Jadi sekali lagi, tertawa itu syaratnya ringan. Tidak berbelit-belit, dan sekali lagi 'manfaatnya besar'. Namun, tentu tidak mudah. Terlebih pada masa pendemi Covid-19 yang entah kapan akan berakhir ini.
Orang yang gampang tertawa pada masa kini bisa saja mereka yang kemungkinan punya gangguan kesehatan. Jangan-jangan malah gangguan yang lebih serius: kewarasan.
Contohnya si Dal. Sudah dibilang jangan tertawa,masih juga tertawa ia. Apapun ditertawakannya. Ada yang menggoreng tahu-tempe lupa mengangkat karena main ponsel, maka Dal terbahak sekerasnya.
Ada yang lupa mencopot kerupuk dan langsung mengunyahnya demikian demonstratif. Lupa sedang berpuasa. Tak urung Dal pun tertawa mati-matian.Â
Ketika istirahat sambil memunggu azan magrib makin meledaklah tawa si Dal. Apa pula bahan tertawaan Dal kalau bukan dari cerita barko si pemancing tawa.
"Kamu tahu nggak sisi lucu pandemic Covid-19?"
"Tidak ada lucu-lucunya. Orang tidak sempat melucu, dan bahkan tidak sempat berpikir hal-hal lucu. Semua cenderung serius, tertekan, tanpa senyum. Dan ketakutan. Takut tertular lalu mati, takut menderita rugi banyak karena ekonomi macet, takut kehilangan harta, dan banyak lagi!"
"Nah, ini berita media online. Dikhawatirkan dampak gerakan #stayathome maka tingkat kelahiran diseluruh dunia terjadi penambahan 7 juta kehamilan tak terduga.
Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga pun meninkat pesat. . . . .!"
"Lucu itu?"
"Sangat lucu. Orang lain takut positif tertular virus, orang-oang ini justru sengaja bikin positif isteri mereka masing-masing. . . ..!"