Mohon tunggu...
SUHARDIMAN
SUHARDIMAN Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pemerhati Budaya dan Sejarah Kerinci

MENGEMBALIKAN SEJARAH LELUHUR YANG HILANG

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tafsir Penulis Naskah Malayu Tertua di Dunia

24 Mei 2021   12:55 Diperbarui: 24 Mei 2021   13:39 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terjemahan : Demikianlah bunyinya titah Maharaja Dharmasraya, diperhatikan dengan seksama oleh  sidang mahatmia se-isi Bumi Kerinci sepanjang Kerinci. Semuanya ditulis sendiri oleh Kuja Ali Dipati di Paseban di Bumi Palimbang, di hadapan Paduka Sri Maharaja Dharmasraya. Masing-masing --isi dari Kitab Undang-Undang ini-- disetujui oleh sidang mahatmia (rapat  agung), selesai dan sempurna.  Dan di halaman ke-29, dapat kita temui  nama penulis Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah yaitu "Kuja Ali " yang berkedudukan pula sebagai seorang Dipati. Bunyi bagian tersebut adalah ".....Samasta Likitam Kuja Ali Dipati...." (artinya: semuanya ditulis oleh Kuja Ali, Depati.

Tulisan ini sengaja kita  buat dalam rangka upaya menelusuri dan untuk  mencari  jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dan diperdebatkan oleh penulis sejarah, media massa, penulis artikel, dan masyarakat umum terhadap sosok misterius Kuja Ali depati,  Apakah Kuja Ali Berasal dari penduduk lokal Tanjung Tanah-Kerinci-Jambi, Persia, Arab, India atau pegawai kerajaan Darmasraya ..? Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah sama sekali tidak menyebutkan asal usul dan silsilah dari Kuja Ali Depati sehingga sampai saat ini sejarawan belum bisa mengungkap asal usul dari Kuja Ali Depati, barangkali dalam penelitiannya tidak melibatkan tokoh masyarakat setempat . Butuh data sejarah yang cukup untuk menunjukkan dari mana asal usul Kuja Ali ini. Para ahli saat ini hanya bisa menduga-duga  plus menerka-nerka mengenai  Kuja Ali depati itu. Untuk menelusuri  dan mencari jawaban sosok mesterius  Kuja Ali Depati  alangkah baik nya kita telusuri kutipan-kutipan para ahli sejarah, media massa, penulis artikel dan pendapat masyarakat Setempat :

Menurut Prof. DR, Ulil Kuzok. (Tempo.2008.): Dari Naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah ini, kita menemui ada pemungkiman orang asing di dharmasraya kemungkinan Tamil dan Persia, karena ada petunjuk orang yang menulis naskah kuno Tanjung Tanah menyandang nama Depati Kuja Ali, kemungkinan kalau bukan dari Tamil dia itu dari Kuja di Persia.

Menurut Prof, Aulia Tasman,PhD. Dalam  buku Menulusuri Jejak Kerajaan Malayu Jambi hal 41 dan Malpu 188 : Penulis Naskah Malayu Tertua Didunia Depati Kuja Ali mungkin pada waktu pemerintahan Depati IV Alam Kerinci abad ke 13- 14 masehi ini merupakan sekretaris pribadi dari Depati Atur Bumi (yang mengurus pemerintahan dalam negeri) yang berasal dari dusun Tanjung Tanah. Sehingga secara turun-temurun Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah ini disimpan dan dikeramatkan sebagai barang pusaka oleh masyarakat Tanjung Tanah sampai sekarang. Dari keterangan yang ada terlihat bahwa daerah Tanjung Tanah adalah daerah penting dalam pemerintahan Depati IV Alam Kerinci, khususnya di wilayah Kedepatian Atur Bumi.

Menurut : M. Ali Surakhman, Sejarahwan. Tinggal di Jambi : Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah  tidak semuanya tertulis dengan aksara Sumatera, namun pada 2 lembar terakhir KUUTT,  ditulis dengan aksara Incoung (aksara Kerinci kuno), walaupun isi naskah ini tidak ada bersentuhan dengan Islam, namun penulis naskah ini, adalah Kuja Ali Depati, Siapa wujud Kuja Ali Depati? Ada berbagai Tafsiran, bahwa dia dari Persia, namun dengan Depati di belakangnya, bisa jadi orang lokal, atau gelar yang diberikan untuk menghormati peranannya, Kuja dalam Bahasa Melayu kuno, orang yang sangat penting, Kuja, Kuju, Koja, yang juga dijumpai dalam kata kata Persia, namun hal yang terpenting Ali tidak mungkin beragama Hindu Budhha.

Menurut Sunliensyar, Hafiful Hadi. (boedaya kerinci) : Nama atau gelar Kuja yang digunakannya berasal dari kata "Khoja" dalam bahasa Malayu. Kata "Khoja" ini berasal pula dari bahasa Persia yaitu Khawajah yang artinya Tuan atau pemimpin. Gelar Khoja ini digunakan pula oleh tokoh-tokoh muslim lain pada abad ke-14 hingga ke-16 seperti yang ditemukan pada Nisan Aceh dan hikayat-hikayat Melayu. Sedangkan kata "Ali" merupakan nama yang juga umum dipakai oleh orang Muslim. Karena Ali merupakan nama dari sepupu dan sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW, juga sebagai Khalifah ke-4 dalam sejarah Islam. Hal inilah yang menjadi alasan kuat para sejarawan mengidentifikasi Kuja Ali sebagai orang Islam. 

Menurut Said Hanafi, (Gelar Depati Talam Tuo) : berdasarkan tutur orang tua-tua dahulu, Kuja Ali itu adalah orang kepercayan Raja (Mangku Bumi) asli penduduk Tanjung Tanah dia seorang Depati yang menulis, menyimpan dan menerapkan KUUTT untuk diberlakukan di  Bumi selujur alam kerinci.  menurut nya pula pada zaman dahulu apabila terjadi silang sangketa yang terjadi dibumi selujur alam kerinci depati yang berasal dari Tanjung Tanahlah yang dipanggil untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan silang-sangketa itu, naskah kitab undang-undang dan baju hakim yang digunakan saat bersidang masih tersimpan awet diatas Loteng Rumah Gedang sampai sekarang.

Menurut Sarwani, S,KOM. (PNS), Walaupun nampak sepele dan terkesan mengada-ada, tapi bisa menjadi petunjuk bahwa Kuja Ali adalah orang Tanjung Tanah asli. Dalam transliterasi kritis KUUTT tidak ditemukan kata yang berakhiran NG, misalnya: malin (maling), kambin (kambing), uran (orang),  baran (barang), anjin (anjing), dsb. Hal ini sama dengan pelafalan kata-kata berakhiran NG oleh sebagian masyarakat Tanjung Tanah yang hanya dibaca N seperti halnya dengan transliterasi kritis KUUTT tersebut, dan hal ini tidak ditemukan di daerah lain. Dengan demikian, antara logat masyarakat Tanjung Tanah sekarang dengan zaman KUUTT ditulis oleh Kuja Ali terdapat kemiripan dalam pelafalan NG menjadi- N.

Menurut Dalimi. SE. (Tokoh Pemuda) : Sepertinya Kuja Ali bukan dari Persia, India atau pegawai kerajaan dharmasraya, kemungkinan besar Kuja Ali adalah penduduk lokal Tanjung Tanah-Kerinci, sebab Kuja Ali tidak mengunakan gelar kerajaan dibelakang namanya seperti Mahapatih, Maha Menteri , Mangku Bumi , Mpu, dll, Akan tetapi Kuja Ali mengunakan gelar jabatan Depati di belakang namanya, gelar jabatan depati ini Identik gelar jabatan adat yang digunakan  oleh masyarakat adat suku kerinci, jabatan depati dikerinci  masih bertahan sampai saat ini, walaupun gelar jabatan depati dulunya juga pernah dijumpai dan pernah ada di  sebagian daerah bumi malayu seperti di jambi, bengkulu, bangka-belitung, lampung dan Sumatra Selatan. Disamping itu pula kalaulah memang Naskah KUUTT itu ditulis pada jaman Maharaja Diraja Adityawarman mengapa maharaja adiatyawarman tidak menujuk/mempercayai penulis dari pihak kerajaan seperti nama yang tersebut dalam prasasti pagarruyung I, Prasasti Pagarruyung  I  menyebutkan    nama  penulis prasasti  atau  biasa  disebut citralekha.  Penulis Prasasti  Pagarruyung  I  disebutkan  dalam  baris  ke-20 dan 21 dengan nama Mpungku Dharmma Dwaja bergelar  Karuna  Bajra. Adityawarman yang men-cantumkan nama penulis prasasti. Dengan bunyi : ""bulan  Waisaka  tanggal  15  paro  terang (purnama), hari Buddha. Itulah karya dari sang guru 21.  mpungku  Dharmmaddwaja  yang  dipuji dengan gelarnya Bajra (kilat) yang penuh kasih sayang""

Menurut Syafriadi Tayib. (Pemuda), Kalau kita merujuk dari Naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah, Kuja Ali Depati, kemungkinan adalah salah satu dari depati IV Suku dibumi selujur alam Kerinci yang di beri Kepercayaan oleh raja Darmasraya di bumi selujur alam Kerinci yang berasal dari tanjung tanah yang dipercaya sebagai juru tulis, juru simpan sekaligus juru terap Naskah undang-undang Tanjung Tanah di abad 13/14 M, hal ini terungkap dihalaman sembilan Naskah KUUTT dengan bunyinya sebagai berikut : paha //..// barang orang nayik ka rumah orang tida ya barsarru barku-wat barsuluh, bunuh sanggabu-mikan salah ta olih mamu-nuh sangga bumikan oleh dipa-ti barampat suku, sabu su-k....xxxnuh sabusuk tida...Dst...

Menurut Johari Abdullah. ST (Guru). Kalau Kita Baca Tambo Kerinci (TK 119. ) Kuja Ali Depati sepertinya bukan dari pendakwah/pemimpin yang berasal  India-Tamil atupun dari Persia, bisa jadi Kuja Ali Depati adalah penduduk lokal Kerinci seperti terungkap  dalam tambo kerinci tersebut terdapat nama KUJA yang ditulis dengan aksara incung dengan media tulang yang bunyinya sebagai berikut : "(1) hini paratama hasan jadi dipati dalam saliman (2) hija juga hanak sang nginda kunin sarapu calik sara(3) mpu KUJA sarampu kumbang sarampu kunin baduwa jadi di(4) pati hada sarapu jadi dipati haca sara kunin batiga(5) han surang sarampu tuwan surang sarampu manis surang salih (6) sati dalan dipati sarah gumi sarampu kumbang dalam di?(7) pa salaman dipati kacik dipati sutan ma(8) nggala hiya paratama hagan piha tangga dipati Sali..Dst...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun