Oleh: Dr.-Ing. Suhendra M.Sc
(Pengamat Kebijakan Teknologi dan Sosial-Ekonomi Jerman)
Pemilihan umum federal Jerman awalnya dijadwalkan pada 28 September 2025. Namun, akibat krisis politik dan runtuhnya koalisi pemerintahan Kanselir Olaf Scholz, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier membubarkan parlemen (Bundestag) dan menetapkan pemilu dini pada 23 Februari 2025.
Langkah ini diambil setelah Kanselir Scholz kehilangan mosi kepercayaan di Bundestag pada 16 Desember 2024, yang menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak lagi memiliki mayoritas yang dapat diandalkan. Pembubaran parlemen dan penetapan pemilu dini dianggap sebagai upaya untuk mengembalikan stabilitas dan membentuk pemerintahan yang efektif di tengah situasi politik yang tidak menentu.
Dengan demikian, pemilu federal Jerman akan berlangsung pada 23 Februari 2025, lebih awal dari jadwal semula, sebagai respons terhadap dinamika politik terkini di negara tersebut.
Survei Popularitas Kandidat Kanselir
Hasil survei terbaru  (lihat statistik dari gambar di atas) menunjukkan pergeseran signifikan dalam preferensi politik di Jerman, dengan ketua partai Alternative fuer Deutschland (AfD), Alis Weidel, unggul dalam popularitas sebagai kandidat kanselir. Sebanyak 24% responden memilih Weidel jika pemilihan kanselir dilakukan langsung. Ia mengungguli Friedrich Merz dari CDU, yang mendapat 20% suara. Kanselir petahana Olaf Scholz dan Robert Habeck masing-masing hanya meraih 15% dan 14% suara.
Di sisi lain, dalam survei mingguan terkait partai politik, Christlich Demokratische Union Deutschlands (CDU/CSU) tetap memimpin dengan 32% suara, sedikit meningkat dibanding survei sebelumnya. AfD berada di posisi kedua dengan stabil di 20%, diikuti Sozialdemokratische Partei Deutschlands (SPD) dengan 16% dan Partai Hijau (Grnen) dengan 12%. Partai FDP dan BSW juga diproyeksikan mampu lolos ke parlemen Bundestag, menunjukkan peta persaingan politik yang semakin dinamis.
Hasil ini menggambarkan tren yang menarik dalam politik Jerman, di mana AfD semakin mendapatkan dukungan luas. Popularitas Alis Weidel mencerminkan keberhasilan strategi politik AfD dalam menarik perhatian pemilih, sementara CDU harus berupaya keras mempertahankan posisinya di tengah tantangan dari partai-partai lain.
Motivasi Musk: Deregulasi, Imigrasi, dan Masa Depan Jerman
Elon Musk, CEO Tesla dan pemilik platform media sosial X, kembali menjadi sorotan internasional setelah secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap partai sayap kanan Jerman, Alternative fuer Deutschland (AfD). Dalam sebuah artikel opini yang diterbitkan di surat kabar Welt am Sonntag, Musk menggambarkan AfD sebagai "percikan harapan terakhir" bagi Jerman, sebuah pernyataan yang memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan. Dukungan ini menyoroti pandangan Musk terhadap kebijakan pemerintah Jerman yang dianggapnya menghambat inovasi, sekaligus membuka perdebatan tentang peran pengusaha asing dalam politik domestik.
Musk dikenal sebagai sosok yang kerap bersuara menentang regulasi pemerintah yang ketat. Dalam pandangannya, kebijakan yang terlalu mengatur dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Ia memuji AfD atas pendekatan mereka yang mendukung deregulasi pasar dan pengurangan pajak. Baginya, langkah tersebut akan menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi perkembangan teknologi dan bisnis, terutama di sektor seperti energi dan otomotif, yang menjadi fokus utama Tesla.
Musk juga mendukung sikap AfD terhadap kontrol imigrasi yang lebih ketat. Dalam artikelnya, ia menyebut bahwa kebijakan imigrasi yang longgar dapat mengancam stabilitas budaya dan ekonomi Jerman. Perspektif ini mencerminkan kekhawatirannya terhadap potensi ketidakseimbangan sosial yang disebabkan oleh arus migrasi besar-besaran, sekaligus menunjukkan pandangannya yang pragmatis tentang perlunya pengelolaan migrasi yang terukur.
Dalam opininya, Musk melukiskan gambaran suram tentang masa depan Jerman, yang menurutnya berada di ambang "kehancuran ekonomi dan budaya." Ia percaya bahwa AfD dapat memimpin negara menuju pemulihan dan kemajuan, dengan kebijakan yang lebih realistis dan berorientasi pada kepentingan nasional. Narasi ini sejalan dengan citra Musk sebagai inovator yang berfokus pada solusi konkret untuk masalah kompleks.
Kontroversi di Media Eropa
Munculnya Alis Weidel menjadi figur kontroversial di Jerman karena pandangannya yang tajam dan keterkaitannya dengan Alternative fr Deutschland (AfD), partai sayap kanan yang sering dikritik karena retorika anti-imigrasi, euroskeptisisme, dan pandangan keras terhadap kebijakan perubahan iklim. Â
Ungkapan kontroversial "die Mutter aller Suenden" (ibu dari semua dosa) yang digunakan oleh Alis Weidel dalam konteks politik mengacu pada kritik keras terhadap kebijakan imigrasi Jerman di bawah Kanselir Angela Merkel.
Istilah ini sering kali dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kebijakan tersebut merupakan akar dari berbagai masalah sosial, ekonomi, dan keamanan yang dihadapi Jerman saat ini.
Sebagai pemimpin AfD, Weidel secara vokal menentang kebijakan imigrasi yang diajukan pemerintahan sebelumnya dan menganggapnya sebagai ancaman bagi stabilitas Jerman. Sikapnya ini menarik dukungan dari kalangan tertentu tetapi juga memicu kritik keras karena dianggap memecah belah masyarakat.
Selain itu, gaya komunikasi Weidel yang sering provokatif dan berani memperdebatkan isu-isu sensitif membuatnya menjadi tokoh yang polarizing. Meski demikian, ia memiliki latar belakang akademik di bidang ekonomi yang memperkuat daya tariknya sebagai pemimpin dengan fokus pada isu finansial dan ekonomi.
Popularitasnya yang meningkat mencerminkan pergeseran dinamika politik di Jerman, di mana dukungan terhadap AfD terus tumbuh di tengah kekhawatiran sosial dan ekonomi.
Kehidupan Weidel juga tak lepas dari kontroversi. Weidel secara terbuka adalah seorang lesbian dan tinggal bersama pasangan sesama jenisnya yangberasal dari Srilanka.
Hal ini memunculkan kritik tajam karena partainya, Alternative fr Deutschland (AfD), dikenal dengan pandangan konservatif terhadap LGBTQ+. AfD sering menolak kebijakan yang mendukung hak-hak LGBTQ+, seperti pernikahan sesama jenis dan adopsi. Banyak yang menilai bahwa posisi pribadi Weidel bertentangan dengan kebijakan partainya.Â
Kecurigaan Eropa
Wakil Kanselir Jerman, Robert Habeck, menuduh Musk mendukung kekuatan politik yang justru melemahkan Eropa. Menurut Habeck, pandangan Musk mencerminkan kepentingannya sebagai pengusaha, di mana regulasi yang lebih lemah dapat memberikan keuntungan besar bagi perusahaan seperti Tesla. Tuduhan ini memperkuat persepsi bahwa dukungan Musk terhadap AfD lebih bersifat strategis daripada ideologis.
Publikasi opini Musk juga menciptakan gejolak di media. Editor opini surat kabar Welt am Sonntag mengundurkan diri sebagai bentuk protes atas keputusan untuk menerbitkan artikel tersebut. Langkah ini mencerminkan tekanan yang dihadapi media dalam menavigasi isu-isu sensitif terkait politik sayap kanan di Jerman.
Pemimpin Uni Demokratik Kristen (CDU), Friedrich Merz, menyebut dukungan Musk sebagai tindakan "intrusif dan arogan." Ia menegaskan bahwa campur tangan tokoh asing dalam politik domestik tidak dapat diterima. Pernyataan ini memperkuat isolasi politik AfD, yang selama ini memang sulit mendapatkan dukungan dari partai-partai arus utama.
Dukungan Musk terhadap AfD memiliki implikasi yang lebih luas, tidak hanya bagi politik Jerman tetapi juga bagi persepsi internasional terhadap tokoh global yang terlibat dalam politik domestik.
Langkah ini membuka diskusi tentang sejauh mana pengaruh pengusaha asing dapat diterima dalam proses politik suatu negara. Di sisi lain, pandangan Musk juga mencerminkan kekhawatiran global terhadap tantangan yang dihadapi negara-negara maju, seperti stagnasi ekonomi, migrasi, dan perubahan demografis.
Dukungan Elon Musk terhadap AfD menyoroti ketegangan antara inovasi dan regulasi, serta antara nasionalisme dan globalisasi. Meskipun pandangannya menuai kritik tajam, langkah ini menunjukkan keberanian Musk untuk menyuarakan opini yang kontroversial.
Namun, apakah dukungan ini benar-benar mencerminkan kepeduliannya terhadap masa depan Jerman, atau hanya sekadar langkah strategis untuk kepentingan bisnis, masih menjadi pertanyaan terbuka. Yang jelas, keterlibatan Musk dalam politik Jerman telah menambah lapisan kompleksitas dalam perdebatan tentang masa depan demokrasi dan kapitalisme di era modern.
Implikasi Indonesia - Jerman
Jerman adalah mitra dagang utama Indonesia di Eropa. Jika AfD dengan pandangan proteksionisnya memperoleh lebih banyak kekuasaan, ada potensi perubahan dalam kebijakan perdagangan yang dapat memengaruhi ekspor Indonesia, seperti komoditas minyak sawit, tekstil, atau produk manufaktur lainnya. Pandangan euroskeptis AfD juga dapat memengaruhi kerja sama regional seperti perdagangan melalui Uni Eropa.
Kritik Weidel terhadap kebijakan imigrasi mungkin berdampak pada Indonesia secara tidak langsung melalui hubungan perdagangan, pekerja migran, atau dinamika politik global.
Hal ini juga menjadi pengingat bagi Indonesia untuk tetap waspada terhadap pengaruh populisme dalam politik domestik, terutama di tengah keberagaman sosial dan budaya yang ada. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H