Pulang dari pasar membantu suami menunggu kios, Bu Tini menyempatkan diri singgah di gerobak Mbak Murwo. Tiap hari ada saja yang diucapkannya, dan kelak bermuara para sosok Lik Sumar.
"Kalau ada teroris yang melamarmu diterima tidak, Mbak?" bisik Bu Tini agar tidak terdengar pembeli yang antri.
"Mau ngajak bunuh diri?"
"Bukan. Ngajak nikah. . .!"
"Lalu bikin anak banyak-banyak untuk diajak. . . !"
"Diajak bawa bom?"
Bu Tini beranjak cepat-cepat. Membuat Mbak Murwo penasaran. Tentu saja para pembeli pun penasaran ingin tahu apa yang  mereka bisikkan. Tapi Mbak Murwo bungkam, dan  meneruskan obrolan yang tertunda tadi.
Dua hari berikutnya Bu Tini kembali. Kali ini tidak bicara apa-apa. Sikap ini juga membuat Mbak Murwo penasaran. "Kenapa, Bu Tini?"
"Ia ragu-ragu, dan merasa sangat malu bila sampai ditolak. . .!"
"Siapa? Mas Amin Kartamin?"
"Bukan.. . . .!" ucap Bu Tini seraya beranjak pergi.