Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat 239 Anggota DPR RI Lalai Melapor Harta Kekayaan

8 September 2021   22:38 Diperbarui: 8 September 2021   22:43 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption Webinas KPK ttg Lapoan Harta Kekayaan Anggota DPR RI - mpr.go.id

Rakyat bangga diwakili oleh para wakil rakyat. Itu idealnya. Namun, kenyataan hal itu jauh panggang dari api. Tak jarang mereka bukannya jadi contoh baik, melainkan justru sebaliknya. 

Dalam kasus nyolong alias maling uang negara, yang kemudian disebut sebagai tindak koruptif, rombongan mereka salah satu pelakunya.

Itu sebab agaknya mereka tidak suka membuka diri terutama dalam hal kekayaan yang dimiliki. 

Dalam banyak hal para anggota legeslatif, terlebih anggota DPR RI, mestinya dapat menjadi contoh, menjadi panutan bahkan idola, bagi warga masyarakat. Bagi rakyat yang mereka wakili. 

Bagi segenap anak bangsa. Tetapi tidak. Bahkan boleh dikata, jauh dari kondisi ideal. Hal itu setidaknya tergambar pada ketidakpatuhan melapor harta kekayaan mereka. 

Ketua KPK, Firli Bahuri, menyebut hingga 6 September 2021, dari 569 anggota DPR RI dari kewajiban laporan yang sudah melaporkan diri 330 orang (58 persen). Sisanya, 239 orang, belum melaporkan diri. Mungkin lupa, lalai, atau sengaja.

Hal itu disampaikan Firli dalam webinar KPK, Selasa (7/6/2021). Padahal, ketika menuju pemilihan legislatif, 100 persen para calon anggota dewan tersebut patuh melaporkan LHKPN. Sebab itu merupakan syarat pencalonan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

*

Sangat banyak orang pintar di negeri ini. Tak kalah dibandingkan dengan bangsa-bangsan lain. Namun, mencari orang jujur tidak mudah. Bahkan sulit. Betapa banyak orang yang secara pengetahuan dan pengalaman agama mumpuni, tapi jatuh pada perilaku koruptif. Betapa banyak orang pintar-terpelajar tapi tidak punya karakter jujur dan keteladanan.

Sangat ironis anggapan para penjahat "rakus duniawi" itu kebanyakan merasa tidak bersalah. Sebab ada yang mendapatkan lebih besar tetapi lepas dari jerat hukum. Ada pula yang merasa ketiban sial. Sebab pelaku yang sama melenggang bebas di luar penjara.

Hanya beberapa orang koruptor yang mengaku bersalah dan meminta maaf. Mungkin mereka membayangkan betapa uang yang ditilap itu mungkin hak orang-orang miskin dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.

Lalu menjalani hukuman sesuai vonis yang dijatuhkan hakim. Itu pun banyak diantara ang menerima remisi. Bahkan banyak diantara mereka yang hidup bermewah-mewah tatkala berada di balik terali besi.

Beberapa fakta itu membuktikan, masih akan lama lagi negeri ini bebas dari tindak korupsi-kolusi-nepotisme. 

Penjara khusus koruptor karenanya menjadi persinggahan sangat memalukan sejumlah menteri, gubernur, bupati/walikota, anggota DPR RI maupun DPRD Provinsi-Kabupaten-Kota, dan para pemangku kepentingan lain. Itu kalau mereka masih punya rasa malu dan ada niat bertobat.

Jadi, sangat wajar banyak anggota DPR RI malas memberi laporan harta kekayaan yang dimiliki.

*

Menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan keharusan bagi anggota DPR RI. Pelaporan itu sendiri dimaksudkan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi.

Menurut  Firli, dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ada perintah untuk melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara. Wajib lapor harta kekayaan dilakukan sebelum, selama, dan setelah melakukan atau menduduki jabatan.

Selain demi mendukung tugas KPK, pelaporan harta kekayaan  merupakan bentuk pertanggungjawaban publik terhadap rakyat yang memilih.

Sayangnya, ketentuan pelaporan harta kekayaan para penyelenggara negara itu tanpa disertai sanksi dan konsekuensi. Akibatnya tingkat kepatuhan rendah. Bahkan pun untuk para "yang mulia". 

Andai saja mulai dari parpol pengusung memberi ancaman PAW (pergantian antar waktu) pasti tak ada satu pun anggota DPR RI yang lalai, malas, serta mencari-cari alasan untuk tidak melapor.

*

Berbagai alasan dapat saja disampaikan oleh para anggota DPR RI (239 orang) yang lalai membuat laporan harta kekayaan sesuai ketentuan. Mudah-mudahan tidak ada kesengajaan, dan apalagi disertai niatan untuk menutupi tindak koruptif yang sudah dan akan mereka lakukan.

Rakyat sangat berharap, sudahilah kerakusan melalui korupsi-kolusi-nepotisme. Rakyat menderita karena tindak koruptif, siapapun pelakunya. Terlebih bila dilakukan oleh para penyelenggara negara, termasuk anggota DPR RI. Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut -- Katapang, 8 September 2021 / 1 Safar 1443
Sugiyanto Hadi  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun