Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Kisah tentang Bayi Tabung, Kaki Diamputasi, dan Istri Dua

5 November 2021   23:51 Diperbarui: 30 November 2021   22:25 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption - Ilustrasi Pasangan suami-istri yang sangat mendambakan anak - hellosehat.com

Bermula kondisi kaki kiri ada luka kecil di sela jari kaki.  Orang Jawa menyebutnya "rangen". Kejadiannya berawal pada tahun 2015.

Ketika berobat, dokter membersihkan kaki yang luka dan mengobatinya. Tetapi ada yang salah, penanganan membuat jari kaki berubah menghitam. Enny kembali ke dokter yang sama. Komentar dokter justru bernada menyalahkan. Ternyata ada penyumbatan pembuluh darah pada kaki kiri dan kanan. Kaki kiri penyumbatannya lebih parah. Luka tidak kunjung sembuh, bahkan sakitnya dirasa tambah nyeri.

Saat itu 2017, Enny Susetyo Utami sedang sibuk berencana menikahkan anak ragil. Hatinya sedih dan terpukul karena sakit di kakinya. Dengan kondisi kaki sedemikian ia keluarga merayakan pernikahan anak ragil. Sedih dan gembira bercampur jadi satu.

Image caption - Enny Susetyo Utami dan suami pada pernikahan anak ragilnya - dokpri Enny SU
Image caption - Enny Susetyo Utami dan suami pada pernikahan anak ragilnya - dokpri Enny SU

Tidak puas dengan urusan medis, Enny mencari pengobatan alternatif. Tapi kakinya tidak kunjung membaik.  Bahkan dokter rumah sakit memvonis, salah satu kaki harus diamputasi. Dari pangkal paha. Namun, atas pertimbangan dokter, kaki kiri amputasi di bawah lutut atau betis. Dan Alhamdulillah berhasil. Tidak perlu amputasi pada pangkal paha.

Kesediaannya diamputasi pada 2018 memang tidak mudah. Ada anggota keluarga tidak setuju, kondisi kesehatannya sebagai pertimbangan. Resiko besar. Tapi demi keluarga, Enny bersiteguh. Pertimbangan lain, tanpa amputasi dikhawatirkan kondisinya lebih buruk.

Dengan kaki sebelah dunia terasa berubah. Rasa minder dan rendah diri selalu membayangi. Ia berusaha tegar dan tabah. Saran menggunakan kaki palsu dan kruk sudah dicoba. Sayang, fisiknya sudah tidak memadai. Jadi kegiatan apapaun perlu bantuan orang lain. Mau pergi ke mana-mana harus setia dengan kursi roda.

Beruntung ia mendapat dukungan keluarga-besarnya. Semangat hidup yang sempat drop lambat-laun bangkit. Mereka berganti terus memompa semangat hidup Enny.

Kini, untuk mengisi kegiatan produktif Enny tekun membuat aneka aksesoris. Berbahan bebatuan. Ia juga berjualan pakaian secara daring. Ponsel menjadi sarana penting. Dengan ponsel pula ia berbagi kisah hidupnya. Termasuk melalui Zoom dengan sesama alumni SMA.

Penyaji berikutnya Mas Ismanto Purwo Saputro (65, Bantul). Ia pensiunan guru SMP. Para tetangga memanggilnya Mas Guru. Ia juga seorang penggiat seni karawitan.

Tema yang dibawakannya ditunggu-tunggu peserta Zoom. Khususnya peserta lelaki. Menarik ceritanya. Tentang pilihannya berpoligami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun