Media massa di Indonesia masih cenderung bersikap Jawa sentris (centris). Padahal, salah satu elemen jurnalisme adalah pemberitaan harus proporsional dan komprehensif.
Itulah salah satu hasil penelitian sebuah media dan demokrasi dalam kaitan dengan Hari Pers beberapa waktu lalu.
Sayangnya pendapat itu didasarkan pada riset yang sudah cukup lama dilakukan, yaitu tahun 2013. Bisa saja tahun 2019 lalu kondisinya tidak berubah banyak, tetapi 6 tahun merupakan waktu yang cukup panjang untuk berubah.
Bila ingin mengutip hasil penelitian itu lagi mestinya diberikan beberapa peristiwa pendukung, salah satunya yaitu ingar-bingar hajatan Pilpres. Benar negeri ini memiliki 34 provinsi, tetapi semua mata dan telinga seperti tidak ada pilihan lain kecuali berporos ke ibukota sebagai pusat kegiatan dan aktivitas terbesarnya.
Dengan pertimbangan itu maka tidak terlalu tepat istilah Jawa sentris, melainkan Jakarta sentris. Bagian Jawa yang lain seperti pulau-pulau lain, kurang diperhitungkan. Kecuali Jawa dalam pengertian suku bangsa, maka sebutan Jawa sentris agaknya tidaka tergeser.
Media memerlukan rujukan dan referensi dari Jakarta, mulai dari KPU Pusat, Pemerintahan Pusat, lembaga-lembaga survey, maupun tokoh-tokoh dan akademisi berskala nasional.
Dan hal lain yang tak berubah adalah domisili stasiun penyiaran media elektronik nasional -radio, televisi dan online- yang (hampir) semuanya berada di Jawa, khususnya ibukota negara.
Dulu kebijakan Pemerintah menempatkan media elektronik televisi pada beberapa kota provinsi selain Jakarta, diantara di Bandar Lampung, Bandung, dan Surabaya. Tetapi demi kepentingan bisnis agaknya hanya Jakarta yang lebih memadai awal beroperasionalnya media yang berbiaya operasional sangat tinggi itu.
Hal lain khusu ntuk media cetak, yang memiliki cabang pada berbagai daerah, pemberitaannya pun lebih beragam. Tidak semta dari Pulau Jawa, atau dari orang suku Jawa.
Pemberitaan yang Jawa sentris memang tidak proporsional. Kebijakan redaksional dan kepentingan pemilik media bercampur-aduk jadi satu untuk mendukung kepentingan itu. Meski mungkin saja hal tersebut justru demi kepentingan publik. Sebab Jawa memiliki penduduk terpadat dibandingkan wilayah lain (bukan hanya suku Jawa).