Setelah itu musuh yang urung dipenggal kepalanya bersahadat dengan Ali, dan masuk Islam. http://jateng.tribunnews.com/2016/06/12/kisah-ali-bin-abi-thalib-batal-memenggal-kepala-musuh-karena-diludahi.
Perbedaan marah yang bersifat wajid dan marahyang justru haram sangat mudah dibedakan. Namun karena berbagai anggapan yang tidak tepat seringkai orang justru mengabaikannya. Orang tidak marah padahal mestinya wajib, sebaliknya marah pada sesuatu yang dianggap salah tetapi dengan sikap dan kata-kata yang kotor, melampaui batas, keji, dan menghina. Apapun alasan sehingga menimbulkan marah maka sikap berlebihan itu justru menjadi harap. Contoh dalam kisah Ali Bin Abi Talib mempertegas pendapat tersebut.
*
Selain marah dalam kategori wajib dan haram, ada kategori lain yang perlu diketahui. Marah bersifat sunnah bila menyangkut perbedaan pendapat di tengah-tengah masyarakat. Misalnya mengenai bacaan yang dilafalkan imam salat (panjang-pendeknya), pilihan suratnya, dsb. Beda lagi jika pelantunan ayat suci Al Qur'an tersebut tidak memperhatikan tajwid, kita berhak marah untuk mengingatkan.
Marah bersifat mubah (boleh dilakukan). Dalam riwayat disebutkan Abu Bakar RA marah kepada anaknya karena tidak menjamu tamu (padahal kehendak si tamu sendiri yang rela menunggu Abu bakar pulang).
Marah bersifat makruh (boleh dilakukan sengaja maupun tidak sengaja, tetapi bila tidak dilakukan akan berpahala). Contohnya, pngajuan pertanaan oleh As'ad kepada Rasulullah Saw. Pertanyaannya perihal seumpama ada seorang lelaki yang sedang melakukan zina dengan istri As'ad. Kemudian As'ad hendak membunuh si pelaku anpa mendaang empat orang saksi erelbih dahulu. Tindakan marah inimasuk dalamkategori makruh (karena hanya pengandaian). https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-marah-dalam-islam
*
Ramadan merupakan bulan suci, sehingga tidak selayaknya marah, dan apalagi kemudian berseteru dengan oang yang kita marahi. Demikianpun ada marahyang bersifat wajib, dank arena itu pula wajib berseteru, diantaranya kepada orang yang  melecehkan agama, kepada pebuatan maksiat yang dilakukan terang-terang.
Dengan demikian sikap bertenggangrasa/bertoleransi, sikap yang tidak peduli, dan sikap yang mencari aman tekait dengan meredam marah, atau bahkan mematikan rasa marah, bukanlah sikap yang benar dalm Islam
Bahkan Allah Swt juga murka, marah, mengutuk dan menyediakan neraka jahanam sebagai bentuk kemrahan. Seperti firman pada surat Al Fath ayat 6 dengan penjelasan sebagai berikut :
"Dan Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan (juga) orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (adzab) yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan neraka Jahannam bagi mereka. Dan (neraka Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. Al-Fath/48 : 6)