Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Imam Salat Tarawih Dadakan (2)

11 Mei 2020   14:12 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:49 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita awal: Covid-19 mengharuskan semua hal dilakukan di rumah. Termasuk ibadah serta salat tarawih. Persoalannya, jadi imam salat tarawih harus punya hafalan surah-surah yang memadai. Bang Brengos dan Pak  Samiran terbiasa jadi makmum di masjid perlu persiapan khusus. 

Link cerita sebelumnya: mendadak-imam-salat-tarawih

*

Dari kisah hidup Pak Samiran itu tiba-tiba Bang Brengos menemukan bahan tulisan yang menggelitik untuk segera ditulis.

Setelah salat Ashar berjamaah, Bang Brengos bergegas ke ruang kerjanya yang sederhana dan memulai menulis:

 "Ada orang bertanya: "Mau Ke mana, Pak/Bu?" Kita cepat menjawab sesuai keperluan dan tujuan kepergian kita hari itu. Jawab saja singkat, "Ke kantor," atau Ke Pasar," atau "Ke luar kota".

"Itu pertanyaan mudah dijawab. Jarang orang bertanya yang lebih sulit dari itu (kecuali dalam ujian). Bila diteruskan lebih mendalam pertanyaan itu bisa menjadi: "Mau ke mana, Pak/Bu, setelah kematian kelak?"

"Jawabnya sungguh tidak mudah. Menjawabnya pun tidak boleh main-main. Memang ada saja orang yang enggan menjawab, tidak mau. Orang-orang itu mungkin berpendapat bahwa persoalan kehidupan sesudah mati terkait dengan agama yang dianut. Dan soal agama sifatnya mutlak urusan pribadi tiap orang."

"Padahal sebetulnya tidak."

"Seperti dijelaskan para ulama, kelak di alam kubur ilmu/pengetahuan seseorang akan ditanya mengenai pemanfaatannya. Orang yang suka berbagi ilmu akan mendapatkan pahala sebanyak orang-orang yang mengikuti perbuatan baik yang ditularkannya. Sebaliknya yang pelit dan tidak mau berbagi ilmu akan mendapatkan siksa. Nah, dalam konteks inilah ungkapan perlunya kita saling menasihati mendapatkan alasannya."

"Kalau dalam kehidupan dunia yang pendek dan diumpamakan layaknya "mampir ngombe (Jw atau singgah untuk minum)" kita bisa teliti, cermat, njelimet, dan berjuang mati-matian begitu rupa; kenapa untuk kehidupan di akhirat yang waktunya sangat lama justru disepelekan?"

"Untuk urusan itu bagus kita renungi sebuah pertanyaan dalam kita suci, terjemahannya sebagai berikut: "Setiap kali ada sekumpulan dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?" (Al Mulk 67: 8)"

"Jawabnya, pasti pernah. Dan itulah pentingnya saling menasihati."

"Saling menasihati merupakan hal yang baik. Jangan gusar, jangan berburuk sangka, jangan merasa pendapat sendiri paling benar. Sebab kebenaran hanya milik Allah. Itu sebabnya kita perlu terus koreksi dan konfirmasi dengan yang lain. Jangan sampai menyesal kelak di akhirat lantaran mengabaikan peringatan siapapun kepada kita."

"Selesai."

Bang Brrengos berdiri dari kursinya. Melemaskan otot-otot punggung, menggerak-gerakan lengan. Kurang dari setengah jam, selesai tulisan itu. Sebuah renungan, seperti setiap kali, bukan untuk siapa-siapa kecuali diri sendiri.

*

Menu berbuka maghrib itu kolak dengan dicampuri sebutir durian Bangkok. Sekadar untuk bau-bauan. Tambah segar dan sedap terasa, menggugah selera. Setelah beristirahat beberapa menit, Bang Brengos mengajak isteri dan anaknya  melakukan salat Maghrib berjamaah.

Sambil menunggu salat Isya berjamaah diisi dengan dzikir dan baca Al Qur'an, diselingi dengan obrolan hal-hal seputar agama.

Menjelang salat Isya Bang Brengos menyiapkan bangku bulat kecil yang agak tinggi di dekat sajadah imam. Mak Jumilah heran, tetapi ia tidak ingin bertanya-tanya. 

Ketika salat berjamaah Mak Jumilah baru mengerti kegunaan bangku bulat. Ya, untuk meletakkan Al Qur'an mungil yang dipegang suaminya. Saat itu Bang Brengos membaca dua surah agak panjang.

Selesai salat Mak Jumilah berkomentar pendek: "Mantap, Bang. Mak yakin, Abang sudah pantas menjadi imam di Masjid Al Taufik di seberang sungai. . . . . . !"

"Terima kasih atas pujianmu, Mak . . . . !" jawab Bang Brengos ringan.

"Pujian, dukungan, dan penyemangat. . . .!" tambah Mak Jumilah seraya bergegas hendak menyiapkan aneka hidangan di meja makan.

Senyum Bang Brengos mengembang. Senang meski sekadar membayangkan menjadi imam salat di masjid umum, tidak hanya di rumah sendiri. Tetapi sepanjang yang pernah dilihatnya, belum pernah ada imam masjid yang perlu membawa contekan.

"Ini salah satu hikmah pandemi Covid-19. Rumah lebih berkah . . . .," gumam lirih Bang Brengos pada dirinya sendiri. Ya, hanya pada diri sendiri. Kesimpulan itu mungkin nanti dapat dijadikan tulisan tersendiri.

Sebelum salat tarawih berjamaah Bang Brengos perlu menjelaskan ringkas (sebatas pemahaman yang telah ditulisnya) mengenai pertanyaan: "Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu?" *** (Selesai)

Sekemirung, 10 -- 11 Mei 2020

Baca juga tulisan menarik lain:
andai-tidak-ada-kata-cucu-juga-dikerahkan
tercyduk-produsen-paket-sembako-isi-batu-ferdian-paleka
kasus-narkoba-roy-kiyoshi-ditangkap-polisi
dari-solo-didi-kempot-melawat-ke-sewu-kutho-hingga-belanda-dan-suriname

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun