"Tapi aku ini anakmu pa"
"Tidak! Kamu bukan  anakku lagi. Pergi!" Tanpa komentar lagi anak sulung Abah Darma itu pergi dengan wajah murung.
    Pada hari berikutnya. Pada waktu yang sama. Senja. Waktu favoritku dan Abah Darma. Aku duduk di belakangnya sembari memerhatikan deburan ombak yang berderai pelan. Aku mendengar dia sedang berbicara dengan orang di seberang telepon. Pelan- pelan terdengar olehku suara orang diseberang telepon itu. Karena Tuhan telah memberikan kelebihan daya pendengaranku, maka dari itu aku bisa mendengar suara orang di seberang telepon itu. Rupanya dia seorang perempuan. Sepertinya dia orang  kaya.
    "Mister, aku pesan  seekor kuda jantan untuk malam minggu nanti.  Ingat ya, dia harus kuat staminanya.  Aku tidak mau yang lemah. Aku kan petualang yang hebat."
    "Ah, kamu bisa saja.  Sabar dong San, kamu tenang saja," ujar Abah Darma. Dia memanggil San pada perempuan itu. Mungkin namanya Susan atau Santi. Atau yang lainnya. Entahlah aku tidak tahu. Abah Darma kembali melanjutkan pembicaraannya. " Aku punya seokor kuda jantan yang tangguh,  masih Muda. Pokoknya dia sanggup membawamu berpetualang semalam suntuk."
    "Ah, sombong sekali perempuan itu, dia bilang seorang petualang sejati? Berlari naik kuda? Apa dia tidak tahu aku juga seorang petualang. Bahkan aku pernah menang juara satu lomba lari se kabupaten. Tapi seperti apa kehebatan orang itu. Kalau dia kemari aku berani mengajaknya adu lari." Gumamku dalam hati. Aku sering mendengar  Abah Darma berbicara kepada orang di seberang telepon dengan menawarkan kuda jantan. Pdahal  setahuku Abah Darma tidak pernah memlihara kuda. Dan selama ini pula aku tidak tahu persis abah darma bisnis apa. Yang aku lakukan hanya  berbakti dan mengabdi pada orang yang telah berbaik hati merawatku selama ini.
     Namun pada malam berikutnya aku benar- benar tahu apa bisnisnya Abah Darma. Seperti biasa aku tahu dari orang yang berbicara disebrang telepon. Pada malam itu aku tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Mereka kembali membicarakan kuda jantan.
    "Tidak takut haram, jualan kuda jantan?" ujar perempuan yang di panggil San itu membuka pembicaraan.
    "Hahah, sudahlah jangan munafik. Kita kan sama saja." Abah Darma menimpali.
"Ya, betul. Yang penting saling menguntungkan."
    "Betul San. Menjadi geremo itu lebih baik daripada koruptor yang pekerjaanya selalu meyengsarakan rakyat. Kita yang dengan pekerjaan haram, memberikan pekerjaan kepada pemuda- pemuda pengangguran untuk menjadi gigolo, itu lebih baik. Daripada mereka para pejabat terlaknat. Dengan tega mereka merampas hak rakyat, bukannya meningkatkan kesejahteraan, bukannya meningkatkan taraf pendidikan rakyat supaya mereka punya keterampilan dan bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik, malahan mempersempit pekerjaan dan mempersulit ekonomi rakyat. Siapa yang membuat para pemuda dan gadis desa melacurkan diri? Siapa yang membuat mereka begitu? Itu semua para pejabat terkutuk itu." Kata Abah Darma tersungut- sungut.