Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konstitusionalitas KKAI sebagai Satu-satunya Forum Organisasi Profesi Advokat Indonesia

5 Oktober 2015   17:00 Diperbarui: 4 September 2018   13:21 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prolog

Tulisan ini bermaksut meluruskan sejarah organisasi profesi advokat dalam perspektif UU Advokat No.18.Tahun 2003 secara konstitusional, tanpa tafsir hukum sehingga diharapkan dapat meluruskan sejarah sesuai dengan dinamika perkembangannya. Generasi muda advokat terutama berhak untuk mengetauhi secara jujur apa adanya tanpa rekayasa sehingga nantinya dapat dilakukan analisa secara mendalam yang bersifat akademis. Jangan sampai terulang kembali terjadinya penyesatan (miss perception), khususnya terhadap kegagalan pembentukan wadah nasional organisasi profesi advokat.    

Perlu diketauhi bersama bahwa, sebelum UU Advokat lahir pada tahun 2003, sebelumnya diawali dengan bergabungnya ke 7 (tujuh ) organisasi profesi Advokat Indonesia yaitu : IKADIN; AAI; IPIHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM dalam satu wadah KKAI. Sebelum ke-7 organisasi profesi tersebut mendirikan KKAI, sebelumnya telah terbentuk Forum Advokat Indonesia (FAI) yang anggotanya terdiri dari IKADIN, IPHI DAN AAI. Tidak lama kemudian karena dinamika perkembangan telah lahir beberapa organisasi profesi advokat antara lain HAPI, SPI, AKHI, HKHPM. Atas prakarsa IKADIN akhirnya FAI dibubarkan berubah nama menjadi Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI) yang beranggotakan 7 organisasi profesi advokat. IKADIN dimasa kepemimpinan almarhum Sudjono benar-benar responsip dan demokratis, sehingga semua organisasi profesi advokat yang lahir diakomodir, diakui serta dirangkul secara bersama-sama sehingga terbentuklah rasa kebersamaan yang kuat. Peran IKADIN sangat menentukan pada masa itu, mengingat perannya selaku organisasi profesi advokat tertua sehingga mayoritas advokat senior banyak yang bergabung di IKADIN, satu diantaranya almarhum Adnan Buyung Nasution (“ABN”). FKAI pada akhirnya dalam rentan waktu yang relative cepat berubah menjadi KKAI. Ketika KKAI terbentuk penulis ( Suhardi Somomoeljono) berkedudukan sebagai Sekretaris Jendral Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) organisasi profesi advokat yang lahir ke-4 setelah IKADIN, IPHI, AAI, kemudian lahirlah HAPI. Kebetulah penulis juga bertindak selaku penandatangan atas kelahiran KKAI tersebut. Pada saat itu seluruh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral semuanya menandatanganinya. IKADIN saat itu diwakili oleh Ketua Umumnya Almarhum SUDJONO dan OTTO HASIBUAN selaku Sekretaris Jendral.  Dengan demikian actual-faktual, secara historis-sosiologis-juridis KKAI adalah satu-satunya forum organisasi profesi Advokat Indonesia yang ditanda tangani bersama 7 ( tujuh ) organisasi profesi Advokat tersebut pada tanggal ll Februari 2002.

KKAI diakui oleh Mahkamah Agung RI  

Tanggal 11 Februari Tahun 2002 KKAI lahir, langsung dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral dari ke-7 organisasi profesi advokat tersebut. Pada saat itu kita bersama-sama menunjuk ketua Umum IKADIN almarhum Sudjono selaku Ketua / Koordinator KKAI dengan pertimbangan IKADIN adalah organisasi profesi tertua. Sehingga penunjukan ketua umum IKADIN sebagai koordinator (Chairman) KKAI tidak ada halangan apapun ke-7 pimpinan organisasi profesi advokat semuanya menyetujui bahkan IKADIN justru diminta untuk bersedia demi kebersamaan. Dalam operasionalisasi selanjutnya otomatis secara ex-officio seluruh ketua umum dan sekretaris jendral adalah pengurus / mewakili KKAI. Kebetulan pada saat itu saudara Harry Ponto dari AAI ditunjuk sebagai  sekretaris KKAI. Seingat saya tahun 2002 pada saat KKAI terbentuk ke-7 organisasi profesi advokat untuk modal awal operasional menyerahkan uang sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) itulah modal awal KKAI dalam mengawal dinamikanya.

Mengingat Mahkamah Agung RI telah mengakui keberadaan KKAI sebelum lahirnya UU advokat, maka dalam waktu yang sangat singkat Mahkamah Agung dibawah kepemimpinan Prof Dr Bagir manan, SH.,MH pada bulan maret 2002 mengeluarkan surat edaran mengenai kerjasama antara Mahkamah Agung RI dengan KKAI dalam rangka pelaksanaan ujian advokat nasional. Pada saat itu Mahkamah Agung mengeluarkan surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor : KMA/44/III/2002 tentang Pembentukan Panitia Bersama Ujian Pengacara Praktek tahun 2002. Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung RI tersebut, disitulah pertama kali kekuasaan penyelenggaraan ujian advokat sebagian diserahkan kepada KKAI. Saya masih ingat pada saat itu Ketua Mahkamah Agung RI Prof Bagir Manan menyatakan dalam rapat bersama di gedung Mahkamah Agung antara Ketua Mahkamah Agung RI dan jajarannya dengan KKAI mengatakan “ proses penyerahan (levering) kekuasaan secara ketata negaraan tidak dapat dilakukan secara mutlaq/keseluruhan, namun harus dengan cara bertahap. Maksutnya mengenai pelaksanaan ujian pengacara awalnya dilakukan dalam bentuk kerjasama ( gabungan ) antara Mahkamah Aung RI dan KKAI, baru untuk selanjutnya kekuasaan tersebut secara keseluruhan diserahkan kepada KKAI.

Setelah KKAI oleh Mahkamah Agung RI diakui keberadaannya (rekoqnation) baik secara hukum maupun secara politik, akhirnya KKAI melakukan langkah yang sangat menentukan dan strategis yaitu melakukan penyatuan kode etik advokat. Dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong saling hormat menghormati akhirnya gabungan dari ke 7 ( tujuh ) organisasi profesi Advokat tersebut,  merumuskan dan menyepakati bersama kesatuan Kode Etik Advokat Indonesia ditetapkan tanggal 23 Mei 2002 untuk dimasukan ke dalam Rancangan Undang-Undang Advokat diusulkan oleh organisasi profesi Advokat. Perlu diketauhi bahwa nama KKAI awalnya usul almarhum Bang Buyung ( Adnan Buyung Nasution). Pada saat itu termasuk penulis bersama-sama dengan seluruh ketua mum dan sekretaris jendral dari 7 organisasi profesi advokat berkonsultasi dikantor ABN, pada saat itu berkantor di gedung yang saat ini menjadi gedung Sampurna Strategis Tower. Saat itu ABN  dalam rapat bersama mengatakan “sebelum kalian menemui ketua Mahkamah Agung RI minimal kalian bertuju itu memiliki wadah bersama setidak-tidaknya dalam bentuk komite kerjalah”. Demikianlah kira-kira kalimat ABN saat itu yang disetujui oleh semua peserta rapat yang hadir. Atas dasar saran dari ABN itulah kemudian ke-7 organisasi profesi advokat sepakat membentuk wadah bersama yang diberi nama KKAI (Komite Kerja Advokat Indonesia).

Sungguh kelahiran KKAI itu benar-benar murni gagasan dari para advokat senior / advokat pejuang, yang tidak terdapat kepentingan politik apapun, kecuali hanya untuk cita-cita terwujudnya profesi advokat yang terhormat  (officium nobile) serta cita-cita catur wangsa yaitu terjadinya kesederajatan antara hakim, polisi, jaksa dan pengacara.

 

Dinamika KKAI setelah mendapatkan pengakuan dari Mahkamah Agung

KKAI setelah mendapatkan pengakuan dari Mahkamah Agung RI akhirnya memperjuangkan lahirnya UU advokat. Pertimbangan utamanya pada saat itu mengingat profesi Hakim, Jaksa, Polisi semuanya sudah memiliki payung hukum berupa undang-undang, mengapa advokat tidak juga berjuang agar supaya memiliki payung hukum berupa undang-undang advokat. Akhirnya lahirlah UU Advokat No.18.Tahun 2003 dan cita-cita advokat sebagai Penegak Hukum  yang sederajat dengan catur wangsa lainnya terwujut.  Peran KKAI sebagai inisiasi lahirnya UU Advokat pada saat itu sangat inten, dengan menempatkan almarhum ABN sebagai wakil atau yang mewakili pemerintah. Pada akhirnya secara prinsipil pembahasan-pembahasan atas materi / norma UU Advokat secara substansi perumusan UU Advokat tidak mengalami kesulitan. Bahkan dalam pasal 32 ke-7 organisasi profesi advokat ditambah satu lagi menjelang diundangkannya UU Advokat yaitu Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) atas usulan Menteri Kehakiman saat itu Prof Yusril Ihza Mahendra sehingga berubah menjadi 8 organisasi profesi advokat sebagai anggota ex-officio dari KKAI seluruhnya telah diakui oleh para pembentuk undang-undang. Dengan demikian secara juridis formal   keberadaan organisasi profesi advokat di Indonesia telah diakui oleh Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003 yang secara limitative  UU telah menyebut ke-8 Organisasi Profesi Advokat  antara lain :  IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI.

 

KKAI setelah lahirnya UU Advokat No.18Tahun 2003

Setelah UU Advokat lahir, Mahkamah Agung RI melakukan kerjasama dengan KKAI, sehingga Mahkamah Agung dalam waktu yang sangat cepat mengeluarkan Surat Keputusan  sebagai perwujudan dari kemauan politik pemerintah ( politicall will ), telah memutuskan setelah lahirnya UU Advokat maka kekuasaan atas keberadaan advokat di Indonesia diserahkan kepada KKAI.Bukti secara juridis formil Mahkamah Agung  mengeluarkan surat edaran nomor :KMA/445/VI/2003 Perihal pelaksanaan Undang-Undang Nomor : I8 tahun 2003tentang Advokat.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tersebut ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan,Tata Usaha Negara se- Indonesia tanggal 25 Juni 2003, isi surat Mahkamah Agung tersebut, secara tektual menyatakan : “Mahkamah Agung menyerahkan kewenangannya (levering ) meliputi penerbitan Kartu Advokat oleh organisasi Advokat, perpindahanatau mutasi Advokat, wajib diberitahukan kepada Badan yang disebut organisasiprofesi Advokat ( dalam hal ini KKAI ),Untuk mengawasi dan mengangkat paraAdvokat sesuai Undang-Undang Advokat.

Kewenangan Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran tersebut, secara hukum menegaskan Mahkamah Agung mengakui ( recoqnation ) keberadaan KKAI merupakan badan yang memiliki kewenangan sebagai organ negara pelaksana Undang-Undang Advokat. Dalam perspektif hukum ketata negaraan Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) secara Konstitusi telah diberikan kewenangan oleh pasal 24 ayat (3) UUD 1945, memiliki hak dan kewenangan untuk berhubungan dengan lembaga –lembaga Negara dan Pemerintah, diatur dalam pasal 22 ayat (3) ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia. Oleh karena itu KKAI sangat berperan dalam menjalankan roda organisasi profesi Advokat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas Advokat dimasa-masa mendatang.

Setelah UU Advokat lahir pada tahun 2003 terjadilah pergantian pimpinan di tubuh KKAI, dari sebelumnya dijabat oleh almarhum Sudjono digantikan oleh saudara Otto Hasibuan, mengingat setelah terjadinya Musyawarah Nasional ( Munas ) IKADIN saudara Otto Hasibuan terpilih menjadi Ketua Umum IKADIN, untuk serlanjutnya melanjutkan secara ex-officio selaku Koordinator KKAI. Setelah saudara Otto Hasibuan menjadi koordinator KKAI tanpa penjelasan secara hukum akhirnya KKAI secara diam-diam (silent) tidak diaktifkan lagi. Peran KKAI kemudian digantikan oleh PERADI  tanpa adanya penjelasan yang memadahi. Bahkan yang lebih mengherankan lagi bagaimana pertanggungjawaban KKAI dimasa kepemimpinan saudara Otto Hasibuan tidak dapat diketauhi oleh publik.

KKAI sebenarnya masih memiliki tugas yang sangat penting yaitu mewujudkan kongres advokat secara nasional dalam rangka menentukan wadah bersama organisasi profesi advokat, apakah KKAI dipertahankan sebagaimana dikehendaki oleh kode etik bersama advokat Indonesia dan / atau kita artikulasikan  sebagai bentuk Federasi Advokat Indonesia. Karena kongres nasional advokat tidak diwujutkan oleh KKAI akhirnya penguatan KKAI sebagai lembaga negara juga terabaikan, sementara Mahkamah Agung RI sudah memberikan penguatan kepada KKAI yang dapat dipandang sebagai bentuk pengakuan sebagai lembaga negara. Dalam hal ini Mahkamah Agung RI sudah bertindak sangat konstitusional dan bermasa depan yang baik untuk advokat, sayangnya pengurus KKAI periode saudara Otto Hasibuan  tidak responsif terkesan tidak paham.

Yang lebih mengagetkan lagi peran KKAI secara diam-diam digantikan PERADI dengan tanpa adanya penjelasan secara akademik. Bagaimana mungkin PERADI dilahirkan oleh kehendak dari 8 (delapan) pimpinan organisasi Profesi advokat,  dengan cara membuat akta notaris, apa dasar hukumnya ? apakah UU Advokat memerintahkan ? dan / atau apakah 8 (delapan) organisasi profesi advokat tersebut telah diperintahkan oleh hasil munasnya masing-masing ?. Kelahiran PERADI idealnya harus dilakukan  research yang mendalam secara akademis sehingga nantinya dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran.  Kejanggalan-kejanggalan yang sangat mencolok misalnya PERADI dalam anggaran dasarnya mengatur yang menjadi anggota PERADI adalah orang / para advokat di Indonesia. Sementara yang menjadi anggota KKAI itu bukan orang / para advokat, tetapi organisasi profesi advokat seperti halnya organisasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjadi anggota PBB itu bukan  orang / Warga Negara dari suatu negara, tetapi Negara-Negara. Ketika PERADI mengatur bahwa yang menjadi anggotanya adalah orang / para advokat, maka secara otomatis PERADI baik disengaja maupun tidak disengaja mematikan kedaulatan ke-8 Organisasi profesi advokat. Dua tahun setelah PERADI lahir, menyadari akan kesalahan yang diperbuat akhirnya ke-4 Organisasi profesi advokat pendiri PERADI ( IKADIN-IPHI-HAPI-APSI) menarik diri dari PERADI dan membubarkan PERADI, yang diumumkan melalui media nasional harian KOMPAS. Dengan demikian jelas, bahwa PERADI tidak lagi memiliki legal standing ( tidak sah dan tidak memiliki legitimate ), sebagai organisasi profesi advokat Indonesia (Indonesia Bar Association).

Kita para advokat patut bersyukur atas keteledoran PERADI tersebut akhirnya Ketua Mahkamah Agung RI menyadari  ke-8 organisasi profesi advokat kedaulatannya dihidupkan kembali melalui Surat Edaran nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 sehingga secara hukum dapat bertindak melaksanakan perintah UU Advokat No.18.Tahun 2003 dengan menyelenggarakan antara lain :

  1. Menyelenggarakan Ujian Advokat.
  2. Menyelenggarakan Pendidikan khusus Advokat.
  3. Mengangkat Advokat.
  4. Mengajukan sumpah Advokat melalui Pengadilan Tinggi setempat/ melalui Menteri Kehakiman RI.
  5. Menerbitkan Kartu Advokat.

£ Menetapkan Kantot Advokat sebagai pelaksana magang calon Advokat.

Dengan demikian jelas bahwa saat ini di Indonesia ke-8 Organisasi Profesi Advokat IKADIN; AAI;IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI  secara hukum memiliki legal standing untuk menjalankan perintah UU Advokat No.18.Tahun 2003.

Bagaimana KKAI kedepan ( for the future )

Mengingat Mahkamah Agung RI pada saat ini telah mengakui kembali keberadaan ke-8 organisasi profesi advokat dan dalam kenyataannya sampai saat ini Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) belum dib ubarkan oleh pendirinya untuk itu secara hukum KKAI masih eksis sebagai wadah dari ke-8 organisasi profesi advokat tersebut. Tentu saja selain ke-8 organisasi profesi advokat tersebut PERADI dan KAI oleh Mahkamah Agung RI masih juga dapat menjalankan perannya selaku organisasi profesi advokat. Apakah organisasi profesi advokat selainnya memiliki juga legal standing untuk menjalankan kedaulatannya ? seperti halnya PERADIN dan yang lain-lainnya, idealnya sepanjang memenuhi syarat sebagai organisasi profesi advokat dapat menjalankan kedaulatannya. Idealnya  KKAI di berdayakan kembali sebagai wadah bersama, terhadap organisasi profesi advokat yang baru cukup diverifikasi oleh KKAI untuk dapat menjalankan kedaulatannya seperti halnya organisasi profesi advokat lainnya.

KKAI itu sesungguhnya  telah memiliki landasan historis , sosiologis, yuridis yang terang dan jelas dan terukur. KKAI ditetapkan / didirikan pada tanggal 23 Mei tahun 2002. KKAI didirikan oleh 8 Organisasi Advokat  antara lain : IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI. Ke 8 Organisasi Advokat tersebut telah diakui / disahkan oleh Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003 pada pasal 33. Sehingga secara Juridis KKAI itu sah dan berlaku sebagai Induk dari ke 8 organisasi profesi advokat. KKAI berdasarkan Pasal 22 ayat (3) Kode Etik Advokat Indonesia memiliki kewenangan  dalam hubungan kepentingan profesi advokat dengan lembaga-lembaga negara dan Pemerintah yang telah dikuatkan / disahkan dimuat pada pasal 33 Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003.  Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) sebagai wujud nyata persatuan dan kesatuan dari semua Advokat/Pengacara/Konsultan hukum/Penasihat hukum warga negara Indonesia yang menjalankan profesi Advokat Indonesia dalam menyongsong satu organisasi profesi Advokat Indonesia ( IndonesianBar Association ).

Idealnya, setelah seluruh organisasi profesi advokat, selesai membenahi legal aspeknya secara internal mengingat secara ex-officio seluruh ketua umum dan sekretaris jendral adalah anggota KKAI maka dalam waktu yang sesingkat-singkatnya KKAI segera diberdayakan. Jika KKAI tidak segera diberdayakan maka resikonya akan sangat berbahaya bagi para advokat di Indonesia. Bayangkan advokat itu secara hukum bertindak sebagai penegak hukum, seperti halnya Hakim, Jaksa, Polisi jika tidak memiliki rumah komando akan sangat berbahaya. Advokat selaku penegak hukum maka KKAI dapat berperan sebagai Markas Besarnya Advokat, seperti halnya Polisi dengan Mabes Polrinya. Hakim dengan Mahkamah Agungnya, Jaksa dengan Kejaksaan Agungnya.

Advokat di Indonesia sudah memiliki modal besar yaitu adanya kode etik bersama, yang secara mutatis mutandis sudah diakui sebagai undang-undang oleh para pembentuk UU Advokat. Seorang advokat yang melanggar kode etik dimanapun naungan  organisasinya tetap dapat diadili oleh kode etik advokat Indonesia. Disinilah satu diantaranya peran KKAI kita perlukan guna merumuskan hal-hal teknis sebagaimana ketentuan kode etik Advokat Indonesia pasal 22 ayat (2) berbunyi : “Setiap Advokat wajib menjadi Anggota dari salah satu organisasi profesi tersebut. Belum lagi terhadap hal-hal penting lain nya misalnya : pembentukan Kepengurusan KKAI tingkat nasional dan tingkat Daerah/wilayah. Merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KKAI. Mempersiapkan Dewan Kehormatan bersama, diluar struktur organisasi KKAI. Membentuk Komisi Pengawasan, di dalam struktur organisasi KKAI. Idealnya KKAI segera menyelenggaran Kongres bersama untuk mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Perlu diketauhi bersama bahwa Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) sampai saat ini belum dapat menyelesaikan tugas utamanya antara lain : (a). Membentuk Dewan Kehormatan Bersama. (b). Membentuk Komisi Pengawasan Advokat. Pentingnya memberdayakan kembali KKAI itu antara lain  ketentuan pasal 34 Undang-Undang Advokat berbunyi : “Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksana Undang-Undang ini”. Ketentuan tersebut diatas, menunjukan bahwa sebelum kepengurusan, tugas dan fungsi KKAI dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Advokat belum terbentuk, maka untuk sementara pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat dilaksanakan oleh masing-masing ke 8 (delapan) organisasi profesi Advokat sebagai pelaksana Undang-Undang  advokat.

Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) sebagai Lembaga Negara

Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) merupakan Institusi organisasi profesi Advokat, dibentuk berdasarkan pasal 22 ayat (3) ketentuan Kode Etik Advokat dan didirikan berdasarkan pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor :18 tahun 2003, disahkan di dalam pasal 33 Undang-Undang Advokat dapat mewakili bcberapa organisasi profesi Advokat seperti IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI; disebut sebagai lembaga negara atau badan menurut Kamus Hukum dan Politik Kata Pengantar Prof. Dr. Donald A. Rumokoy,i»= VMH halaman 439, yang dimaksud lembaga negara adalah Lembaga atau badan ying diserahi tugas untuk mengelola sistim pemerintahan negara agar dapat berjalan dengan baik sesuai cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945 yaitu menuju masyarakat adil dan makmur”. Cita-cita yang terkandung dalam pasal 24 ayat (3) UUD 1945 berbunyi :

“Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”.

Organisasi profesi Advokat disebut Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) merupakan badan lain berbentuk fedcrasi, sebagai nomia Dasar Negara yang telah dibentuk berdasarkan Konstitusi yang dijabarkan di dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat sebagai peraturan pelaksana yang mengatur menganai Advokat diatur dalam pasal 34 Undang-Undang Advokat. Oleh karena itu sekali terbentuknya organisasi profesi Advokat disebut KKAI sebagai lembaga negara mewakili ke 8 (delapan) organisasi profesi Advokat tetaplah Ia sebagai Induk organisasi profesi Advokat Indonesia; Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) sebagai organ Negara diatur lebih lanjut di dalam pasal 38 ayat (1) berikut penjelasannya di dalam Undang- Undang Nomor : 48 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :

“Yang dimaksud Badan-badan lain antara lain meliputi Kepolisian Republik Indonesia, Kcjaksaan Repulik Indonesia, Advokat dan lembaga pemasyarakatan”. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa bantuan hukum, tetapi Institusirya adalah KKAI selaku organisasi profesi Advokat yang mengangkat

Advokat diatur dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undng Nomor : 18 tahun 2003, sehingga KKAI merupakan alat kelengkapan kekuasaan kehakiman yang sejajar dengan Mahkamah Agung; menurut pendapat Prof DR. Jemly Asshiddikqie dalam bukunya berjudul “ Sengketa kewenangan lembaga” Penerbit Konstitusi Pers, tahun 2005 halaman 55,56 dan halaman 59 menyebutkan : “Bahwa ketentuan pasal 24 ayat (3) UUD 1945, juga membuka peluang akan adanya badan-badan lain yan fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang dapat dikategorikan pula sebagai lembaga negara yang dapat memiliki constitusional importance; seperti Kejaksaan Agung dan KKAI, meskipun keberadaannya tidak secara eksplisit disebut dalam UUD 1945 dan terdapat lebih dari 28 buah lembaga negara yang disebut baik secara langsung maupun tidak langsung, dimana lembaga tersebut dapat dibedakan dalam tiga lapis :

  1. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara.
  2. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja.
  3. Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah.

Ketiga organ negara tersebut, KKAI sebagai organisasi profesi Advokat termasuk dalam kategori organ lapis kedua yaitu lembaga negara saja; namun keberadaannya dalam sistim hukwn di Indonesia sebagai negara hukum sangatlah penfing dalam rangka penegakan hukum; dimana Kepolisian sebagai pejabat penyidik, Kejaksaan sebagai pejabat penuntut umum dan Advokat ( dalam hal ini KKAI ) sebagai pemberi

jasa bantuan hukum diatur dalam pasal 1 ayat (1,2) Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat.  Advokat selaku penegak hukum diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Advokat, karena Advokat dapat menerima pernohonan bantuan hukum dari para pencari keadilan yang tidak mampu, merupakan kewajiban berdasarkan pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Advokat untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentun Kode Etik Advokat pasal 9 huruf (a), sama-sama penting kedudukannya dalam sistim negara hukum. Kewenangan Konstitusi yang diberikan kepada Advokat dalam bentuk Undang-Undang Advokat, ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung dengan mengeluarkan surat edaran nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal pelaksanaan Undang-Undang Nomor : I8 tahun 2003 tentang Advokat.Surat tersebut ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan,Tata Usaha Negara se- Indonesia tanggal 25 Juni 2003, dimana isi surat Mahkamah Agung tersebut, berbunyi : “Mahkamah Agung menyerahkan kewenangannya ( levering ) meliputi penerbitan Kartu Advokat oleh organisasi Advokat, perpindahan atau mutasi Advokat, wajib diberitahukan kepada Badan yang disebut organisasi profesi Advokat ( dalam hal ini KKAI ),Untuk mengawasi dan mengangkat para Advokat sesuai Undang-Undang Advokat.

Kewenangan Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran tersebut, secara nyata Mahkamah Agung mengakui ( recoqnation ) keberadaan KKAI merupakan badan yang memiliki kewenangan sebagai organ negara pelaksana Undang-Undang Advokat. Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) secara Konstitusi telah diberikan kewenangan oleh pasal 24 ayat (3) UUD 1945, meniliki hak dan kewenangan untuk berhubungan dengan lembaga –lembaga Negara dan Pemrintah, diatur dalam pasal 22 ayat (3) ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia. Oleh karena itu KKAI sangat berperan dalam menjalankan roda organisasi profesi Advokat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas Advokat dimasa-masa mendatang.

Kesimpulan

  1. UU Advokat No.18.Tahun 2003 tidak perlu dilakukan revisi.
  2. Kode Etik Advokat bersama Indonesia Pasal 22 sudah mengatur mengenai peran KKAI sebagai wadah organisasi profesi advokat.
  3. Mekanisme pembentukan model multi bar dan / atau model single bar dapat diselesaikan melalui kekuasaan KKAI.
  4. Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Edaran nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal pelaksanaan Undang-Undang Nomor : I8 tahun 2003 tentang Advokat telah mengakui KKAI selaku badan / lembaga negara.
  5. Seluruh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral dari organisasi profesi advokat yang sah berdasarkan UU Advokat No.18.Tahun 2003 secara Ex-Officio adalah anggota dari KKAI yang memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan nasional untuk kepentingan advokat.
  6. Kewenangan penyelenggaraan ujian advokat dan PKPA diserahkan kepada anggota KKAI yaitu organisasi profesi advokat dipertanggungjawabkan kepada KKAI.
  7. Anggota Advokat dari organisasi profesi advokat setelah dilakukan penyumpahan di pengadilan tinggi di dilaporkan ke KKAI untuk diterbitkan Kartu Advokat Republik Indonesia. 
  8. KKAI melaporkan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung RI guna kepentingan pendataan anggota advokat secara nasional.
  9. KKAI segera Membentuk Dewan Kehormatan Bersama dan Membentuk Komisi Pengawasan Advokat.
  10. Perpecahan organisasi profesi advokat diselesaikan melalui fasilitasi KKAI tidak perlu menempuh jalur gugatan melalui Pengadilan Negeri maupun PTUN.
  11. Advokat Republik Indonesia harus memiliki kemampuan (skill) dalam rangka berkompetisi di arena masyarakat Internasional guna memasuki pasar bebas (globalisasi).
  12. Advokat Republik Indonesia selaku Penegak Hukum dalam rangka memperkuat jati dirinya sebagai Bangsa Indonesia segera secara sukarela mengikuti program bela negara dan / atau wajib militer.
  13. Provisional Chairman KKAI / Ketua sementara Suhardi Somomoeljono ( dari unsur HAPI )dan Sekretaris Provisional / sekretaris sementara M Taufik ( dari unsur APSI ) segera mengundang seluruh pimpinan organisasi profesi  advokat untuk menjalankan aktifitas kembali KKAI. 

 

Suhardi Somomoeljono
Ketua Dewan Kehormatan DPP HAPI dan Provisional Chairman KKAI.

Artikel Lainnya : OpiniHardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun