Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tragis 8 Tewas, Pesta Miras Oplosan di Tasikmalaya

25 Januari 2020   14:42 Diperbarui: 25 Januari 2020   14:52 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
botol dan minuman keras | dreamstime.com

Banyak peristiwa yang memprihatinkan, tetapi jatuhnya banyak korban akibat minuman keras (miras) oplosan tetap saja membuat sesak di dada. Betapa tidak? Kebanyakan korban berusia muda. Usia sekolah/kuliah dan usia produktif. Tragis, dengan oplosan mereka sukarela menuju lubang kubur dalam usia muda.

Namun, mungkin karena dorongan pergaulan, iseng-iseng, atau sekadar gagah-gagahan, tindakan buruk yang diprakarsai satu-dua teman didukung oleh banyak teman-teman dan tetangga yang lain.

Hampir tiap kota memiliki kisah sedihnya masing-masing terkait dengan warganya yang tewas setelah pesta dengan menenggak miras oplosan ramai-ramai. Dan kali ini yang dibicarakan orang mengenai jatuhnya 8 korban tewas dan 8 orang lainnya dalam perawatan  rumah sakit (ada yang kritis) di Kabupaten Tasikmalaya.

Tasikmalaya merupakan salah satu kota/kabupaten santri di Jawa Barat itu. Tetapi sebagian warga rupanya tak mau ketinggalan dibandingkan dengan kota-kota lain. Mereka pun gemar minum minuman keras yang dioplos aneka minuman lain sehingga kadar alkoholnya tak terkontrol.

Ya, tentu saja minuman oplosan itu dengan takaran asal-asalan saja. Aneka minuman apapun dicampurkan. Hasilnya dahsyat, sebagian besar peminum tumbang, sekarat, dan tewas, sisanya dilarikan ke rumah sakit.

*

Diberitakan Tribun, mereka meninggal dunia berturut-turut, Kamis (23/1) sore dan malam serta Jumat (24/1) dini hari.

Babinsa Desa Selawangi, Pelda Sarno, dalam laporannya, Jumat (24/1/2020) menyebutkan, ketiga korban meninggal adalah Robi (25), Eka (18), dan Rizal (18).

"Mereka menenggak miras oplosan alkohol 96 persen dicampur minuman berenergi pada Rabu (22/1/2020) sore. Keesokan harinya, Kamis (23/1/2020) ketiganya dilarikan ke rumah sakit," kata Pelda Sarno.

*

Ketika ada orang meninggal,  secara refleks tanggapan kita sering ingin tahu lebih jauh mengenai siapa, mengapa, dan bagaimana si korban. Lalu ketika kita tahu ada orang meninggal karena tindakan yang sia-sia maka kita secara refleks pula berpendapat sesuatu. Ada yang merasa berduka, sangat sedih, dan kehilangan. Tetapi bukan tak mungkin, bahkan banyak, orang yang justru bersyukur.

Dalam kaitan dengan korban miras oplosan berjatuhan --seperti tertulis dalam judul- apakah kita berduka, atau sebaliknya bersyukur? Jawabnya, tergantung beberapa hal.

Bila itu saudara kita, teman atau tetangga dekat, kita pasti ikut berduka. Apalagi ita tahu perilaku keseharian korban bukan pembuat onar, rukun dan ringan tangan untuk membantu tetangga.

Kita sangat berduka apabila tahu (kenal langsung) bahwa korban sebenarnya orang baik, orang soleh, taat beribadah, berbakti kepada kedua orangtua, berperilaku sopan-santun, dan pekerja keras. Mungkin karena menghadapi suatu masalah pelik lalu iseng-iseng dan ikut-ikutan saja,

Memang tidak ada yang tahu kapan dan di mana serta bagaimana cara seseorang meninggal dunia. Orang-orang baik berharap meninggal secara baik, sedangkan orang-orang berperilaku buruk didoakan suatu ketika nanti bertobat dan memperoleh hidayah.

Karenanya bila ada orang baik yang meninggal dengan cara tidak baik tentu kita berduka sangat mendalam. Benarlah disebutkan dalam ajaran agama bahwa kematian (peristiwa, proses, penyebabnya) menjadi pelajaran terbaik bagi orang-orang yang masih hidup dalam menjalani kehidupan masing-masing.

*

Seperti kebiasaan merokok di kalangan remaja, menenggak minuman keras pun tak jarang menular dengan cepat. Terlebih dalam satu kelompok, lingkungan, organisasi, dan bentuk-bentuk kumpulan lain. Parahnya, kalaupun tidak ada seseorang yang menjadi donatur dalam pembelian mirasnya, mereka tidak kekurangan akal untuk mengumpulkan uang secara patungan. 

Gardu ronda, atau rumah salah satu pecandu minuman keras, atau rumah para pengoplosan minuman biasanya menjadi sarang para peminum (bahkan mungkin narkoba).

Acara ulang tahun, menang pilkades/pilkada, perayaan pernikahan, bahkan perayaan Lebaran menjadi alasan untuk pesta bagi para peminum. Bila sudah rutin dilakukan biasanya sekadar kumpul-kumpul, bernyanyi-nyanyi, ngobrol dan bersendau-gurau, atau berjudi kartu. Kemudian mabuk bareng. Beruntung kalau tidak diikuti akibat buruk ikutannya, yaitu bikin onar, berkelahi, memalak warung dan orang lewat, tawuran, dan akhirnya ditangkap Polisi.

*

Jika kita pernah tinggal di perumahan padat penduduk - warganya dengan status sosial-ekonomi menengah ke bawah- boleh jadi pernah mengalami betapa ngeri, jengkel, marah, dan bahkan antipati terhadap para pemabuk seperti itu.

Mabuk digunakan untuk piranti pesta dan bersenang-senang, ada yang menggunakan untuk mencekoki lawan jenis (untuk urusan merudapaksa korban), ada yang untuk ketahanan tubuh -- untuk meningkatkan rasa pencaya diri -- untuk mencari ilham bagi seniman maupun pekerja kreatif, dan berbagai kepentingan lain. Dan tak jarang akhirnya mereka harus berurusan dengan Polisi, rumah sakit, bahkan penjara.   

Untuk mereka itu --kalau boleh berterus terang dan tidak berdosa pula- kita justru bersyukur mereka segera pergi.

*

Menyarankan untuk tidak menenggak miras bagi para peminum memang harus selalu dilakukan. Meski hal demikian sering tidak bermanfaat sama sekali. Apalagi ditambahi dengan dalil-dalil agama. Para peminat miras oplosan itu bukan tidak dahu dalil agama, tetapi mereka mengabaikannya. diberi pengertian sulit, disuruh menghentikan apalagi.

Namun, bukan berarti tidak ada usaha untuk membersihkan lingkungan dari para peminum, pemabuk, pengedar, maupun para pengoplosnya (pedagang). Tempat-tempat tertentu -yang memang memiliki izin untuk menjual minuman keras- bolehlah untuk minum sampai mabuk, tetapi bukan tempat yang lain, sekalipun itu rumah sendiri.

Peran para orangtua, lingkungan, pemuka agama, pemuka wilayah, dan pihak berwajib harus terus ditingkatkan agar peristiwa tragis serupa berkurang, dan suatu kelak tidak terjadi lagi. akhirnya, sekadar mengingatkan: miras oplosan mengantar mereka lebih cepat ke lubang kubur. *** 25 Januari 2020

Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun