Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Konvoi Moge Ugal-ugalan, Keroyok 2 Prajurit TNI, dan Viral

1 November 2020   23:46 Diperbarui: 1 November 2020   23:51 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau sekadar berlaku ugal-ugalan, seenarnya banyak pihak dapat melakukannya. Rombongan remaja ngebut, atau bahkan balapan liar, misalnya. Atau rombongan pengantar mobil ambulance menuju ke tempat pemakaman. Pada musim pilkada, tak jarang para pemotornya bersikap ugal-gulaan pula.

Namun, yang terbanyak memang para pengendara sepeda motor gede. Para pengguna jalan lain erring merasa dikalahkan. Sebab mereka menggunakan kendaraan pengawalan. Mobil, atau motor Polisi Lalu-Lintas, yang melakukan pengawalan mengistimewakan keberadaan mereka. Bahkan saat pertigaan/perempatan jalan ketika traffic light sedang lampu merah, mereka menerobos saja. seperti tanpa rasa bersalah.

Konvoi para pengendara moge itu jadi punya keistimewaan. Seperti ambulance yang membawa oran sakit ataumeninggal dunia, seperti rombongan pejabat penting. Ditambah lagi dengan adanya pengawalan yang menggunakan sirine. Warga masyarakat hanya mengelus dada, menyabarkan diri. Meski dalam hati dongkol, dan bahkan geram, atas kenyataan itu.

Dan ternyata, tidak sampai di situ keugal-ugalan mereka. Bila ada sesama pengguna jalan yang mengganggu kelancaran konvoi mereka, tak segan-segan mereka memperlihatkan sikap arogan berlebihan.

*

Orang juga tahu harga sebuah moge tidak sebanding dengan sepeda motor biasa. Penggunaanya pun bukan untuk kepentingan keseharian. Tidak fungsional untuk bekerja dan beraktivitas sehari-hari. Dengan kata lain, hanya para penghobi berat moge yang bersedia mengeluarkan ratusan juta hingga milyar rupiah untuk memiliki moge.

Sekarang entah berapa ribu perkumpulan pemilik moge di negeri ini. Mereka berkumpul untuk niat baik, itu awalnya. Tetapi para pemilik moge merk tertentu rupanya merasa "lebih" dibandingkan merk lain. Anggotanya pun biasanya bukan orang-orang biasa. Ada petinggi berbagai instansi, juga petinggi TNI/Polri, baik yang  masih aktif maupun yang sudah mantan.

Hal terakhir ini agaknya yang membuat klub moge tersebut merasa diri jumawa.  

Itulah agaknya awal mula peristiwa pengeroyokan sejumlah pengendara moge terhadap 2 orang prajurit TNI di Bukittinggi. Kedua prajurit TNI AD tersebut (prajurit tersebut berpakaian preman/tidak berpakaian dinas karena tugas jabatannya sebagai anggota tim intel di Kodim 0304/Agam)

*

Media memberitakan, kronologi peristiwa  pengeroyokan terhadap 2 prajurit TNI, yaitu Serda M Yusuf yang dan Serda Mistari. Keduanya berboncengan sepeda motor hendak berangkat ke tempat tugas, yaitu Markas Kodim Agam. Ketika melintas di Jalan Dr.Hamka, Bukittinggi ada rombongan pengendara moge melintas menggunakan pengawalan. Mereka menepi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun