Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Modus Tilang, Oknum Polisi Cabuli Siswi SMP di Pontianak

23 September 2020   22:45 Diperbarui: 23 September 2020   22:52 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tilang - petugas polres katapang - pontianak.tribunnews.com

Tilang (kependekkan dari kata bukti pelanggaran) lalu-lintas merupakan istilah populer yang selalu terkait dengan Polisi untuk menertibkan urusan lalu-lintas. Hari-hari tertentu dan ruas jalan tertentu tilang dilakukan.

Kerap berawal dari tilang berbagai kasus kejahatan terungkap: perampokan, pengiriman ganja dan sabu-sabu, kasus pembunuhan, perselingkuhan, dan lainnya. Pendeknya, membongkar kasus kejahatan dan menggulung pelakunya. Sebaliknya dari tindakan tilang pula sejumlah oknum Polisi bertindak curang-salah-kriminal.

*

Secara institusi tugas pokok Polisi yaitu melayani dan mengayomi masyarakat, tetapi sejumlah oknum justru (dengan sadar dan nekat) merusak tugas mulia itu.

Konon oknum itu bertindak dengan sepengetahuan atasannya. Dan konon pula hanya itulah yang dapat mereka (petugas lapangan) lakukan dengan tanpa rasa bersalah. Sebab para pimpinan mereka (terlebih yang memiliki rekening gendut) hanya memperkaya diri sendiri dengan cara tak kalah busuk.

Dalam kasus Djoko Chandra misalnya, sejumlah petinggi Polisi terbukti menjadi tangan kanan si buron. Jadi, kalau saja para anak buah itu (yang kemudian disebut oknum) boleh berterus terang pasti banyak cerita dapat diungkap mengenai ulah kotor atasan mereka.

Dan kini, salah satu oknum itu menyalahgunakan tindakan tilang untuk melakukan tindakan asusila (mencabuli) terhadap gadis di bawah umur. Yang sangat mengherankan, oknum anggota kepolisian dari Satlantas Polresta Pontianak itu bukan petugas lapangan/operasional melainkan staf di kantor.

Dengan kata lain, ia sudah punya rencana jahat untuk mencari korban. Dan "kali ini" korbannya seorang gadis muda,

Siswi SMP (15 tahun).

Pengakuan DY baru sekali melakukan kesalahan boleh jadi bohong, Mungkin ia telah melakukan hal yang sama berulang. Yaitu sengaja mencari korban. Setelah mendapat korban lalu diajak "damai".  Mudahnya ia mengakui perbuatan bejatnya lantaran tergiur sebagai alasan untuk memaksa korban menuruti kemauannya.

*

Perbuatan tercela Brigadir DY tentu sangat meresahkan warga masyarakat. Terutama para gadis di bawah umur (bila mereka menyadari resikonya) yang sudah mengendarai sepeda motor sendiri di jalanan umum. Juga bikin was-was para orang tua si gadis. Bisa saja mereka terkena tilang Polisi lalu ditawari (atau dipaksa) berdamai dengan cara itu.

Jangan-jangan masih ada korban lain yang belum melapor atas perbuatan DY, karena malu-takut-masa bodoh. Jangan-jangan bukan hanya ia seorang yang memanfaatkan kesaktian tilang untuk keuntungan oknum Polisi.

Dan benar saja. Kasus yang sama sebelumnya kasus serupa terjadi di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Utara.

*

Saat ini berita baik atau berita buruk alangkah cepatnya tersebar. Media konvensional kalah cepat dibandingan dengan media online. Namun, agaknya berita buruk tetap lebih cepat dan luas sampai pada masyarakat.

Terlebih bagi mereka yang sudah punya rasa kurang suka, curiga, prasangka buruk, dan bahkan benci. dan polisi (secara perseorangan maupun institusi) punya banyak celah untuk menjadi sasaran aneka perasaan negatif itu.

Kali ditambah lagi dengan ulah DY. Tidak dijelaskan dalam berita berapa umurnya, apakah ia lajang atau sudah punya pacar/isteri, tidak disinggung pula bagaimana karier maupun kehidupan diri maupun keluarganya sehari-hari. Agaknya media sulit mengorek lebih lengkap sosok DY.

Oleh karena mestinya pihak Polresta Pontianak (Polda/Polri) lebih terbuka mengenai sosok DY agar tidak terulang lagi kejadian yang sama. Polisi lain tidak mengikuti modusnya, sedangkan warga masyarakat mampu menghindar dari jebakan yang sama.  

*

Upaya Kapolri untuk meningkatkan citra Polri dan profesionalitas anggotanya kandas oleh ulah oknum, satu diantaranya DY.

Sangat tepat saat ini DY sudah berstatus tersangka, dan terancam pidana serta dipecat. Perilaku buruk DY membuka berbagai dugaan buruk pula terhadap proses seleksi pendaftaran menjadi anggota Polisi. Sudah menjadi rahasia umum perlu biaya besar untuk lolos seleksi.

Untuk dapat lolos selesi menjadi Bintara Polri pun sogoknya mencapai ratusan juta rupiah, apalagi untuk dapat lolos Akademi Polisi.  

Dan bila DY (dan banyak anggota lain) berhasil lolos karena sebab yang sama maka semakin terbuka dan nyata kebobrokan mental oknum petinggi Polisi yang terkait pendaftaran serta penerimaan Bintara Polisi maupun Akpol.

*

Mudah-mudahan dalam kasus di Kalbar itu Kapolri cepat-tanggap dan dengan gigih terus memberantas borok laten yang ada di dalam institusinya. Tuntaskan kasus para petinggi Polri yang menyeleweng, beri hukuman maksimal pula: pidana dan pecat.

Dengan begitu para bawahan maupun calon polisi terseleksi dengan lebih transparan-berkualitas dan jujur untuk mengembangkan profesi dan menjunjung tinggi citra Polri.

Nah, itu saja. Semoga ke depan citra Polisi menjadi lebih baik.  Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 23 September 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun