Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Book

Perjalanan Mencari Ayam, Perjalanan Menuju Hidup yang Ayem

16 Juni 2023   08:15 Diperbarui: 16 Juni 2023   08:26 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Perjalanan Mencari Ayam"(Sumber gambar: Koleksi pribadi Saverinus Suhardin)

Judul : Perjalanan Mencari Ayam (Kumpulan Cerita Pendek)

Penulis : Armin Bell

Tebal : 141 halaman

Penerbit : Dusun Flobamora

Cetakan : I, April 2018

ISBN : 978-602-51631-0-4

Baca juga: Jamu Buatan Ibu

Buku kumpulan cerita pendek Perjalanan Mencari Ayam (PMA) karya Armin Bell ini sudah diterbitkan sejak kurang lebih 3 tahun lalu, sehingga tidak heran kalau sudah banyak orang yang membaca, mendiskusikan, meneliti, mengalih wahana, dan mengulasnya dengan berbagai perspektif. Sayangnya, dari sekian banyak tafsiran pembaca yang sudah terpublikasi, kajian berbasis perspektif ekologi belum banyak disentuh.

Saddam HP terkesan dengan kisah cinta yang ada di PMA, dan menilai buku itu menyiratkan kesan adanya perlawanan rakyat terhadap negara---khususnya dalam cerpen Kopi---serta kental dengan lokalitas Manggarai. M. Aden Ma'ruf bilang kalau PMA itu sarat dengan tema tentang kehilangan. Sebuah telaah yang dilakukan Nabor dan Danu menyimpulkan PMA mengandung banyak penggambaran kelas sosial. 

 Marsel R. Payong menilik buku PMA ini dari dua cerita yang mengusung tema ziarah. Baginya, tema tersebut melukiskan eksistensi manusia yang sedang melakukan perjalanan di dunia ini. Selanjutnya, Arie Putra yang secara khusus menganalisis "Lelaki dari Malaysia" menganggap cerita itu sebagai lukisan situasi sosial di Manggarai yang tidak luput dari persoalan diskriminatif. 

 Popind Davianus juga ikut menulis "curhat" atas kesan yang dia peroleh setelah membaca PMA, namun sama saja, dia dan peresensi lainnya melewatkan tema ekologi yang sebenarnya sangat dominan dalam buku tersebut. Saya mengidentifikasi lebih dari setengah cerita dalam buku PMA ini sebenarnya berisi banyak wejangan tentang relasi manusia, alam, dan Sang Pencipta. Karena itu, dalam catatan sederhana ini, saya berinisiatif ikut berkomentar tentang PMA dari perspektif ekologi.

***

Saya mengenal Armin Bell mula-mula dari media sosial. Lini masa Facebook-nya dihiasi dengan berbagai unggahan menarik. Saya paling senang membaca kisah tentang "Om Rafael" yang digambarkan sebagai orang yang sering salah mendengar dan menyebut kata atau istilah tertentu dalam sebuah percakapan. Ketika ada yang berusaha membetulkannya, dia mengulang dengan kata baru yang makin salah. Saya pikir itu sangat mengibur sehingga betah berada di sana, kemudian tidak sengaja membaca informasi yang lain.

Dari sana saya tahu, ternyata Armin Bell merupakan penulis blog aktif yang mengabarkan kisah-kisah "Dari Ruteng untuk Indonesia"---bahkan seluruh dunia tentu saja. Tidak hanya itu, dia juga seorang ASN, pemimpin redaksi Bacapetra.co, dan masih banyak atribusi lain yang melekat pada dirinya. Pendek kata, Armin Bell adalah penulis cum sastrawan NTT yang multi talenta.

 Sebagai cerpenis, dia sudah membukukan beberapa pretasi di tingkat nasional. Sebut saja beberapa di antaranya, Armin pernah masuk dalam daftar pendek yang diundang dalam pelatihan Cerpen Kompas di Bali dan mendapat pernghargaan dari komunitas atau media sastra yang berpusat di Jawa. Cerpen-cerpennya sudah sering menghiasi berbagai media massa mulai dari tingkat lokal hingga nasional. Karenanya, ketika ada kabar buku cerpen PMA ini akan terbit, saya langsung ikut program pra-pesannya.

 ***

Sebagai orang Manggarai, saya bersyukur pernah membaca buku PMA ini. Armin Bell menuturkan dengan baik apa-apa kebiasaan orang Manggarai mulai dari rutinitas harian, ritual adat, konflik sosial, legenda yang terus hidup dalam cerita masyarakat, dan unsur hidup lainnya. Kehidupan orang Manggarai memang tidak bisa dipisahkan dari alam dan hubungannya dengan nenek moyang, sehingga tidak heran bisa sebagian cerita dalam PMA ini sarat dengan nilai-nilai ekologis.

Armin Bell sepertinya sudah menyadari lebih dini tentang perubahan iklim yang lumayan lama menjadi isu global, tapi kini mulai terasa secara perlahan di tanah Nuca Lale. Dia menyelipkan peringatan-peringatan tentang dampak kerusakan ekologi pada beberapa cerita, mungkin bermaksud membangun kesadaran kolektif demi masa depan generasi mendatang.

Dia memperingatkan pertama kali pada cerpen Kopi: "...belahan bumi lain telah lama berubah suhu karena pemanasan global (hlm. 29)."  Tanda lain bisa kita amati dari kerinduan tokoh-tokoh cerita akan datangnya hujan, tapi tak kunjung turun. Misalnya pada cerpen Lelaki dari Malaysia dibuka dengan, "Lelaki itu duduk menanti hujan pertama di halaman rumahnya (hlm. 46)." Pada bagian selanjutnya kita tahu, apa yang diharapkan itu sudah seperti pungguk merindukan bulan. Bahkan pada bulan yang harusnya menjadi awal musim hujan pun sudah berubah. "Hujan tidak turun satu Oktober. (hlm. 40)."

Masalah intensitas hujan yang terus menurun dari tahun ke tahun tersebut, pada akhirnya menimbulkan dampak lebih lanjut, yakin kelangkaan air bersih. Kita tahu, air ini menjadi salah satu kebutuhan primer bagi manusia dan mahkluk hidup lainnya. Orang masih bisa hidup tanpa makan, tapi kalau kurang minum bisa lain ceritanya. Saking pentingnya air itu, masyarakat saling berebut untuk mendapatkannya. Masalah perebutan air ini tergambar jelas pada cerita Rapat Terbatas.

Bila kita sudah menyadari dampak dari pemanasan global tersebut, kita tentunya sudah tahu apa saja dosa-dosa yang pernah kita perbuat sebelumnya. Penyebab perubahan iklim sebagai besar terjadi karena ulah manusia yang sering merusak alam dengan berbagai tujuan. Pada cerita Lelaki dari Malaysia kita menemukan gambarannya, "...perkebunan kelapa sawit yang membentang sepanjang perbatasan dengan Kalimantan, tempat hutan-hutan kokoh perlahan menjadi perdu yang pendek. (hlm. 46)."

Coba kita perhatikan, di sana terjadi deforestasi untuk kepentingan bisnis perkebunan sawit. Selain itu, perusakan ekosistem alam juga terjadi akibat pembangunan yang membabi buta, sehingga hutan berubah jadi beton. "Gersang. Pohon mangga di halaman adalah satu-satunya pohon yang tersisa. Selebihnya menjelma gedung-gedung, dari beton, berlomba-lomba, menghalangi pandang pada langit penuh bintang (hlm. 94)."Ketika hutan terus dirusak, perubahan iklim makin tidak terkendali. Suhu bumi terus meningkat yang mengakibatkan berbagai bencana lain bisa terjadi.

Pertanyaan selanjutnya, apa kira-kira solusi dari masalah ekologi yang ada di Manggarai ini. Armin Bell menyediakan jawabannya pada cerpen-cerpen lain. Dia tampaknya menginginkan generasi muda Manggarai saat ini atau yang akan datang, tidak perlu mencari ilmu dari sumber yang jauh-jauh. Orang Manggarai sudah memiliki ajaran atau filosofi hidup yang sangat menghormati hubungannya dengan alam dan Sang Pencipta.

Pertama, orang Manggarai memiliki cerita legenda Ora yang hidup dalam cerita keseharian masyarakat. Kisah tentang asal-usul Komodo itu termuat dalam dua cerpen, yaitu Dua Ibu dan Hari-hari Ora yang Diceritakan. Dikisahkan ada sepasang suami istri yang melahirkan dua anak kembar, tapi berbeda wujud. Satunya manusia normal sebagaimana lazimnya orang-orang, sedangkan satunya lagi menyerupai kadal atau binatang purba yang kini dikenal sebagai Ora atau Komodo. Karena berbeda wujud, saudara Ora ini terpaksa dilepaskan ke hutan dengan sebuah pesan: "Ora jangan kau lupakan saudaramu manusia. Kamipun tidak akan melupakanmu (hlm. 55)."

Hubungan kekerabatan antara manusia dan komodo dalam dua kisah tersebut merupakan gambaran hubungan menusia dengan spesies lainnya. Kita manusia diingatkan bahwa, sebagai saudara dari hewan ciptaan Tuhan,  semestinya harus menjaga mereka beserta ekosistemmnya dengan baik.

Kedua, orang Manggarai memiliki tradisi Penti, yaitu upacara syukur atas berkat yang telah diterima selama setahun. Gambaran bagaimana penti ini dijalankan serta apa saja makna di baliknya, bisa kita temukan pada cerita  Ritual Kita dan Hari-hari Ora yang Diceritakan. Penti merupakan ekspresi rasa syukur atas kebaikan alam yang telah memberi hasil pertanian yang berlimpah, serta kebutuhan lain. Ritual penti juga berkaitan dengan relasi manusia dengan Sang Pencipta.

Ketiga, ada beberapa mitos yang berkembang di masyarakat Manggarai berkaitan larangan menebang pohon tertentu karena diyakini ada penunggunya. Ajaran seperti ini barangkali akan ditertawakan orang, karena, bagaimana mungkin sebuah pohon ada penunggunya? Meski itu hanya sebuah mitos atau sekadar menakut-nakuti orang untuk tidak menebang pohon sembarangan, doktrin seperti itu sebenarnya bagus untuk mengurangi kebiasaan merambah hutan.

Rincian masalah, penyebab, dan solusi sudah tersedia. Sebagaimana buku PMA ini, kita sebenarnya juga sedang melakukan perjalanan. Tapi, jalan apa atau jalan mana yang hendak kita pilih? Kalau menginginkan jalan menuju hidup yang ayem, maka pilihannya cuma satu, ikutilah jalan yang memperhatikan hubungan baik dengan lingkungan sekitar. Buku PMA ini menawarkan kita  dalam perjalanan menuju hidup yang ayem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun