Mohon tunggu...
Muhammad Suhud
Muhammad Suhud Mohon Tunggu... -

Lahir di Aceh, 18 Juni 1966, alumni Fakultas Ekonomi, UIA Jakarta. Sejak tahun 1990 bekerja di sebuah NGO Nasional, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita, saat ini sebagai Manajer Sekretariat dan Koordinator Divisi Audio Visual. Sudah banyak memproduksi video untuk pemberdayaan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian Itu Pasti Datang...

4 Oktober 2012   04:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Pa…Pa.., Papa bangun... badan Papa panas, mimpi ya...” Dalam setengah sadar, terdengar istriku membangunkan aku.

Tangisku tak berhenti... “Aku mimpi kehilangan Ganeng.. aku tidak mau kehilangan dia”. Walau sudah terbangun dari tidur, aku tak bisa menghentikan tangisku. Aku terus menangis meraung-raung di malam sepi itu.

“Mana HP-ku totong telepon Imbar, mungkin dia sedang jaga Ganeng di RS, tanyakan kabar Ganeng sekarang” kataku memohon pada istriku.

Ternyata malam itu Imbar, adik bungsuku yang persis dibawah Ganeng sedang istirahat di rumah, yang jaga di RS giliran Bahar. Sambil terus menangis aku telpon Bahar “Gimana kabar Ganeng Har” kataku setelah terlepon tersambung.

Alhamdulillah sudah sehat kok Kang, ini sedang tidur pules dia, tadi sudah shalat Isya” kata Bahar mengabarkan.

Tit-tit-tit suara khas peralatan ICU terdengar sayup-sayup di antara suara Bahar. “Alhamudulillah, aku khawatir sekali. Barusan aku mimpi Ganeng, tapi saat ku peluk dia hilang” kataku, sambil terus sesenggukan.

“Tidak apa-apa kang, Insya Allah Ganeng akan selalu sehat. Mudah-mudahan itu cuma mimpi” Kata Bahar menenangkan aku.

Jawaban Bahar memang menyejukkan, tapi tangisku tak terhenti, backsound ruang ICU itu, selalu menghantuiku. Sambil terus menangis, aku beranjak ke kamar mandi. Berwudhu dan shalat Malam. Sambil terisak aku selesaikan shalat malam 2 rakaat, dan berdoa, memohon kesembuhan untuk adikku, tanpa sadar aku menangis lagi. “Ya Allah semoga ini hanya mimpi. Sayangilah tiga putrinya yang masih kecip-kecil, mereka belum siap kehilangan ayahnya. Sembuhkanlah adikku, agar ia bisa kembali berkumpul bersama keluarganya kembali. Amin ya Rab”.

Saat aku mengingat mimpi itu, mataku kembali basah, padahal aku sedang bekerja di depan komputer kantor. Tiba-tiba suara HP-ku berdering, dag-dig-dug, aku angkat telepon itu...

“Hud apakah tiket pesawatmu bisa dimajukan pulang siang ini ?” kata Yu Yah di ujung telepon. Jantungku berdegup kencang “Ya Allah, gimana perkembangan Ganeng Yu” tanyaku cemas.

“Kondisinya memburuk lagi” kata Kakakku di ujung telepon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun