Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Boros Ingin Berhenti Merokok

31 Agustus 2016   09:50 Diperbarui: 31 Agustus 2016   10:10 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat menjelaskan ke Boros soal rokok

Boros terdiam cukup lama. Saya juga berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, kemudian mengehmbuskan perlahan. "Krik, krik, krik...", hanya terdengar bunyi jangkrik dari arah toilet.

***

"Saya dulu pernah merokok".

Boros ternganga, "Ah, tidak percaya. Mana mungkin muka yang tampak suci seperti abang itu merokok ?"

Saya tertawa geli mendengar Boros berceletuk seperti itu.

"Saya tinggal di lingkungan yang mudah mendapatkan rokok", saya mulai berkisah. Orang tua saya memiliki kios, salah satu barang dagangannya adalah rokok. Karena tidak diawasi dengan ketat, sejak SD saya sudah mulai coba-coba merokok. Saya terpengaruh dengan anggapan banyak orang bahwa merokok itu laki banget, dan memperbanyak teman".

"Terus, terus..?", Boros mendesak.

Saya membasahi tenggorokan dengan kopi yang mulai dingin, "Saat SMP, merokok sudah menjadi rutinitas. Setiap hari harus mengisap. Entah bagaimana pun caranya, harus merokok. Sudah ketagihan. Maka, segala cara dihalalkan. Uang dari orang tua yang seharus digunakan untuk membeli buku, alihkan buat beli rokok. Kalau uang habis, minta rokok sama teman. Kalau tidak cukup, 1 batang rokok bisa buat 5 sampai sepuluh orang, dihisap secara bergilir. Ada istilahnya: satu napas, yaitu tiap giliran hanya boleh dihisap satu kali".

"Waduh, tidak takut tertular penyakit dari mulut ke mulut ?" Boros menyela bertanya.

"Tidak pernah terpikirkan saat itu. Bahkan, saat SMA lebih gila lagi. Saya pernah bersama teman-teman mengelilingi area perkotaan (Ruteng) hanya untuk mencari puntung rokok. Biasanya, kami mencari puntung rokok di tempat sampah dekat ATM. Kalau masuk ATM kan tidak boleh merokok. Nah, orang yang buru-buru masuk ruangan ATM sementara merokok, biasanya segera membuang puntung rokok ke tempat sampah. Puntung itulah yang kami sasar, hingga menjadi rebutan".

"Ah, sampai segitunya kah ?" Boros belum yakin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun