"Sudahlah, 11 rakat saja. Pingsan nanti kalau bacaan Abang panjang-panjang. . . Â hehehe!"
Bang Brengos balas tertawa, tetapi agak kecut. Artinya, hatinya ciut juga. Sebenarnya di rumah hanya dua orang jadi makmum, yaitu isteri dan anak bungsunya. Tapi soal hafalan surah-surah dana bacaannya dikeraskan memang perlu persiapan cukup.
*
Minggu pertama Ramadan, siang hari, Pak Samiran lewat. Bang Brengos spontan saja, seperti biasa, memintanya singgah. Selama ini tidak pernah sekali pun ia singgah meski sekedar untuk berbagi ucapan selamat pagi-siang-sore, atau bertukar info mengenai kesehatan. Kali ini tumben, ia mau bersedia.
"Oke, saya singgah, Bang Brengos.. . . ."
"Nah, begitu. Kita bertetangga lama, tapi tidak pernah saling kunjung."
"Memang ada hal penting apa, Bang?"
"Ayolah duduk dulu. Santai."
Kedua lelaki tua itu pun tertawa-tawa. Akrab layaknya dua teman lama. Meski tanpa bersalaman, tanpa berangkulan, dan tetap saling menjaga jarak. Melihat tetangganya mengenakan masker, buru-buru Bang Brengos pun mengambil dan mengenakan maskernya.
"Tapi tolong jangan disediakan kopi panas dan makanan kecil, ya. Maaf. . . .!"
"Kalau es cendol tambah durian, bagaimana?"