Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penerapan Hukum Pidana Islam di Indonesia, Mungkinkah?

29 Oktober 2021   02:50 Diperbarui: 8 November 2021   02:06 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sejarah perkembangannya, kajian terhadap hukum Islam di Indonesia cukup menarik untuk dicermati. Sebab, pertimbangan hukum islam dipelajari dalam kurikulum fakultas hukum menurut Mohammad Daud Ali, didasarkan kepada alasan sejarah, penduduk, yuridis, konstitusional, dan ilmiah. 

Sekolah Tinggi Hukum yang didirikan di Hindia Belanda atau Indonesia dalam sejarahnya mengajarkan hukum islam atau yang disebut sebagai Mohammedaansch Rech, namun penamaan tersebut dianggap kurang tepat karena hukum-hukum islam bersumber pada firman Allah SWT. Jadi berbeda dengan agama-agama yang didasarkan pada penyebarnya. Apalagi sejak tahun 1882 didirikan pengadilan agama di Jawa Barat dan Madura. Dan deklarasi bahwa Indonesia merupakan negara yang berdasarkan kepada ketuhanan YME dinyatakan dalam pasal 29 UUD 1945 sebagai penjabaran dari Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, sebagai salah satu disiplin ilmu maka hukum Islam dipelajari secara ilmiah oleh berbagai kalangan, baik cendikiawan maupun praktisi Muslim dan non Islam.

Ditambah dengan jumlah penduduk yang mengaku beragama Islam adalah 229,6 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia dan 13 persen dari populasi muslim dunia menurut data Global Religious Future pada tahun 2020. Sehingga menjadi kebutuhan bagi para pegawai, para pejabat dan pemimpin untuk mengetahui dan membekali diri dengan pengetahuan keislaman, baik mengenai lembaganya maupun hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam umat Islam. Hukum islam di Indonesia berlaku secara normatif dan formal yuridis. Hukum Islam dalam arti normatif karena ia memiliki sanksi kemasyarakatan apabila norma-normanya dilanggar, walaupun bentuk dan praktek pelaksanaan atas sanksi tersebut sangat kondisional, karena tergantung kepada kesadaran masyarakat itu sendiri. Sedangkan secara formal yuridis, karena hukum islam mengatur mengenai manusia dengan manusia dalam arti masalah hukum pidana, dan mengatur manusia dengan benda terutama dalam masyarakat, dalam arti hukum perdata. Jadi hukum islam menjadi hukum positif karena di rujuk dalam peraturan dan perundang-undangan. 

Berbeda dengan pendapat Mohammad Daul Ali diatas, M. Sularno berpandangan bahwa pertimbangan mempelajari hukum Islam dan kemanfaatan secara praktis cenderung membuat umat Islam menjadi abai dan gamang dalam praktek pelaksanaan hukum islam dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan menurut Christian Snouck Hurgronje sebagai tokoh orentalis, ia berpendapat bahwa hukum islam walaupun diterima dalam teori, tetapi sering dilanggar dalam praktek. Watak dasar manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaannya pada tahun 1977 adalah hipokrit atau munafik, segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, birjiwa feodal, percaya tahayul, artistik, berwatak lemah. Sebenarnya bukan hanya manusia Indonesia yang memiliki sifat-safat negatif seperti digambarkan. Karena pada kenyataan, manusia cenderung abai dengan perintah Allah, termasuk atas kemungkinan perbedaan pandangan. Padahal Allah SWT telah menggariskan bahwa perbedaan sebagai sesuatu yang sunnatullah, dengan catatan penting, tetap mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah dan Rasulnya, sebab kebenaran mutlak hanya ada padaNya. Sedangkan manusia pada umumnya hanya mengintripretasikan sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan kemauan semata, karena pada dasarnya manusia bersifat dhoif. 

Oleh karena itu menurut M. Sularno,  upaya untuk mewujudkan hukum pidana Islam (Jinayat) baru dapat dijalankan di tengah-tengah masyarakat, baik secara normatif maupun legal formal, apabila memiliki dukungan luas dari berbagai elemen, mulai dari kesiapan regulasinya, kesadaran masyarakatnya, kondusifitas kultur atau budayanya, serta komitmen yang tinggi dari organ pelaksana dan penegakan hukum itu sendiri. Dan hanya dengan demikian, maka Hukum Pidana Islam (Jinayat) dapat mewarnai hukum pidana positif di bidang kepidanaan, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Sayangnya hukum Jinayat belum difahami secara benar dan mendalam, sehingga menimbulkan kesan bahwa hukum pidana Islam itu kejam dan mengerikan. Di samping kendala dalam memahami hukum Jinayat, ternyata untuk mengimplementasi, mengembangkan, serta menegakkan hukum pidana Islam memiliki kendala tersendiri. 

Untuk memahami hukum islam, khususnya Jinayat, perlu dijalani dengan membuat pemetaan atas berbagai hukum islam yang ada dalam literatur islam dan sempat dikembangkan oleh peradaban Islam, termasuk dengan prinsip-prinsip dasar yang ada padanya. Akan tetapi, tulisan ini terlalu singkat untuk bisa mengulas secara lebih menyeluruh karena begitu luasnya hukum-hukum Islam, syariat Rasullah Muhammad SAW.

JENIS DAN ASAS - ASAS HUKUM ISLAM

Ada berbagai jenis sistem hukum yang digunakan dan dianut oleh negara – negara di berbagai belahan dunia saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, Sistem Hukum Adat, dan sistem Hukum Agama. Sistem hukum Eropa Kontinental merupakan sistem hukum yang mencirikan adanya berbagai ketentuan hukum yang di Kodifikasi (dihimpun) secara sistematis untuk kemudian ditafsirkan lebih lanjut oleh Hakim dalam penerapannya.  

Adapun Common Law System atau system hukum umum merupakan sistem hukum yang digunakan di Inggris, di dalamnya menganut aliran frele recht lehre  dimana hukum tidak dibatasi Undang-undang. Artinya, Hakim diberi kebebasan untuk melaksanakan Undang-undang atau mengabaikannya. Sedangkan Sistem hukum Anglo-Saxon ialah sistem hukum yang didasarkan pada Yurisprudensi. Yurisprudensi adalah keputusan Hakim terdahulu menjadi dasar putusan bagi hakim-hakim selanjutnya.

Berbeda dengan system hukum Eropa Continental, Common Law dan Anglo Saxon, -- Sistem Hukum Adat lebih merupakan seperangkat norma dan aturan adat / kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah tertentu dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Jadi Hukum adat dimungkinkan untuk menjadi hukum legal formal apabila tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 

Dan sebaliknya, Sistem Hukum Agama sebagai sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama,utamanya bersumber dari Kitab Suci sebagai sesuatu yang telah ditetapkan oleh Tuhan YME. Hukum Agama Islam atau Hukum Islam secara umum dapat dibagi menjadi kelompok Hukum yang dapat diperinci sebagai berikut : Munakahat ( Hukum Perkawinan); Wirasah (Hukum Faraid); Muamalat (Hukum Benda, dalam arti khusus); Al Hakam As Sulthoniyah (Hukum Tata Negara); Siyar (Hukum Internasional); Mukhasamat (Hukum Acara); Dan Jinayat (Hukum Pidana).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun