Kehilangan seorang ibu bagi setiap anak memunculkan kesedihan mendalam. Tak terkecuali seorang Jokowi. Betapapun tabah dan kuat ia menerima hujat dan fitnah karena langkah dan kebijakan Pemerintahannya yang mengganggu para pengusaha dan penguasa hitam masa lalu, kesedihan sangat tampak meliputi hatinya.
Jokowi hanya seorang biasa, seorang yang sangat sayang ibu. Figur Ibu yang selalu mendoakan, menasehati, dan menyemangatinya untuk tidak lemah dari berbuat yang terbaik meski tidak populer.
Banyak orang yang meragukan gaya Jokowi dalam berpolitik. Sampai kemudian mereka menyadari si kurus itu bukan sosok sembarangan dalam pemikiran dan insting politiknya. Apapun sebutannya, salah satunya mungkin politik cuci tangan.
*
Ungkapan cuci tangan dapat bermakna dua. Pertama, makna negatif, ingin lepas tangan, tidak mau bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukan (sendiri atau bersama orang lain). Kedua, bermakna positif, yaitu tidak mau campur tangan yang bukan urusannya. Hanya mau ikut-ikutan, menyusupkan kepentingan sendiri pada urusan orang lain.
Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah Jokowi sebagai Kepala Pemerintahan maupun Kepala Negara hobi berat cuci tangan? Bisa ya, dan bisa pula tidak. Dalam arti yang pertama, atau kedua?Â
Ini ihwal sederhana dan gampang dijawab. Tergantung seberapa suka kita pada sosok yang rendah hati, merakyat dan amanah itu; atau sebaliknya seberapa geram kita dibuatnya.
*
Jokowi hanya tukang kayu, kemudian pengusaha mebel, dan kemudian merangkap sebagai pengurus pengusaha yang bergerak dalam bidang permebelan. Di kota asalnya, Solo atau Surakarta, namanya dikenal. dan lambat laun mulai terkenal seiring dengan karier politik yang diembannya.
Bukan hal aneh seorang pengusaha tiba-tiba melompat ke urusan politik. Banyak yang lain, pada tingkat lokal mau pun nasional. Bukan karena pengusaha kurang kerjaan, tetapi memang pengusaha butuh penguasa. Zamannya memang begitu. Siapa dekat penguasa maka lancar jayalah usahanya. Banyak pula yang berharap kursi di legeslatif. Itu batu loncatan ke jabatan di Pemerintahan.
Jokowi meniru alur yang sudah ada, tetapi tidak mau mengikuti pola pikir ke arah kolusi dan nepotisme seperti itu.
Untuk urusan pola pikir sedemikian itu agaknya Jokowi betul-betul cuci-tangan. Tidak mau ikut campur. Mungkin alasannya sederhana, penguasa itu punya jangka waktu kapan berkuasa. Tidak bisa leluasa, semau-maunya kapan suka. Tentu ada kekecualian, yaitu  era "enak zamanku to?".
Kalau penguasa lengser, maka terbukti harus luntur pula kedekatan serta politik "saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling melindungi kepentingan meski merugikan negara". Sebab harus mendekat ke penguasa yang baru, dengan segenap suka dan maunya.
*
Kekecualian pertama sudah terkuak pada alinea terdahulu. Tapi ada kekecualian ke dua, yaitu ketika dua kali Jokowi memilih kabur daripada bertahan dalam jabatan yang saat itu didudukinya.
Pertama tahun 2012, dengan meninggalkan wakilnya FX Hadi Rudyatmo, dan yang kedua tahun 2014 meninggalkan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok. Ada, bahkan banyak yang kurang suka dengan gaya politik seperti itu. Nama pertama kemudian menjadi Wali Kota, nama kedua kemudian menjadi Gubernur.
Negeri kita yang warganya dikaruniai sifat ramah, rendah hati, suka gotong-royong, dan aneka budi luhur lain, agaknya kurang suka dengan politik cuci tangan itu. Hal demikian mereka nilai sebagai cuci tangan dalam pengertian negatif. Artinya, seperti ia meninggalkan bom waktu yang membuat orang lain jengah.
Akibatnya terasakan sampai sekarang. Terlalu gampang dan sepele alasan sejumlah orang untuk menjaga jarak dengannya. Dengan Jokowi dan Pemerintahannya. Sementara itu virus mengharuskan warga mematuhi imbauan Pemerintah melakukan physical distancing dan social distancing.
Seperti dalam berurusan dengan virus Corona sebulan terakhir ini, ada yang mewaspadainya dengan mengenakan masker. Ada pula yang pakai sarung tangan, menutup sekujur tubuh dengan lapisan penahan virus dan disemproti disinfektan.Â
Gambaran seperti itu tampak pada rakyat yang mestinya berduka karena ibunda sang Presiden wafat. Tetapi sejumlah orang justru memanfaatkan peristiwa itu untuk mengumbar hawa marah, benci, dan sinis menggunakan berbagai ungkapan buruk yang tak pantas.
Beberapa dari mereka kemudian ditangkap Polisi memang. Demikianpun tidak membuat jera yang lain. Salah satu dampak buruk media sosial dan gadget yaitu sifat suka menyombongkan diri, bukan hanya untuk hal-hal baik. Hal buruk pun dipajang, dpamerkan, disombongkan . Perbuatan buruk, bahkan proses bunuh diri, di-share semata agar mendapatkan acungan jempol, like, comment, dan diviralkan orang.
Sikap Jokowi sebagai Presiden yang berusaha keras memanusiakan rakyat ditanggapi salah, dibalas dengan sikap tidak memanusiakan oleh mereka yang merasa orang lain lebih pantas dalam posisi Jokowi.
*
Cuci tangan yang terakhir seorang Jokowi tak lain terkait langsung dengan kondisi yang mengkhawatirkan seluruh dunia akibat saat ini. Berkecamuknya wabah yang disebabkan oleh ulah mahluk teramat mungil bernama virus Corona kelewat ganas.
Jokowi dan jajarannya, serta semua pihak terkait, menganjurkan cuci tangan. Itu satu bagian dari upaya memutus mata rantai penyebaran. Ada banyak anjuran lain yang harus dilakukan, diantaranya untuk mempertinggi ketahanan tubuh, mengurangi bahkan menyetop kontak sosial, menjaga jarak dengan orang lain, sekembali dari ke rumah segera mandi dan cuci pakaian yang baru saja dikenakan, di rumah saja selama masa inkubasi, dan banyak lagi.
Yang tertular sudah banyak, yang meninggal pun banyak. Tetapi yang sembuh juga tidak sedikit. Jadi antara kekhawatiran, ketakutan, dan harapan, timbul-tenggelam dalam perasaan dan pikiran kita. Mudah-mudahan usaha keras semua pihak untuk menghentikan wabah membuahkan hasil. Termasuk andil warga yang patuh untuk di rumah saja, segera mendapatkan hasil.
Itulah rupanya politik "cuci tangan" ala Jokowi yang tak perlu dibantah dan diragukan manfaatnya. Jangan berburuk sangka kalau tidak tahu pasti hal sebaliknya. Bahkan berbaik sangka sebenarnya lebih bermanfaat.
Otak kita terbatas untuk mampu memahami banyak hal, apalagi semua hal. Dan ihwal orang lain itu hanya Tuhan yang apa dan bagaimana yang sebenarnya. Di akhirat kelak semua orang harus melihat kalkulasi diri. Janganlah hari ini kita abai akan hal itu, apalagi coba menjadikannya candaan.
*
Mari kita biasakan cuci tangan pakai sabun bersih-bersih, mengikuti gaya berpolitik Pak Jokowi. Beliau bukan malaikat. Ia hanya mantan tukang kayu. Ibundanya pun orang sederhana, bukan orang berada, apalagi keturunan menak. Tapi pemikiran dan insting politik si kurus asli Solo itu tidak mudah diantisipasi oleh mereka yang rakus dan korup.
Terakhir, judul tulisan ini mestinya "Politik tukang kayu ala Jokowi". Judul dibuat begitu ide muncul. Kalau judul diubah maka logika tulisan pun harus diubah. Jadi biarlah sesekali menulis judul yang bikin pembaca penasaran.
Itu saja. Mohon maaf jika kurang berkenan. Salam sehat di rumah saja. Wassalam. ***
Cibaduyut, 28 Maret 2020 / 3 Sha'ban 1441 / 27 hari jelang Ramadan
Simak juga tulisan menarik sebelum ini:
bukan-ucapan-duka-cita-nyinyiran-dilontarkan-para-pembenci-jokowi
ibunda-jokowi-meninggal-keteladanan-seorang-ibu-dan-tak-perlu-ada-nyinyiran
saatnya-siaran-tv-gencarkan-halau-hoaks-perbanyak-program-terheboh-dan-breaking-news
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H