Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mencermati Berita Pakai Judul Gaul

3 November 2020   22:20 Diperbarui: 4 November 2020   07:08 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi judul berita yang gila - yukepo.com

Kata "gaul" pada judul saya maksudkan gaya bebas. Dan karena saya bukan ahli bahasa, sekadar pengamat pun tidak, saya tidak berani membuat penilaian. Karenanya, judul yang terasa janggal dan kurang tepat, saya sebut saja sebagai judul gaul (kamus: hidup berteman).

Mari kita lihat beberapa diantara judul gaul itu.

Cermati judul berikut: "Paman Tega Cabuli Keponakan yang Masih SD hingga Hamil."

Begitulah penulisannya, dan begitu pula kata-katanya. Peristiwanya sendiri sering terjadi. Perhatian saya pada kata "paman" dan "keponakan". Kata-kata tersebut menunjuk hubungan/sistem kekerabatan. Tetapi tidak jelas siapa sebenarnya mereka.

Andai saja kata "paman" diganti dengan nama (meski sekadar inisial) sebenarnya dari si pelaku, maka menjadi jelas bahwa keponakan punya hubungan kekerabatan yang dekat.

Dengan demikian, judul berita di atas tidak menunjuk adanya hubungan kekerabatan. Padahal hal tersebut justru hendak ditonjolkan. Betapa tega, bejad, amoral.

Bila dibaca beritanya kita baru mengerti, ternyata kata "paman" dari judul adalah MB alias T (52). Sedangkan keponakan yaitu FO (14), masih duduk pada kelas VI SD.

Judul lebih tepat, yaitu "MB Tega Cabuli Keponakan yang Masih SD hingga Hamil", atau "FO yang masih SD dihamili Pamannya".

Sayangnya, cara penulisan judul berita (terkait hubungan kekerabatan) seperti itu dianggap lazim, lumrah, dan sudah biasa. Dianggap tidak salah, karena menyerupai bahasa gaul.

*

Berbeda dibandingkan dengan sosok jurnalis warga, para jurnalis media arus utama rata-rata berlatar pendidikan memadai dalam hal tulis-menulis, kebahasaan, dan teori/praktik jurnalistik. Selain pendidikan formal (saat mendapatkan ijazah sarjana), mereka mendapat training maupun pelatihan saat mulai berkarier pada sebuah media.

Bila mereka mumpuni dalam penulisan berita, mengapa harus rancu membedakan subyek dan obyek?

Cermati judul berita berikut ini: "Miliki 3,8 kg ganja, Polisi tangkap dua Pengedar berkebangsaan PNG".

Judul di atas memberitahu pembaca: Polisi merupakan si pemilik ganja. Namun, Pengedar berkebangsaan PNG justru yang ditangkap. Aneh, ya?

Perbaikannya menjadi: "Miliki 3,8 kg ganja, Pengedar Berkebangsaan PNG ditangkap Polisi". Bila Polisi dijadikan subyek, menjadi: "Polisi Tangkap Pengedar Ganja Berkebangsaan PNG, Barang Bukti 3,8 Kg."

*

Ada lagi judul berita yang tampak tak kalah gaul.

Cermati judul berita berikut: "Chef Juna Ceritakan Alasan Cerai dengan Mantan Istrinya di Amerika."

Ada dua kata kunci pada judul itu, yaitu "cerai" dan "mantan". Dua kata itu memperlihatkan jurnalisnya (juga editornya) kurang cermat.

Meski di sana ada kata "menceritakan" yang berarti peristiwa itu sudah berlalu, bukan berarti kata "mantan" boleh digunakan. Sebab yang diceritakan mengenai peristiwa "cerai". Kata cerai hanya dapat dilakukan ketika sepasang lelaki-perempuan masih dalam ikatan perkawinan. Dengan kata lain, mengapa harus ada kata cerai kalau memang sudah mantan?

Perbaikannya sederhana, hilangkan kata "mantan", menjadi: "Chef Juna Ceritakan Alasan Cerai dengan Istrinya di Amerika."

*

Ada lagi judul berita yang lebay, alias ada-ada saja. Itu menurut hemat saya. Yaitu penambahan keterangan yang sama sekali tidak terkait dengan peristiwa maupun penanganan peristiwa itu.

Cermati judul berita berikut: "Akhirnya Pelaku Pembunuhan Sadis Saudara Jokowi Terungkap".

Luar biasanya, semua media memberitakan peristiwa pembunuhan itu dengan menambahi pada judul n keterangan yang tidak perlu, yaitu "saudara Jokowi".

Kalau saja keterangan itu (mungkin dengan uraian panjang lebar) pada tubuh berita tak mengapalah. Tetapi ini pada judul.

Dan lagi, kata "saudara" itu setelah ditelusuri ternyata "hanya" kakak ipar sepupunya. Memang bersaudara, tapi tidak ada hubungan darah. Jadinya, ya terasa mengada-ada. Bukan berarti keterangan "masih bersaudara" tersebut tidak perluh diberitakan. Karena tidak ada pengaruhnya apa-apa. Kecuali bila keterangan bersaudara dengan Jokowi, sebagai Presiden RI, ada keistimewaan tertentu dalam proses peradilan, berpengaruh pada besar-kecilnya hukuman, atau hal-hal lain. Padahal tidak.

*

Masih ada lagi judul berita yang gaul betul. Terus berulang, dan selalu sama kesalahannya.

Cermati judul berita berikut: "Uang Palsu Senilai Rp 800 Juta Gagal Beredar, untuk Pilkada?"

Di mana letak kesalahannya? Yaitu pada kata "senilai".  Uang palsu bila sudah terdeteksi kepalsuannya, maka tidak punya nilai uang lagi. Nilainya tinggal pada kertasnya, yaitu kiloan. Uang palsu masih bernilai manakala tidak terdekteksi kepalsuannya. Tetapi begitu ketahuan (bahkan oleh orang-orang tuna-netra, karena ada penanda tertentu yang dapat diraba) sudah tidak bernilai sama sekali.

Berita terkait besaran uang palsu sebagai barang bukti kejahatan, yaitu dengan menyebut  jumlah lembaran, serta nilai nominalnya. Sekali lagi, bukan nilai totalnya.

*

Sebuah judul dapat diibaratkan etalase pada deretan pertokoan, menyerupai halaman depan rumah di kompleks perumahan, dan bahkan mirip ekspresi wajah bila kita ingin mengenal kepribadian orang per orang. Pembuatan judul terlalu gaul (boleh juga dibaca amburadul) harus dihindari, karena dapat menyebabkan kerancuan dan salah pengertian bagi khalayak.

Itu saja. Lima judul di atas hanya contoh. Masih banyak judul-judul serupa bertebaran, dan tiap jurnalis maupun penulis mestinya rajin terus mencermatinya. Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 3 November 2020 / 17 Rabi'ul Awal 1442

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun