchback-ku. Mobil yang kubeli satu tahun yang lalu dari uang hasil proyek penelitian.

Yah, bila disebut mapan seperti kata ibuku, aku sudah mapan. S1 dan S2 cumlaude Universitas Gadjah Mada. Ph.D dari Departemen Psikologi dari perguruan tinggi terkenal di Amerika, Stanford University. Seorang dosen, sekaligus seorang konsultan. Sudah memiliki rumah dan mobil.

Hanya seorang suami yang belum kumiliki. Pada usiaku tiga puluh sembilan tahun.

Dengan membawa kado yang tadi sore kubeli di sebuah butik, kukendarai hatchback-ku keluar dari komplek Bale Mulia Residence menuju asrama mahasiswa di Pogung.

Aku memang tertarik dengan mahasiswa itu. Selalu bisa tampil di mana-mana. Dia aktif di Forum Seminar Dosen dan Mahasiswa, kegiatan pecinta alam naik turun gunung, arung jeram, dan juga kegiatan entertainment, terutama musik.

Dia tampan lembut tetapi tidak cengeng. Sedikit agresif. Yang sering membuatku selalu teringat, dia sering menggodaku dengan godaan-godaan nakalnya. Meskipun agak kelewatan, aku merasa senang.

Kubawa mobilku melewati jalan Kebonagung, lewat depan Mc Donald Jombor, di Bunderan Jombor aku memutar ke kanan ke jalan Monjali. Setelah perjalanan sepuluh menit aku sampai tempat kost Bayu.

Sebuah kost di antara kost-kost eksklusif di Kawasan Pogung. Kost Bayu bukan kost eksklusif. Sebuah kost sederhana untuk mahasiswa yang berasal dari kalangan anak-anak desa atau yang datang dari kalangan keluarga biasa. Di depan deretan kamar-kamar kost itu ada sebuah Joglo. Dan di situlah tempat pesta diadakan. Sebuah pesta sederhana.

Do ruang pesta kulihat beberapa orang teman Bayu sudah hadir, beberapa aku mengenalnya dengan baik. Dia mahasiswa dan mahasiswiku. Aku mengambil duduk di antara beberapa mahasiswi.

Tiba-tiba aku agak sedikit terkejut ketika pak Giyo dosen seniorku datang.

"Sudah, lama bu Harni,"sapanya.

"Barusan saja. Selang beberapa menit saja dengan pak Giyo."

"Lha, si Bayu mana?" tanyanya.

Sejak aku datang tadi aku memang belum melihatnya. Mungkin mempersiapkan sesuatu di belakang, pikirku. Sementara band kampus teman-teman bayu menyajikan beberapa lagu.

Beberapa menit berselang Bayu keluar diiringi beberapa teman. Sesaat dadaku berdesir. Dengan setelan jas dari wool mengkilap berwarna abu-abu tua dia nampak elegan dan sangat tampan.

"Selamat datang, bu Harni,"sapanya.

"Selamat malam," jawabku.

Lalu Bayu menyalami pak Giyo dan teman-temannya.

Setelah doa dan sambutan dari pak Giyo tibalah acara tiup lilin dan menyanyi lagu selamat hari ulang tahun dilanjutkan pemotongan kue ulang tahun.

Setelah band menyajikan beberapa lagu, Nina sebagai pembawa acara meminta hadirin untuk jeda sejenak untuk menanti acara selanjutnya.

"Maaf bu. Bu Harni dimohon berkenan untuk berdiri di depan dekor Ulang Tahun," suaranya melengking. Aku meninggalkan tempat dudukku menuju depan dekor ulang tahun. Tak masalah, pikirku, ini hanya permintaan Foto Bersama.

Jantungku berdebar tak karuan ketika Nina menyuruh Bayu untuk berlutut di depanku.

"Bu Harni, saya sangat mecintai ibu. Sudikah ibu menerimanya?," kata Bayu  berlutut sambil menggangsurkan  buket bunga mawar ke tanganku.

Sesaat aku tak bisa berkata-kata. Aku juga tidak tahu apa yang harus kukerjakan. Berbagai perasaan bercampur aduk tidak karuan. Namun pelahan tanganku menyambut buket bunga mawar itu dan kuanggukkan kepalaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun