Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik "Cuci Tangan" ala Jokowi

28 Maret 2020   22:14 Diperbarui: 28 Maret 2020   23:28 3384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk urusan pola pikir sedemikian itu agaknya Jokowi betul-betul cuci-tangan. Tidak mau ikut campur. Mungkin alasannya sederhana, penguasa itu punya jangka waktu kapan berkuasa. Tidak bisa leluasa, semau-maunya kapan suka. Tentu ada kekecualian, yaitu  era "enak zamanku to?".

Kalau penguasa lengser, maka terbukti harus luntur pula kedekatan serta politik "saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling melindungi kepentingan meski merugikan negara". Sebab harus mendekat ke penguasa yang baru, dengan segenap suka dan maunya.

*

Kekecualian pertama sudah terkuak pada alinea terdahulu. Tapi ada kekecualian ke dua, yaitu ketika dua kali Jokowi memilih kabur daripada bertahan dalam jabatan yang saat itu didudukinya.

Pertama tahun 2012, dengan meninggalkan wakilnya FX Hadi Rudyatmo, dan yang kedua tahun 2014 meninggalkan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok. Ada, bahkan banyak yang kurang suka dengan gaya politik seperti itu. Nama pertama kemudian menjadi Wali Kota, nama kedua kemudian menjadi Gubernur.

Negeri kita yang warganya dikaruniai sifat ramah, rendah hati, suka gotong-royong, dan aneka budi luhur lain, agaknya kurang suka dengan politik cuci tangan itu. Hal demikian mereka nilai sebagai cuci tangan dalam pengertian negatif. Artinya, seperti ia meninggalkan bom waktu yang membuat orang lain jengah.

Akibatnya terasakan sampai sekarang. Terlalu gampang dan sepele alasan sejumlah orang untuk menjaga jarak dengannya. Dengan Jokowi dan Pemerintahannya. Sementara itu virus mengharuskan warga mematuhi imbauan Pemerintah melakukan physical distancing dan social distancing.

Seperti dalam berurusan dengan virus Corona sebulan terakhir ini, ada yang mewaspadainya dengan mengenakan masker. Ada pula yang pakai sarung tangan, menutup sekujur tubuh dengan lapisan penahan virus dan disemproti disinfektan. 

Gambaran seperti itu tampak pada rakyat yang mestinya berduka karena ibunda sang Presiden wafat. Tetapi sejumlah orang justru memanfaatkan peristiwa itu untuk mengumbar hawa marah, benci, dan sinis menggunakan berbagai ungkapan buruk yang tak pantas.

Beberapa dari mereka kemudian ditangkap Polisi memang. Demikianpun tidak membuat jera yang lain. Salah satu dampak buruk media sosial dan gadget yaitu sifat suka menyombongkan diri, bukan hanya untuk hal-hal baik. Hal buruk pun dipajang, dpamerkan, disombongkan . Perbuatan buruk, bahkan proses bunuh diri, di-share semata agar mendapatkan acungan jempol, like, comment, dan diviralkan orang.

Sikap Jokowi sebagai Presiden yang berusaha keras memanusiakan rakyat ditanggapi salah, dibalas dengan sikap tidak memanusiakan oleh mereka yang merasa orang lain lebih pantas dalam posisi Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun