Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adu Akting yang Dimenangkan Si Penipu, Butet, dan Melia Wahyuni

25 Juni 2020   17:41 Diperbarui: 25 Juni 2020   17:38 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Butet kartaredjasa dalam pentas | medcom.id

Butet lanjut dengan kalimat begini:

"Saya tidak mengenalnya. Dia cuma mengaku fans, tahun 2012 untuk pertama nonton saya manggung ketika memainkan "Pandol" Teater Gandrik di Yogya."

Sebuah awal yang bikin penasaran pembaca FB-nya. Hal itu sekaligus menunjukkan kepiawaian Butet merangkai kata. Latar belakangnya sebagai jurnalis, serta menghafal monolog maupun naskah drama/film tentu mempengaruhi hal itu.

Seterusnya Butet bercerita mengenai siapa Melia itu, lengkap dengan penyakit yang disandangnya, serta permintaannya yang disebutnya aneh di atas, yaitu sebuah senyuman Butet di depan si penipu tengik itu.

Luar biasanya, akting Melia didukung dengan latar-belakang tokoh yang sedang dihadapinya, serta (terutama) kondisi penyakit (kanker usus stadium 4), rumah sakit  dan dokternya, keluarga yang meninggal karena kanker pula, serta ditambah dengan tangis sesenggukan pula.

Bahkan saking percayanya pada setiap kata si penipu, Butet perlu menambahkan keterangan medis (atas pertanyaan kawannya pada kolom komentar): "Meli nggak punya hp. Kanker di tubuhnya menolak benda2 dgn kandungan listrik."

Siapa coba yang (bila pada waktu itu menemani Butet menjadi saksi atas akting "all out" Melia) ikut mendengarkan "kisah sedih nan memilukan" itu? Bahkan seorang Butet pun terhanyut dan tersentuh hatinya?

*

Seketika (beberapa saat kemudian) pada kolom tanggapan/komentar di FB itu bermunculan deras  aneka tanggapan dengan nada kasihan, simpati, mendoakan, juga menggaris bawahi kata dalam judul "pertanda". Ya, ternyata orang ada mau menghadapi operasi (di Jakarta) yang berkemungkinan gagal dan meninggal dunia pun kok harus "sowan" dulu ke rumah seorang "jongos" (dalam komedi satir Republik Sentilan-Sentilun bersama aktor Slamet Rahardjo sebagai "ndoro" di layar Metro TV) di Yogyakarta.

Cerita sdih itu di- "CC" ke sejumlah teman. Nama-nama yang sangat terkenal/dikenal tentu saja. Karuan saja semakin ramailah tanggapan dan komentar atas tulisan Tamu Pertanda tersebut.

Sekadar tambahan keterangan "CC" dan "BCC" itu adalah kependekan dari Carbon Copy dan "Blind Carbon Copy". Keduanya sama fungsinya, untuk menambah penerima e-mail. Tapi bedanya, di "BCC", penerima akan mengetahui siapa penerima lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun