Mohon tunggu...
Suharto MTsN 5 Jakarta
Suharto MTsN 5 Jakarta Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, penulis, Guru Blogger Madrasah, motivator literasi, pegiat literasi

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aku Lihat Ada Mendung di Wajahnya

14 Mei 2024   06:40 Diperbarui: 14 Mei 2024   07:13 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku Lihat Ada Mendung di Wajahnya 

Kamis, 9 Mei 2024. Penulis berkunjung ke rumah adik dari istri dalam rangka tahlilan atas wafatnya suami. Tepatnya pukul 17.00 WIB penulis dan keluarga berangkat menuju Cikarang Jawa Barat. Setelah menempuh perjalanan satu jam  kami sampai tepat pukul 18.00 WIB.

Keluarga dan beberapa orang laki-laki langsung menuju masjid, sementara penulis tidak ke masjid karena masjid terlalu tinggi untuk bisa dilalui kursi roda. Terpaksa penulis salat di garasi mobil yang digunakan untuk acara tahlilan. Sejak awal dan sampai akhir penulis berdiam diri di muka garasi agar bisa melihat jamaah tahlilan baik yang di dalam maupun di luar.

Setelah penulis salat Magrib, penulis membalikkan badan, penulis lihat ada beberapa saudara dari pihak adik ipar baru datang.  Tiba-tiba penulis beradu pandangan dengan salah satu kerabat adik ipar yang sedang duduk di bale-bale, penulis langsung saja menyapa.

"Bang, apa kabar?" Sapa penulis sambil mengangkat tangan.

"Eh, Alhamdulillah," jawabnya sambil mengangkat tangan pula.

Penulis melihat ia bangkit dari tempat duduknya berjalan tertatih-tatih menggunakan tongkat menghampiri penulis.

Penulis mengetahui bahwa ia sedang sakit stroke.  Kebetulan ketika ibunya meninggal penulis sempatkan diri bertakziah ke rumahnya. Alhamdulillah, sekarang ia sudah bisa berjalan walau masih tertatih.

Penulis mempersilahkan ia duduk di samping penulis dengan sebuah kursi yang sudah disediakan. Penulis berdua saling curhat-curhatan tentang penyakit yang penulis berdua alami.

"Bang, sakit stroke?" Tanyanya

"Bukan, saya kena penyakit GBS atau kelumpuhan seluruh syaraf tubuh," jawab saya.

"Sudah, berapa tahun Bang?" Tanyanya lagi.

"Alhamdulillah, bulan Juli ini 6 tahun."

"Hah...6 tahun," ia sedikit kaget

"Iya, dahulu satu tahun tubuh saya tidak bergerak, makan lewat selang hampir 18 bulan, sementara leher dilubangi untuk memasang alat trakeastomi, dan tubuh ini hanya tinggal tulang berbalut kulit," jelas penulis.

Penulis melihat ada mendung di wajahya dan suaranya mulai parau. 

"Ya, Allah Bang waktu saya jatuh stroke, sepertinya ujian ini berat banget, sampai saya tak mampu menatap langit, malu kalau melihat orang. Pokoknya berat banget yang saya hadapi. Namum, mendengar cerita bagaimana Abang menghadapi penyakit hingga kini, saya jadi terharu. Ternyata saya belum seberapa dibandingkan dengan Abang.  Saya jadi terinspirasi dan termotivasi. Terus Bang, apa yang membuat Abang tegar dalam menghadapi penyakit ini?"Ia pun terus menangis saking terharunya.

"Saya menerima apa yang telah diputuskan oleh yang Maha Kuasa. Saya nikmati saja. Saya belajar dari Nabi Ayub as. Penyakit saya tidak seberapa dibandingkan Nabi Ayub as."

"Iya, Bang..."

"Jadi, nikmati saja tapi terus berusaha untuk kesembuhan. Terus berpikir positif, karena semua kesembuhan datangnya dari pikiran kita. Maka, afirmasi diri kita untuk sembuh. Dahulu saya afirmasi diri saya dengan kalimat "Suharto pasti sembuh dan tetap semangat"."

"Oh, jadi kembali kepada pikiran kita."

"Iya,.... insyaallah, Abang pasti sembuh."

"Terima kasih Bang inspirasinya. Maaf saya mau salat Magrib dulu."

"Silakan.....!"

Ia pun berjalan ke dalam rumah adik ipar untuk melaksanakan salat Magrib. Penulis tunggu hingga selesai acara tahlilan, ia tidak keluar untuk bergabung dengan jamaah tahlilan. Ternyata ia sedang ngobrol dengan orang yang di dalam rumah termasuk dengan istri penulis. Setelah acara tahlilan selesai ia baru keluar dan pamitan dengan penulis.

Berapa banyak dari saudara-saudara kita yang tidak siap menerima apa yang sudah ditetapkan Allah Swt. Seolah-olah ketika mendapatkan ujian semuanya telah berakhir. Padahal Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya. Penulis yakin pasti Allah akan memberikan jalan keluar dari apa yang kita hadapi dalam hidup ini.

Nasrullah dalam bukunya Magnet Rezeki menjelaskan bahwa musibah/ujian itu laksana sebuah permen. Pembungkusnya diibaratkan sebagai musibah/ujian dan isinya merupakan nikmat Allah yang disediakan untuk mereka yang sabar dalam menghadapi ujian/musibah. Nikmat itu bisa saja diberikan langsung di dunia atau bisa juga disimpan di akhirat.

Cakung, 11 Mei 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun