Pelajaran Abah Sabar, pertama, bekerja keras. Tidak mudah mengeluh dan giat. Kedua, berlaku jujur. Tidak mencuri, tidak memaksa, dan tidak mengemis. Ketiga, bersikap santun kepada siapapun. Selama ini para pemulung ak jarang mencari kesempatan untuk mencuri. Jemuran, perkakas yang dijemur, atau  hewan piaraan menjadi sasaran pula. Â
*
Sore hari Karmin kembali ke rumah petak dengan tubuh kelelahan. Seharian ia  membawa uang paling sedikit lima puluh ribu rupiah. Dua puluh ribu untuk ongkos makan. Lima belas ribu ia serahkan kepada pemilih rumah petak. Sisanya ditabung.
"Ini sewa saya hari ini, Mak Minah. Alhamdulillah . . . . !" ucap Karmin ketika hendak mandi ke kamar mandi umum di ujung gang.
"Terimakasih, Min. Kamu selalu disiplin. Tidak pernah nunggak. . . . !" sambut Mak Minah dengan wajah senang. "Sekolahmu, bagaimana?"
"Hahaha. Sekolah kolong jembatan tol itu? Hari ini Abah Sabar mengajari kejujuran, kerja keras dan tidak mudah mengeluh. Itu modal penting dalam hidup!" jawab Karmin. Ia sepintas melihat Ramli dan Todi keluar kamar dengan wajah sedih. "Kenapa mereka, Mak?"
Mak Minah berbisik ke telinga Karmin. "Mereka harus pergi dari kamarku. Sudah seminggu ini keduanya nunggak sewa. Mak sudah berbaik hati menunggu, tapi mereka tidak tahu diri. . . .!"
Karmin memandang keduanya yang berjalan menjauh. Sedih sebenarnya berpisah dengan teman. Tapi mereka bukan teman yang baik. Mereka membawa pengaruh buruk. Selain suka mengejek dan pemalas, mereka pernah terangkap tangan berlaku panjang tangan.. ***
Sekemirung, 19 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H