Mungkin hanya di pengadilan yang bisa mengurai persoalan sepele tapi lucu itu. Ya, sebab apapun kalau sudah dipolitikkan --diseret ke urusan politik, bukan ke poliklinik- begitulah jadinya.
*
Sebelum akhir, perlu dibahas sedikit mengenai latah kita dalam menggunakan kata sebutan/ganti orang yang digabung, dua atau tiga, tanpa disebutkan secara tegas siapa yang jadi patokan.
Kata bapak, ibu, cucu, dan kata lai serupa itu sebenarnya serupa kata petunjuk arah: utara, selatan, bawah, tinggi, gemuk, dan seterusnya. Harus ada dulu patokannya yang jelas, misal rumah cat warna merah, pohon mangga, pom bensin, atau lainnya.
Dari patokan itu baru mudah ditelusuri utara atau selatannya. Jika hanya disebut ke utara, turun, ke kiri, dan seterunsya; tidak bakal ketemu yang mau dicari. Sebut duu rumah cat earna merah, baru ke utara, lalu. . . . . Â
Dengan kata lain DS kurang jernih menyebut siapa yang dimaksud. Kurang tegas. Akibatnya seluruh kader partai merasa tersakiti. Bahkan ahli bahasa dan ahli komunikasi pun akan pusing dibuatnya. Dan urusan berlarut-larut, tak terurai.
*
Belakangan ada lagi nama JS yang coba memperlebar persoalan dengan membandingkan kemampuan bahasa Inggris si cucu yang jadi primadona dengan seorang presiden sebuah rezim. Lucu dan menggemaskan. Tapi ya sudahlah.
Mungkin tekanan batin lantaran pandemic Covid-29 memang sedemikian hebtr dan dahsyat sehingga begitu rupa orang coba menunjukkan kemampuan mereka dalam persiapan "kerah". Ibarat anjing dengan kucing, atau sekawanan tikus berebut ikan asin, atau sekelompok monyet menyerbu ladang petani, begitulah suasananya.
Saran saya, kita jadi penonton yang baik saja. kapan lucu tertawa, kapan seru deg-degan, kapan pilu menangis. Jaga diri baik-baik terlebih dalam suasana shaum Ramadan, agar tidak batal sia-sia. Agar kita tetap mendapatkan pahala puasa dengan segenap amal-ibadahnya.
Kata 'andai" pada judul di atas sekadar pemanis. Tidak perlulah kita ikut berandai-andai, bikin pusing, nggak penting; tapi sebenarnya lucu juga ya?