Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pesta Daging, Lotek Mbak Murwo, dan Hari Tasyrik

12 Agustus 2019   16:30 Diperbarui: 12 Agustus 2019   16:47 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hewan kurban pada perayaan Idul Adha 1440 H | tribunnews.com

Sejak kemarin sore orang-orang kebagian daging kurban, lalu bikin tongseng, gule, atau sate. Malam hari bau daging bakar menyebar ke mana-mana. Tentu saja tiap keluarga memilih masakan kesenangan masing-masing.

Pak  Bejo sebagai ketua RT mendapat cukup banyak daging kurban. Selain dari masjid, dan perorangan pun ada yang mengantar. Daging sapi, ada pula daging domba. Pak Bejo memang sangat aktif mengurus warganya. Juga aktif di masjid.

Bu Tini, isteri Pak Bejo, kembali membagikan sebagian daging yang diterima agar suaminya bisa mengerem diri dari keinginan makan daging. Maklum ada bibit darah tinggi

Begitu juga dengan Mas Edi Mur. Ia sangat gemar daging kambing. Dan perayaan Idul Kurban menjadi kesempatan baginya makan daging kambing lebih. Banyak. bila ada yang memberinya daging sapi maka buru-buru ia tukar daging kabing. Hari itu ia dan keluarganya bisa mendapatkan dua atau tiga bungkus daging kurban dari sumber yang berbeda-beda.

"Lumayan, Bu. Hari ini kita pesta daging kambing. . . . . !" ucap Mas Edi Mur stiap kali hari raya kurban tiba. Hari-hari lain jangankan daging kambung, daging ayam pun tidak tiap hari bisa didapatkannya.

"Alhamdulillah. Bisa tiga-empat hari makan daging. Asal diirit. Tidak jor-joran, yang justru bisa membawa penyakit. . . . . !" sambung Mak Fatmah ketika akan beranjak ke warung lotek Mbak Murwo.

*

Hari panas, angin kering berdebu bertiup sesekali. Itupun lumayan untuk menghalau udara gerah musim kemarau. Di pos ronda 'klub banting kartu' di desa Kali Buthek, Mbak Murwo sudah membuka warungnya. Seperti biasa lotek dan aneka makanan kecil serta minuman disediakannya.

"Tolong tutup kembali makanannya. Anginnya bawa debu. . . .!" beberapa kali Mbak Murwo mengingatkan pembeli sehabis mengambil goreng pisang atau bala-bala (bakwan).

"Supaya tidak dirubung lalat, ya Mbak?" tanya seorang remaja lelaki sambil tersenyum-senyum.

"Iya, dong. Lalat bikin penyakit. Musim kemarau begini, sakit bisa menjangkiti siapa saja dengan cepat," ujar Mbak Murwo menambahkan./

 Remaja lain menyabung. "Mendingan dirubung cewek-cewek. . . .!"

*

Siang ini lotek Mbak Murwo laris manis. Mak Fatmah dan Bu Tini pagi-pagi sudah pesan lotek. Agaknya siang kembali lagi membawa pesanan untuk suami mereka. Kompak.

"Lotek dua bungkus, kurangi garam dan cabainya. Banyak sayur. . . . . !:" ucap Mak Fatmah kepada Mbak Murwo.

"Tadi pagi sudah makan lotek. Sekarang lagi? Nggak bosan?" tanya Mbak Murwo sambil tertawa.

"Bosan makan daging. Kini giliran makan sayur.  Mas Edi Mur juga suka. Jadi kupesan dua. . . .!" jawab Mak Fatmah seraya duduk di bangku kayu, di depan meja panjang yang memajang aneka makanan dalam wadah-wadah tertutup, dalam stoples, seta kaleng. Aneka gorengan di piring ditutupi dengan tudung saji. Banyak langanan Mbak Murwo karena ia dikenal sangat rapi menjaga kesehatan.

*

Selain ramai orang di warung Mbak Murwo yang ramai dengan aneka obrolan, ada dua orang di dalam pos ronda itu yang diam saja. Dari tadi. Tidak sepatah katapun terlontar.

Kang Murbani dan Wak Ja'far dari tadi saling berhadapan dengan persoalan rumit dan pelik di kepala mereka masing-masing. Tidak ada suara sruputan pada cangkir kopi, diikuti sedotan pada rokok filter di bibir serta embusan asap membubung. Tidak ada aktivitas makan-mium atau meroko seperti biasanya.

Tak lama datang Mas Bejo nimbrung.

"Sambil main catur boleh kok ngobrol apa saja, dan makan-minum. Serius amat sih?" goda Mas Bejo sambil menepuk-nepuk punggung Kang Murbani.  

"Kami sedang konsentrasi, Mas. Jangankan sambil ngobrol, diam saja pun tak jarang mau ambil rokok keliru ambil cangkir kopi, mau menyulut rokok keliru menyundut bibir sendiri. . . . . hahaha!" jawab Kang Murbani seraya tergelak.

"Siapa itu?" desak Pak Edi Mur.

"Pemain catur di depan saya ini. kalau sudah menghadapi papan catur, khusuknya melebihi orang-orang yang sedang berdzikir di masjid. . . . .  hahaha. Skak. . . !"

Wak Ja'far terkesiap. Tapi kemudian ganti tertawa tak kalah kencang. Bukannya mengancam raja lawan, Kang Murbani justru melakukan blunder. Rajanya terancam. Sangat kritis.  

"Kulihat sejak tadi kalian tidak dilayani Mbak Murwo. . . ." Pak Eddi Mur mengalihkan pembicaraan.

"Puasa, Pak.. . . . hehehe!" jawab Wa Ja'far mbil tersenyum-senyum.

"Puasa apa? Senin-Kamis? Haram puasa di hari Tasyrik. Selainpa perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, da tiga hari lain yang haram berpuasa, yaitu hari Tasyrik. Tiga hari Tasyrik itu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Atau tiga hari setelah Idul Adha. . ....  !" ucap Pak Edi Mur dengan nada serius.

"Maaf, saya bercanda.. . .  !" sambung Wak Ja'far kemudian. Berbisik. "Utang kami sudah numpuk di warung Mbak Murwo. Biasanya ia ramah menawari kopi dan gorengan. Hari ini kami tahu diri, menolak tawarannya. . . . . . !"

Pa Edi Mur tertawa mendengar jawaban itu. Tak lama kemudian ia mengeluarkan lembaran lima puluh ribu. Lalu memanggil Mbak Murwo.

"Apa saja pesanan mereka kalau sedang asyik main catur, Mbak? Mereka sedang berpikir keras, perlu asupan nutrisi. Ini uangnya. . . . hehehe!"

Kang Murbani dan Wak Ja'far bersahutan mengucap terima kasih. Hari itu mereka beruntung ditraktir Pak Edi Mur. Keduanya membatin, padahal biasanya pelit sekali. *** 12 Agustus 2019/11 Dzulhijjah 1440 H.

Gambar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun