Agama memperkenalkan pada setiap orang berjuang, memperjuangkan cita-cita dan masa depan yang baik. Persoalan muncul ketika seseorang melihat dari sisi duniawi saja, mengabaikan hal lain.
Mungkin banyak orang baru tersadar ketika Ramadan tiba. Pada satu sisi ada keinginan besar untuk memanfaatkan bulan suci Ramadan untuk banyak-banyak beribadah dan melakukan amaliah maupun sedekah. Bersamaan dengan itu terbuka pikiran ternyata  kesempatan berbisnis terbuka sangat lebar.
Secara ekonomi Ramadan menjadi seperti gula yang menarik banyak semut untuk mendekat. Hal itu mudah di lihat di depan deretan pertokoan dekat kompleks perumahan, di pasar kaget/dadakan, serta di tempat terbuka lain yang seperti disulap menjadi arena dagang. Tentu saja itu di luar tempat-tempat perdagangan yang ada sebelumnya (pasar tradisional, super market, mall, dan pusat-pusat pertokoan).
Nah, sekarang bagaimana mendapatkan solusi pada satu sisi memulai sutau kegiatan usaha, dan pada sisi lain tidak meninggalkan amal-ibadah selama bulan Ramdan. Itu tantangan yang tidak ringan.
Mari kita lihat beberapa kontradiksi dan tantangan mereka yang berusaha khusu pada bulan Ramdan.
*
Usaha aneka makanan khas Ramadan menjadi pilihan banyak orang. Berjualan takjil/hidangan berbuka, minuman manis, dan kolak paling mudah dilakukan, paling laku dan banyak pembeli sehingga terjadi persaingan sangat ketat.
Pembeli hafal beberapa hal, sehingga pemjual tidak bisa seenakkan memproduksi makanannya, dan bahkan tidak bisa mencari keuntungan di luar yang seharusnya.
Untuk makanan yang menggunakan gula, pembeli akan sangat sensitive memilih yangmenggunakan gula asli, bukan gula buatan ataupemanis buatan. Rasanya beda, pengaruh ke tenggorokan juga beda. Bagi yang sensitif bisa langsung batuk-batuk dibuatnya. Demikian pun dalam pemilihan pewarna, haruslahpewarna makanan. Dan yang paling menentukan yaitu kualitas bahan.
Berjualan makanan harus sangat menghormati pembeli. Seorang tukang buah dan rujak mengatakan kalau dagangan sedang tidak laku (karena pengaruh cuaca, atau buah-buahan di pasar kurang bagus) maka sorenya langsung ia bagi-bagikan ke tetangga dan saudara. Begitu pula cerita seorang pedagang bakso, dari sejak berdagang di pikul hingga kemudian memiliki beberapa warung, mengatakan: bakso yang tidak terjual habis hari itu (lualitas masih baik) langsung dibagi-bagikan kepda para tetangga.
Bahkan pernah penulis temukan seorang pedagang roti, yang kemudian memiliki produk dan merek yang cukup dikenal, pada awal memulai usaha di pinggir jalan dengan menjajakan 10 loyang kue panggang. Ketika yang terjual hanya 1 loyang maka 9 loyang yang lain mereka (suami-isteri) bagikan ke rumah yatim-piatu, dank e para tetangga.
Usaha dadakan itu membesar, dan kini makin besar dengan bantuan teknologi telekomunikasi. Khususnya WA,FB, Instagram, dan twitter.
*
Aneka makan berbuka jenisnya sangat banyak. selain takjil/hidangan berbuka, minuman manis dan kolak, ada lagi kue kering, aneka gorengan, kurma, catering khas Ramadan, dan camilan aneka bentuk.
Untuk kue kering memang ada semacam kekhasan yang dibuat pada bulan Ramadan, khususnya persiapan untuk Idul Fitri. Kue mentega dengan aneka variasinya selalu menghiasa meja-meja tamu setiap rumah tangga. Kualitas kue yang tersedia sangat tergantung pada kemampuan ekonomi si tuan rumah.
Untuk di kota-kota besar, kue-kue dan hidangan pada hari Lebaran tidak lagi bernuansa tradisional: tape ketan, jadah, emping, kacang bawang, rengginang, dan kembang goyang. Kini kue-kue kalengan justru menjadi pilihan. Dan inilah yang diincar para pengusaha dadakan bulan Ramadan, khususnya pembuat parcel.
*
Pakaian muslim dan perlengkapan salat menjadi ladang bisnis lain yang marak. Penjualannya sering jauh hari sebelum Ramadan tiba. Caranya dengan sekian kali bayar, alias cicilan.
Seorang teman penulis yang menjadi grosir pakaian di sebuah pasar besar mengaku mendapatkan banyak langganan diantara ibu-ibu pejabat yang memiliki kegiatan sampingan yaitu berjualan pakaian muslim dan peralatan salat kepada anak buah si suami.
Bila Ramadan tiba pernjualan meningkat pesat. Hanya sayang, mereka sering mengambil kentungan terlalu besar. Sementara itu kalau ada ketidakcocokan model, warna, dan aksesoris sering mengembaliakn dalam kondisi yang tidak baik lagi (ada yang cacat, tapi tidak mau mengakui).
Sekarang antara ibu atasan dengan anak buah tidak lagi seformal dulu. Dan itu salah satunya disebabkan oleh komunikasi yang aktif di dunia maya. Prinsip perpaduan antara kegiatan financial dengan technology, yang kemudian dikenal dengan fintech, menemukan momentum sangat berarti akhir-akhir ini.
*
Beberapa cerita itu saya dapatkan beberapa waktu silam, ketika belum memasuki masa pensiun. Pekerjaan sebagai jurnalis tanpa spesialisasi bidang tertentu memungkinkan penulis menemukan banyak sosok dalam banyak bidang, termasuk ekonomi kecil dan menengah.
Mendapatkan cerita mereka -meski secara garis besar- kemudian membagikan kepada khalayak dalam bentuk reportase menjadi sebuah kebanggaan tak terlupakan. Cerita sesungguhnya tentang mereka tentu lebih dramatis daripada yang mereka ceritakan.
Namun, niat untuk berbagi pengalaman, untuk memotivasi, dan terlebih untuk mengajari bersikap tangguh dalam berwiraswasta -yang dilandasi sikap-sifat sesuai dengan tuntutan agama- sesungguhnya sudah mereka perlihatkan tanpa harus menceritakannya sehingga terhindar dari sifat riya'.
Nah, itu saja yang dapat penulis ssmpaikan. Pukul 00.00 sudah lewat. Harusnya sudah stop dari tadi, tapi target minimum jumlah kata belum tercapai. Jadi, ya sudahlah. *** 19 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H