"Bodoh, Bu?"
"Belajar jadi kaya dulu. Kerja keras dan rajin menabung. Kaya, lalu punya isteri banyak. Aku tidak akan marah . Â .!"
"Banyak, Bu?"
"Ya, banyak. Dua sampai empat. Tapi langkahi dulu mayatku. . . . !"
"Ohh. Ampun, Bu. Langkahi mayatmu? Ngeri, ahh. Mayat kecoa saja aku takut. Mana pula mayatmu. Jangan bercanda keterlaluan begitu ahh. . . . !"
Tuan Jabrik meringis sendiri jika ingat peristiwa itu. Bakatnya bermain drama sepenuhnya tercurah jika menghadapi isteri. Dan entah tahu atau tidak, isterinya selalu menanggapi dengan drama yang tak kalah mengharukan pula.
Mata dan pikiran Tuan Jabrik menerawang ke mana-mana. Ia jadi kurang fokus di depannya ada sosok yang harus diuji.
Giliran Dul Gendut tercengang. Ia merasa gerak-gerik dan lirik mata Tuan Jabrik lebih mengerikan dibandingkan tatapan predator manapun. Maka ia bertanya dengan gaya tanpa menggurui.
"Tuan Jabrik, saya ada usul., , , "
"Usul? Ini bukan rapat. Bodoh. . . . . !"
"Memang bukan rapat. Tapi usul 'kan tidak harus dalam rapat. Dalam wawancara kerja pun boleh. . . . "