Mabuk digunakan untuk piranti pesta dan bersenang-senang, ada yang menggunakan untuk mencekoki lawan jenis (untuk urusan merudapaksa korban), ada yang untuk ketahanan tubuh -- untuk meningkatkan rasa pencaya diri -- untuk mencari ilham bagi seniman maupun pekerja kreatif, dan berbagai kepentingan lain. Dan tak jarang akhirnya mereka harus berurusan dengan Polisi, rumah sakit, bahkan penjara. Â Â
Untuk mereka itu --kalau boleh berterus terang dan tidak berdosa pula- kita justru bersyukur mereka segera pergi.
*
Menyarankan untuk tidak menenggak miras bagi para peminum memang harus selalu dilakukan. Meski hal demikian sering tidak bermanfaat sama sekali. Apalagi ditambahi dengan dalil-dalil agama. Para peminat miras oplosan itu bukan tidak dahu dalil agama, tetapi mereka mengabaikannya. diberi pengertian sulit, disuruh menghentikan apalagi.
Namun, bukan berarti tidak ada usaha untuk membersihkan lingkungan dari para peminum, pemabuk, pengedar, maupun para pengoplosnya (pedagang). Tempat-tempat tertentu -yang memang memiliki izin untuk menjual minuman keras- bolehlah untuk minum sampai mabuk, tetapi bukan tempat yang lain, sekalipun itu rumah sendiri.
Peran para orangtua, lingkungan, pemuka agama, pemuka wilayah, dan pihak berwajib harus terus ditingkatkan agar peristiwa tragis serupa berkurang, dan suatu kelak tidak terjadi lagi. akhirnya, sekadar mengingatkan: miras oplosan mengantar mereka lebih cepat ke lubang kubur. *** 25 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H