Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemerdekaan berarti keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); kebebasan.
Pengertian kemerdekaan tersebut sangat tepat jika dikaitkan dengan kondisi yang dialami oleh seluruh masyarakat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote, ketika bebas dari penjajahan Belanda dan Jepang. Indonesia bebas dari penjajahan dan penindasan kedua bangsa penjajah tersebut.
Namun, pengertian kemerdekaan itu mesti dikaitkan dengan kondisi ril yang dialami oleh masyarakat sejak dikumandangkan dengan lantang lagu Indonesia Raya tahun 1945 hingga situasi saat ini.Terutama fakta yang dialami oleh guru-guru honeror di seluruh pesolok tanah air.
Saya kira, sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa guru-guru honorer yang mengabdi di sekolah-sekolah di Indonesia belum mengalami dan merasakan kemerdekaan itu. Sehingga muncul pertanyaan berikut.
Kenapa guru honor belum merdeka?
Setidak ada tiga faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama, Gaji yang tak layak. Sebuah fakta bahwa gaji honorer, baik yang di desa maupun yang di kota, sangat kecil. Bahkan tak layak.Â
Para guru honorer mengajar dari pagi hingga sore, seperti halnya jam kerja guru-guru PNS. Namun, upah yang didapatkan sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Upah mereka berbeda-beda. Ada yang mendapat upah Rp. 500.000/bulan. Adapula yang hanya mendapat Rp. 1.000. 000/bulan.
Menurut hemat saya, upah tersebut menunjukan bahwa guru-guru honorer belum sepenuhnya merdeka. Padahal, perjuangan mereka dalam mendidik dan mengajar anak-anak bangsa sangat luar biasa.
Karena upah yang kecil dan tak layak, setiap tahun selalu ada teriakan dan demonstrasi para guru honor.
Terutama ketika memperingati hari guru, 25 November. Para guru honor turun ke jalan, berteriak menyuarakan haknya untuk mendapatkan gaji yang layak. Para guru meminta negara agar peduli pada nasib mereka.
Namun, demonstrasi tersebut seperti teriakan seorang yang tersesat di hutan belantara. Tak ada satupun yang mendengar. Teriakan guru honor tak didengar oleh pemerintah. Buktinya, gaji mereka hingga sekarang belum mengalami perubahan signifikan.
Kedua, kebijakan yang kurang jelas. Pada juni 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem mengeluarkan kebijakan terkait gaji guru honor.
Nadiem mengatakan, "Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun Bantuan Operasional  Penyelenggara (BOP) PAUD dan pendidikan kesetaraan dipastikan dapat digunakan untuk mendukung kesiapan satuan pendidikan di masa darurat COVID-19. Tak terkecuali untuk pembayaran para guru honorer" (CNBCindoneaia.com, 16/6/2020).
Apa yang dikatakan Nadiem, menurut saya kurang jelas. Kebijakan itu menimbulkan tanya. Anggaran untuk gaji guru honor dari dana BOS nominalnya berapa? Apakah nominalnya tergantung kepala sekolah?
Pertanyaan-pertanyaan itu penting. Sebab, guru honor membutuhkan gaji yang pasti. Guru honor butuh perhatian yang sama dengan guru-guru PNS yang mendapat gaji yang layak.
Ketiga, guru honor tak digaji selama pandemi Covid-19. Ada fakta bahwa guru-guru honor yang mengabdi di sekolah-sekolah di daerah tidak mendapatkan gaji selama pandemi COVID-19.
Kebetulan, saudara saya mengajar di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Manggarai Barat, Flores. Dia bercerita bahwa sejak COVID-19 Merebak di Indonesia pada awal Maret lalu hingga bulan Juni, dia tidak mendapat gaji serupiah pun dari sekolah.
Oleh karena itu, dia kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan dia harus meminjam duit ke tetangga untuk membeli makanan, membayar listrik dan air setiap bulan.
Menurutnya, dia dan rekan-rekan guru tidak mendapat gaji lantaran anak-anak sekolah libur total. Anak-anak tidak bisa mengikuti pembelajaran secara daring dan luring, seperti anak-anak sekolah yang berada di perkotaan.
Mendengar dia bercerita, saya pun merasa iba. Saya mencoba membandingkan dengan situasi yang saya alami. Kebetulan, saya juga seorang guru honor di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Depok, Jawa Barat.
Meskipun guru honor, kata saya kepadanya, gaji kami masih lancar setiap tanggal 25. Gaji pokok hanya satu juta setengah. Uang transportasi dan uang berdiri tetap dihitung. Totalnya dua jutaan yang diterima setiap akhir bulan.
Gaji tersebut dicukup-cukupkan untuk kebutuhan bidup. Misalnya membayar kosan setiap bulan, beli bensin, uang makan, dan kebutuhan lainnya.
Ketiga hal di atas adalah realita yang tak dapat disangkal bahwa guru-guru honorer memang belum merdeka hingga saat ini. Guru-guru honorer belum bisa berdiri sendiri jika pemerintah tak peduli dan berpihak pada mereka.
Akhirnya, sebagai guru honor, saya berharap agar pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan nasib guru honor di negeri ini.
Saya kira, gaji yang layak pada guru honorer berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Setidaknya, upah yang layak, memberikan semangat tersendiri bagi mereka untuk tetap teguh dan bersemangat dalam mendidik dan mengajar generasi-generasi penerus bangsa ini. Cukup sekian dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H