"Kalau kau itu sudah bosan," lanjut si lelaki yang kita anggap suami sahnya. "Kau itu rasa vanila. Sementara dia ini ada manggo-manggonya."
"Kau pikir nano-nano?" Istri sahnya tampak makin kesal dan berusaha menyerang perempuan yang merebut kekasihnya itu.
Tanpa bermaksud merendahkan mereka, meskipun selingkuh kerap dinilai tindakan rendahan, saya langsung ngakak ketika mendengar "rasa vanila dan manggo-manggonya".
Benar respons istri sahnya, memang wanita itu permen nano-nano yang beraneka rasa buah? Saya tertawa agak lama dan mulai mengira-ngira apa isi kepala lelaki dalam video tersebut.
Dari sekian banyak video yang saya temukan dan tonton tanpa sengaja itu, saya menyimpulkan kalau perselingkuhan itu sudah menjadi fenomena sehari-hari. Sebab dalam berbagai berita juga di media cetak maupun elektronik, kabar tentang penyelewengan hubungan cinta ini juga sangat masif.
Padahal, bila kita melihat video atau membaca berita tentang penggrebekan pasangan selingkuh, rasanya tidak enak sama sekali. Pelaku pasti mendapatkan serangan fisik, verbal melalui makian dan kalimat merendahkan martabat lainnya, dan harusnya tertekan secara psikologis--minimal timbul rasa malu--karena video atau foto mereka akan menjadi konsumsi publik. Mereka akan jadi buah bibir masyarakat yang melihatnya.
Tapi, apakah sangsi sosial itu dapat meredakan niat orang untuk berselingkuh? Amatan saya menyimpulkan tidak. Malahan makin hari kita menemukan kasus lain yang serupa. Aneh juga, kenapa orang tidak bisa belajar dari kesalahan orang lain? Kenapa orang tidak bisa mencegah dirinya untuk berselingkuh? Atau jangan-jangan selingkuh itu nikmat?
Saya berpikir, setiap orang pasti memiliki pikiran untuk berselingkuh. Tapi sebagai makhluk yang bernalar, harusnya bisa mengendalikan pikiran buruk itu.
Pengendalian diri itu penting, sebab dampak perselingkuhan tidak hanya sebatas pada sangsi sosial seperti yang digambarkan dalam suasana penggrebekan tadi. Ada yang lanjut dengan perceraian dan kasus perceraian di Indonesia terbilang cukup banyak, mulai dari artis terkenal hingga rakyat jelata yang iuran BPJS-nya masih ditanggung pemerintah.
Dari sekian banyak penelitian di bidang psikologi, kasus perceraian selalu memberi dampak bagi keluarga, khususnya anak-anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak dari pasangan yang bercerai ikut terganggu.
Lalu, bagaimana dengan dengan perselingkuhan yang terjadi di tempat kerja? Iya, kita tahu, sebenarnya selingkuh ini bisa dimulai dari mana saja, tapi tempat kerja menjadi salah satu yang cukup banyak disebutkan dalam berbagai penelitian.