Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Makanan Berkelahi ? (01)

27 September 2015   16:04 Diperbarui: 27 September 2015   16:17 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Janganlah kamu makan sembarangan, awas sakit perut", kira-kira begitulah Ibunda mewanti-wanti saat saya merengek dibelikan jajanan.

Masih teringat jelas, saat itu usiaku sekitar 7 tahun. Ibunda tidak mampu menahan rengekan saya agar ikut ke pasar. Cuaca panas di pasar Lembor membuat saya cepat haus. Cairan tubuh sudah banyak terkuras lewat keringat yang terkucur ditubuh, lalu menguap dalam teriknya matahari.

"Ma..., beli es", dengan suara pelan dan wajah memelas, saya memberanikan diri meminta.

Ibunda yang dari tadi sibuk belanja tidak mendengar. Atau mungkin sengaja tidak mendengar.

"Mmmaaaaaaa....", kali ini saya tidak mau jalan.

Ayo jalan ! Kamu kenapa ?

"Ae..., beli es !".

Dengan sabar Ibunda memenuhi keinginanan saya. Meskipun beliau sempat menasehati kalau es yang jual di pasar belum tentu sehat. Tapi, saya tidak peduli. Bagi saya, mengulum es batangan sangatlah nikmat.

Es sudah habis dalam genggaman saya. Saat melihat penjual pisang goreng, saya merengek lagi. Minta dibelikan sama Ibunda. Sekali lagi, dipenuhinya.

Kami memasuki di area jualan sayur dan buah. Saya melihat tumpukan mangga di sana. Duh...benar-benar menggoda.

"Mama..., mangga", mata saya melirik pada tumbukan buah yang dimaksud.

Apa lagi ?

"Beli mangga".

Aeh, cukup sudah jajan sembarang. Nanti sakit perut.

"Tidak mungkin Mama".

Tidak usah menentang, nanti kamu tau sendiri akibatnya.

"Memangnya bagaimana ?"

Kalau jajan sembarangan, bermacam-macam jenisnya, makanan yang masuk ke perut akan berkelahi satu sama lain. Akibatnya, perut kita akan terasa sakit. Mau begitu ?

Saya diam membayangkan makanan berkelahi dalam perut. Es, dengan kekuatan dingin menggempur tiap musuh hingga beku. Pisang goreng yang baru saja keluar dari genangan minyak panas, tidak mau kalah. Dengan keunggulan panas yang dipunya, siap melahap apa saja.

Wwuusssshhhh....pertemuan kekuatan dingin dan panas, menggelegar di seluruh rongga perut. Kedua kekuatan terurai. Dingin dan panas berubah jadi hangat. Sisa minyak dalam pisang tadi membuat mereka tidak bisa menyatu. Perseteruan tidak berhenti. Goncangan demi goncangan silih berganti. Dinding perut terkoyak, tertimpa percikan dari dua kekuatan tadi. Perih...

Nah, andaikan ditambah Mangga, kira-kira apa yang terjadi ? Entahlah. Lamunan saya terbuyar saat diajak pulang ke rumah. Tidak ada lagi niat untuk jajan. Dalam benak, saya selalu membayangkan adegan makanan berkelahi.

Keesokan harinya, saya ke sekolah seperti biasa. Sebelum memulai pelajaran, semua wajib berbaris di lapangan. Ada kegiatan senam bersama. Kalau tidak salah, namanya dulu SKJ (Senam Kesegaran Jasmani).

Baru saja mulai mengikuti gerakan 'jalan di tempat', perut terasa mules. Saya tahan saja. Rasanya seperti mau kentut. Teman-teman sedang konsentrasi dengan senam. Tidak mungkin mereka tahu kalau saya melepas begitu saja desakan angin dari dalam perut.

Pprrreeetttt..., lega rasanya. Saya toleh kiri-kanan, semua tetap serius bersenam. Syukurlah, tidak ada yang menyadarinya. Saya terus mengikuti gerakan dari instruktur.

Tapi tunggu dulu, 'daerah belakang' tiba-tiba terasa dingin dan licin. Cukup menggajal dan sangat mengganggu gerakan tubuh. Pelan-pelan tangan kiri saya susupkan ke daerah belakang celana. Terasa licin dan lembab.

"Kurang ajar, hari ini baru mereka berkelahi", saya mengumpat dengan suara yang pelan. Tidak ada yang mendengarnya. Perlahan, saya pindah posisi ke barisan paling bontot. Tidak mau kalau ada yang tahu. Saya malu.

Senam selesai, semua murid masuk kelas. Saya perlahan masuk ke kamar mandi. Celana seragam warna merah dilonggarkan, lalu diturunkan sedikit. Secara seksama diperhatikan, ada gumpalan atau percikan berwarna kuning di sana. Saya sentuh sedikit, kemudian membauinya. Ohh..., benar sekali. Dugaan saya tidak meleset.

Ibunda memang tidak pernah salah. Sudah mulai terasa efek perkelahian makanan dalam perut. Nasehat Ibunda selalu tepat. Saya mencrettt. Aduh...

Langsung saja kugapai lagi celana, lalu pulang ke rumah. Biar tidak diketahui, saya melewati jalan yang tidak biasanya kami gunakan. Melewati hutan, jalan yang masih penuh belukar. Hari itu saya bolos sekolah.

Bersambung....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun