Ukuran kecepatan berbeda sebutannya. Tergantung bidang apa kita bicara. Kalau mengenai penerbangan, maka digunakan kecepatan suara. Makin canggih sebuah pesawat terbang makin jauh melebihi kecepatan suara.
Dalam olahraga lari, kecepatan pelari diukur dari jarak yang dilombakan. Jarak paling pendek 100 meter dan 200 meter, dan biasa disebut sebagai lari sprint. Karena itu para pelarinya disebut sprinter.
Zaman dulu, saat masih ramai surat-menyurat melalui kantor pos, kecepatan surat sampai kepada alamat yang dituju ditentukan oleh harga prangko yang dibubuhkan pada sampul surat. Ada surat biasa, kilat, dan kilat khusus.
Bagaimana kiranya bila ukuran kecepatan diterapkan pada salat tarawih? Sebuah berita mengenai hal itu menggunakan kata yang berbeda untuk tiga kalimat yang ada di dalamnya, yaitu ekspres, kilat, dan cepat. Seekspres apa rupanya pelaksanaan salat tarawih itu? Bayangkan saja kecepatannya: 6 menit. Bukan untuk 11 rakaat, tetapi 23 rakaat.
"Kami percepat salat tarawih tahun ini jadi enam menit," kata pengasuh Ponpes Al-Quraniyah, Azun Mauzun, Jumat (24/4/2020).
Bukan kali ini saja cara salat demikian, melainkan sejak beberapa tahun sebelumnya. Oleh karena itu jamaah pun sudah tahu kebiasaan demikian, dan mereka tidak pindah ke masjid lain.
"Salat tarawih kilat di sini sudah dilaksanakan sekitar sepuluh tahun," cetusnya. Salat tarawih dilaksanakan 20 rakaat, diimbuhi tiga rakaat Salat Witir.
*
Kalau diibaratkan lari sprint, para jamaah sudah selesai melakukan salat tarawih dan bubar, sedangkan sprinter Usain Bolt ((USA) dan Lalu Muhammad Zohri (Indonesia) masih melaju pontang-panting menuju finis.
Jarak 100 meter dicapai dengan waktu 9 menit lebih sekian detik. Tetapi salat tarawih ini hanya 6 menit. Memang luar biasa kecepatan gerak dan melafal bacaan salat teman-teman kita dari Indramayu itu.
Tentu ini bukan tanpa sebab. Mereka melakukannya karena imbauan tidak boleh berkumpul, harus menjaga jarak; dan keharusan di rumah saja. Pandemi Covid-19 penyebabnya. Pada waktu yang lain, tahun-tahun sebelumnya, mereka salat tarawih dengan jumlah rakaat yang sama dalam waktu 7 menit. Dan kali ini cuma 6 menit. Berarti ada penghematan 1 menit.
*
Untuk menggambarkan kecepatan salat tarawih di suatu masjid di Indramayu, ada sebuah unggahan di Youtube yang memperlihatkan hal itu. Pelaksanaannya pada Ramadan tahun lalu.
Salat tarawih kilat dilakukan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Qur'aniyah desa Dukuhjati Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Waktunya sekitar 7 menit.
Sebuah video diunggah di Youtube oleh Haris LAN pada Selasa, 7 Mei 2019 yang menampilkan jemaah sedang melaksanakan salat tarawih. Video itu viral, dan memunculkan berbagai tanggapan.
Pelaksanaan salat tarawih seperti itu bukan hanya pada satu atau dua tempat saja. melainkan pada sejumlah tempat, Bagi orang yang belum pernah berada pada satu tempat dengan mereka bahkan membayangkannya pun tentu tidak mudah. Tapi saya pernah "terjebak" berada di tengah-tengah mereka.
*
Beberapa tahun lalu saya berada di sebuah kawasan di Bandung Barat, sebuah perkampungan kecil. Masjidnya pun kecil, sedikit lebih besar dari musala. Â Sebagai pendatang, saya berpikir pelaksanaan salat seperti biasa saja. Saya berhitung, daripada salat tarawih sendirian, lebih baik ikut berjamaah.
Pada salat Isya' berlangsung normal. Kecepatan gerakan dan bacaan normal. Tetapi sesudah tausiah pendek  dan dilanjutkan dengan salat tarawih, terasa suasananya menyerupai orang balapan lari.
Bukan hanya cepat, kilat, ekspres, atau sebutan apapun; tetapi balasan. Sesekali iman mendahului, lain kali jamaah memimpin di depan. Kecepatan bacaan salat pun bukan hanya satu nafas, tetapi mungkin setengah nafas. Dan begitulah saya ikut dengan terengah-engah.
Suasananya betul-betul riuh, suara takbir yang menandai perubahan gerakan salat bersahutan. Dua rakaat salam. Langsung cepat berdiri lagi, salam lagi, salam lagi. Lalu witir 3 rakaat, salam. Dan buru-buru bubar.
*
Cara melaksanakan salat tarawih cepat di atas, bukan hanya karena wabah Covid-19, tetapi memang sudah menjadi kebiasaan mereka. Karena kondisi yang ada sekarang mereka mempercepat lagi. Makin ekspres, mungkin kalau mengadopsi istilah kantor pos zaman dulu menjadi kilat khusus.
Berbagai hal sudah dipenuhi oleh jamaah. Sebelum salat ruangan disemprot disinfektan, selain itu jamaah mengenakan masker, jarak berdiri antar jamaah juga tidak rapat seperti biasanya. Memang yang kurang tuma'ninah (tenang/berhenti beberapa saat). Jangankan kekhusukan, sekadar menarik nafas panjang pun rasanya tidak sempat. Lanjut terus, bergerak cepat-cepat, seperti orang balapan lari.
Tulisan ini tidak untuk memperdebatkannya. Mereka bukan awam, melainkan jamaah sebuah pondok pesantren. Bila kita tidak setuju dengan cara super kilat itu tidak perlu mengikutinya. Lebih baik salat tarawih sendiri, kecuali terlanjur seperti saya dalam cerita di atas.
Nah, itu saja. Terima kasih sudah singgah dan menyimak hingga akhir. Lebih dan kurangnya mohon maaf. Wallahu a'lam. ***
Sekemirung, 27 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H