"Dadi wong ki sing solutip ngono lo, yo.. .. ." [Jadi orang itu yang solutif gitu lo, ya.] - Bu Tejo
https://era.id/film/35907/julid-abis-berikut-nyinyiran-bu-tejo-yang-paling-nyelekit-di-film-tilik
. Film pendek Tilik, produksi
*
Terus terang saya tidak tertarik dengan sosok Bu Tejo. Terlebih bibir dan senyumnya yang begitu rupa. Tampak terlalu karikatural dan teatrikal serupa di panggung. Padahal pemeran lain (Bu Tri dan Yu Ning misalnya) bermain wajar, tidak berlebih-lebihan. Ucapan, intonasi, dan mimik: normal dan alamiah. Ya, itu subyektiitas penulis.
Demikian pun ada ucapan Bu Tejo yang patut dicermati. Seperti kutipan kalimat pada awal tulisan ini.
Tidak mengherankan Tilik sempat menjadi trending topic Twitter dengan lebih dari puluhan ribu cuitan. Sejak diunggah, Tilik telah ditonton jutaan kali oleh pengguna YouTube.
*
Ucapan Bu Tejo: "Jadi orang itu yang solutif gitu lo, ya." Nadanya menengahi, meredakan perasaan kesal, dan coba mengubah suasana menjadi gembira kembali.
"Solutif" dari kata solusi, yang artinya menurut KBBI adalah: penyelesaian; pemecahan (masalah dsb); jalan keluar. Dalam film Tilik ucapan itu dimaksudkan untuk mengurangi rasa kecewa ibu-ibu para peserta "tilik" lantaran gagal menjenguk Bu Kades. Sebab tokoh desa itu masih di ruangan ICU.
Kembali pada kata solutif. Namun, penggunaan kata solutif itu ternyata salah, ngawur, dan sok pintar. Referensi (acuan) pada semua kamus Inggris tepercaya mengatakan bahwa kata sifat (adjective) dari kata "solution" adalah "solutional".
Adapun rujukan kata "solutive" dalam bahasa Inggris termasuk kata yang obsolete (usang) dan bermakna (terjemahan bebas): bersifat memperlancar buang air besar. Jadi, selain sebutan tokoh Bu Lurah yang tidak pas (mestinya Bu Kades), pilihan kata "solutif" pada dialog pun keliru. Sayangnya, kata itu sudah banyak disitir media, dan itu berarti menyebarluaskan kesalahannya (termasuk tulisan ini. . . heheh).
*
Lepas dari kesalahan penggunaan kata solutif (yang mestinya solusional), memang penting kita menjadi sosok solusional. Menjadi bagian dari pribadi pemecah masalah, bukan pembuat masalah.
Orang akan sangat bersyukur tatkala sukses-senang-menang. Sebaliknya, sulit bersabar bila gagal-sedih-kalah. Tanda-tanda orang tidak bersabar mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari: kasus korupsi-kolusi-nepotisme, menghalalkan segala cara, ke dukun, cari pesugihan, bahkan membunuh dan bunuh diri.
Sebab kehidupan ini merupakan perputaran roda kehidupan. Seperti halnya musim penghujan dan kemarau, siang dan malam, dan peredaran benda-benda langit. Termasuk bumi. Apapun berputar, berganti. Namun, saja hak prerogatif Allah untuk mengatur dan menentukan apa yang dikehendakiNya di luar akal dan logika (apalagi kemauan) manusia.
Dalam bahasa agama ada janji Allah berupa kemudahan (solusional, setelah kita menghadapi kesulitan), yaitu dalam QS. Al-Insyirah, ayat 5 dan 6. Yang artinya: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Dilanjutkan dengan ayat (yang bunyinya sama): "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."Â
*
Tulisan ini perlu penulis kaitkan dengan dua peristiwa kriminal, yaitu terungkapnya pembunuhan Hsu Ming Hu (52, warga negara Taiwan, pemilik pabrik rati) dan klinik abosi, serta satu peristiwa solusional.
Tersangka pelaku SS (37), mantan karyawati yang kemudian menjadi sekretaris pribadi. SS berdalih sakit hati karena dihamili, lalu Hsu minta kandungandigugurkan. Tetapi belakangan SS ditelantarkan.
Penelusuran polisi soal pengguguran kemudian mengungkap kasus lain yang tak kalah besar, yaitu ditemukannya klinik aborsi. Setahun terakhir klinik yang berlokasi di Jakarta Pusat itu telah mengaborsi tak kurang 2 ribu bayi.
*
Dua peristiwa itu memperlihatkan adanya kesulitan. Lalu timbul kenekatan dan tindak kriminal: menggugurkan, membunuh. Penelusuran polisi mengungkap klinik aborsi.
Terpisah, ada peristiwa lain yang bersifat solusional. Â Namanya Monica Soraya Haryanto (41) warga Jakarta. Ia mengadopsi sekaligus enam bayinya dari ibu tak mampu membesarkan anak, dan bayi dari pasangan di luar nikah.
*
Andai saja banyak sosok lain yang memiliki kelembutan hati seperti Monica Soraya maka tak perlu ada klinik aborsi. Andai banyak orang terketuk kedermawanan dan hatinya untuk mendirikan panti asuhan yang menampung bayi dari ibu korban perkosaan, bayi akibat perselingkuhan, dan bayi yang tak dikehendaki lain niscaya pembunuhan janin dapat dikurangi (bahkan ditiadakan).
Monica Soraya sudah memulai (secara tidak langsung menjawab tantangan Bu Tejo). Mestinya banyak keluarga berada tak mau ketinggalan untuk melakukan hal serupa. Adopsi bayi terlantar banyak-banyak, bikin panti asuhan bayi, dan tutup klinik aborsi.
Jadilah orang yang solutif. . . .ehh, solusional! Seperti harapan Bu Tejo. ***
Sekemirung, 30 Agustus 2020 / 11 Muharram 1442
Baca juga tulisan menarik yang lain:
giring-ganesha-presiden-entah-kapan-kelak
cerpen-rezeki-tak-terduga
film-tilik-sosok-bu-tejo-dan-nyinyiran-menjurus-fitnah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H