Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ucapkan Terima Kasih kepada Para Penggali Kubur

24 April 2020   14:16 Diperbarui: 24 April 2020   14:22 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemakaman pasien Covid-19 malam hari - jatim.suara.com

Selagi sempat jangan pelit kita mengucap terima kasih kepada siapapun yang telah membantu kita. Kepada siapapun yang membuat kehidupan kita lebih mudah. Namun, ada sekelompok orang yang mungkin kita tidak sempat mengucapkan rasa terima kasih kita. Siapa mereka? Para penggali kubur kuburan kita.

Bukan tidak mau berterima kasih. Tetapi sudah tidak bisa, tidak sampai. Tentu saat itu kita sudah sibuk dengan urusan kita sendiri. Urusan di dalam alam kubur.

Maka selagi ada umur sempatkan berterima kasih kepada mereka, terlebih saat mereka sedang bekerja kerass membongkar tanah, menggali kuburan orang lain. Yang paling mudah dan murah ya sekadar ucapan. Namun, bagus ditambahi bentuk lain yang lebih berarti bagi mereka. Bukan besar-kecilnya, tetapi ketulusan yang kita tunjukkan. 

Seperti juga penggali sumur, buruh bangunan, dan kuli panggul; untuk menjadi penggali kubur perlu tenaga besar. Terlebih di tanah tandus, berbatu-batu, serta di bukit-bukit kapur. Tenaga manusia masih sangat diperlukan sebab galian kubur selalu berdekatan, bahkan mepet, dengan kubur lain. Diperlukan keterampilan tersendiri untuk menghindar dari liang lahat jenazah lain.   

Pada masa pandemic Covid-19 saat ini para penggali kubur harus kerja ekstra keras. Terlebih di pekuburan umum di kota-kota besar dan zona merah. Mereka yang selama ini kurang mendapatkan perhatian tiba-tiba menjadi topik pembicaraan media.

*

Sebuah media Singapura khusus menyoroti mengenai keseharian seorang penggali kubur.  

Kisah Minar (54), seorang penggali kubur di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur diangkat oleh sebuah media Singapura.

Minar bertutur, sepanjang 33 tahun pengalamannya sebagai penggali kubur ia tidak pernah sesibuk ini. Ia hampir tidak ada waktu untuk beristirahat.

Dia mengaku kondisi sekarang sangat melelahkannya. Setiap harinya, dia harus menggali lubang makam dengan sekopnya, karena jenazah terus berdatangan.

"Sekarang sangat melelahkan, karena ada begitu banyak jenazah tiba setiap hari, jadi aku merasa lelah karena menggali tanpa henti," ujar Minar.

Sebelum pandemi Corona, sering sampai berhari-hari ia tidak mendapat panggilan menggali kubur. Namun, kini bisa lima kali sehari. Satu tim terdiri empat orang, dan sesuai protap virus Corona para penggali kubur pun harus mengenakan alat pelindung diri (APD) untuk menghindari risiko tertular.

*

Seorang penggali kubur di Cikadut menuturkan pengalaman selama pandemi Covid-19.

Lebih dari satu pekan ini, Beni Subakti, bekerja lebih keras dari biasanya. Petugas penggali dari UPT3 Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut itu berada di garda depan dalam menguburkan jenazah korban Covid-19.

Beni sempat merasa takut saat pertama kali memakamkan jenazah yang terjangkit virus Corona. Namun berbekal pengetahuan dan persiapan yang cukup, ketakutan itu perlahan sirna.

Ia merasa lebih tenang karena saat penguburan jenazah yang terkena virus Corona selalu mengenakan alat pelindung diri (APD). Kekhawatiran atas kesehatan dirinya pun hilang, sebab setelah mengikuti dua kali mengikuti rapid test Covid-19, dirinya dinyatakan negatif.

*

Mudah-mudahan para penggali kubur tidak ada yang tertular virus Corona, apalagi sampai meninggal karenanya. Karena jumlah penggali kubur sangat terbatas.

Sekadar menggali tanah tentu banyak orang sehat mampu melakukannya. Tetapi untuk menjadi penggali kubur perlu nyali besar, terlebih juga pengetahuan memadai. bayangkan bila penggalian dilakukan dalam cuaca buruk, hujan deras, atau pada malam hari, di tengah pemakaman besar, dan jauh dari perkampungan pula. Ngeri.

Keluarga dari jenazah yang hendak dikubur maupun para penggali kubur sendiri pasti berharap proses pemakaman berlangsung lancar sesuai tempat, waktu, maupun ketentuan dan prosedur agama serta kesehatan. Dan karena itulah selama masih memungkinkan sempatkan berterimakasih kepada para penggali kubur. Siapa tahu mereka juga yang menggali kubur kita kelak.

*

Hari ini, hari pertama bulan suci Ramadan suasana terasa sejuk dan sepi. Mendung merata di langit, sebentar terik matahari menyorot. Tak lama kemudian sang surya kembali bersembunyi. Di zona hijau dilakukan jumatan terbatas di masjid Al Taufik di seberang kali singkat dan segera bubar setelahnya. Jamaah mengenakan masker, berjarak satu dengan yang lain, dan khusuk selepas salat dua rakaat berjamaah, diteruskan doa mohon kesehatan dan kesejahteraan seluruh warga bangsa.

Nah, itu saja. Kapan ada kesempatan mari kita ucapkan rasa terima kasih kita kepada para penggali kubur.

Selamat menjalankan shaum Ramadan bagi muslim dan muslimah. Salam sehat dan terus bersyukur masih diberi umur. Semoga pandemi Covid-19 segera berlalu. ***

Sekemirung, 24 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun